Homili 16 Februari 2023

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-VI
Kej. 9:1-13
Mzm. 102:16-18,19-21,29,22-23
Mrk. 8:27-33

Merenungkan Janji dan berkat Tuhan

Tuhan menciptakan dunia dan isinya baik adanya. Manusia diciptakan Tuhan sesuai dengan wajah-Nya sendiri. Namun satu hal yang terjadi adalah manusia jatuh ke dalam dosa, bahkan dosa itu bertambah terus. Tuhan menyesal dan pilu hati akan manusia yang berdosa. Sebab itu Dia berencana untuk membaharui segala sesuatu. Dialah yang menghendaki agar Nuh dan keturunannya menjadi sebuah generasi manusia yang baru. Tuhan lalu memberkati Nuh dan anak-anaknya serta berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyaklah serta penuhilah bumi.” (Kej 9:1). Berkat dari Tuhan dengan harapan akan lahirnya generasi baru yang bisa bertambah banyak dan memenuhi muka bumi ini. Sebuah generasi yang tidak lagi melekat pada dosa tetapi kepada Tuhan sendiri. Tuhan juga mengikat perjanjian dengan Nuh dan keturunannya. Aturan-aturan tertentu diberikan kepada mereka dalam perjanjian ini. Misalnya soal makan dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Nuh dan keturunannya juga saling menghargai dengan tidak saling membunuh satu sama lain. Tidak aka nada air bah lagi karena manusia yang ada adalah generasi baru. Pada akhirnya Tuhan berkata: “Inilah tanda perjanjian yang Kuadakan antara Aku dan kamu serta segala makhluk yang hidup, yang bersama-sama dengan kamu, turun-temurun, untuk selama-lamanya: Busur-Ku Kutaruh di awan, supaya itu menjadi tanda perjanjian antara Aku dan bumi.” (Kej 9:12-13).

Wajah Tuhan yang nampak di sini adalah Allah yang Maharahim. Di satu pihak manusia berdosa dan patut mendapat hukuman namun di lain pihak kasih dan kerahiman Tuhan menyertai setiap rencana dan karya Tuhan. Tuhan memiliki inisiatif untuk menyelamatkan manusia. Dia seakan melupakan dosa dan salah manusia. Inilah Allah kita yang sungguh luar biasa. Dia selalu mengampuni, dan tak berkesudahan kasih setia-Nya. Dia bahkan memberikati dan mengikat perjanjian yang baru dengan umat-Nya. Kita boleh bertanya di dalam hidup kita: apakah kita dapat membuka diri untuk menunjukkan kasih dan kerahiman Tuhan kepada sesama? Apakah kita mampu mengampuni dan kembali membangun relasi dengan sesama manusia? Banyak kali kita selalu mengalami kesulitan untuk mengampuni sesame kita.

Dalam bacaan Injil kita mendengar kisah perjalanan bersama antara Yesus dan para murid-Nya dadri Betsaida ke daerah Kaisarea Filipi yang berjarak sekitar 45 Km. Perjalanan yang cukup jauh dan penuh perjuangan menuju ke tempat itu. Apalagi para murid baru saja melakukan perjalanan ke kampung-kampung dan saatnya bagi mereka untuk memberi laporan kepada Yesus. Yesus bertanya kepada mereka, apa kiranya kata orang tentang Yesus sebagai Anak Manusia. Inilah jawaban mereka kepada Yesus: “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan: seorang dari para nabi.” Ada yang mengatakan Yohanes Pembaptis karena banyak di antara mereka yang mengenal Yohanes Pembaptis sebagai tokoh utama di sungai Yordan. Ada yang mengatakan nabi Elia karena Dialah yang sedang dinantikan kedatangannya untuk menyiapkan kedatangan Mesias. Ada yang mengatakan Yesus adalah seorang dari para nabi. Yesus mendengar semua jawaban dan dia kembali bertamya kepada mereka, tetapi apa katamu tentang Aku?

Kalau orang lain berkata tentang Yesus maka mudahlah kita untuk menjawabnya tetapi ketika kita ditanya secara langsung tentang siapa sosok Yesus itu? Maka kita tidak akan jauh berbeda dengan para murid Yesus saat itu yang memilih diam. Petrus dengan bantuan Bapa di Surga dapat menjawab dengan tepat: “Engkau adalah Mesias!” Yesus adalah Mesias yang menderita bukan Mesias yang penuh kemenangan. Yesus sendiri mengakui: “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari.” Mesias yang kita Imani adalah Mesias yang menderita. Hanya Petrus yang tidak menerima Yesus sebagai Mesias yang menderita sehingga ia ditegur dengan keras oleh Yesus sebagai iblis yang hanya memikirkan dirinya sendiri bukan memikirkan rencana Tuhan.

Pada hari ini kita semua diberikan berkat untuk membuka hati kita supaya menerima berkat dan janji dari Tuhan. Kiranya berkat Tuhan bagi kita saat ini berbunyi: “Tuhan memberkati engkau dan melindungi engkau; Tuhan menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; Tuhan menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera.” (Bil 6:24-26). Amen.

P. John Laba, SDB