Homili Hari Minggu Biasa ke-VII/A – 2023

Hari Minggu Biasa VIIA
Im. 19:1-2,17-18
Mzm. 103:1-2,3-4,8,10,12-13
1Kor. 3:16-23
Mat. 5:38-48

Menjadi Bait Allah yang hidup

Kita sedang berada di hari Minggu Biasa ke-VII/A, Hari Minggu Biasa terakhir sebelum kita memasuki masa khusus yakni Masa Prapaskah yang akan dimulai pada hari Rabu Abu tanggal 22 Februari mendatang. Saya memfokuskan perhatian kita pada pengajaran santo Paulus kepada jemaat di Korintus tentang penting menjaga kekudusan tubuh kita. Pertama-tama kita perlu mengingat kembali perkataan Tuhan kepada Bangsa Israel melalui Musa di dalam Kitab Perjanjian Lama: ”Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan, Allahmu, kudus.” (Im 19:2). Perkataan Tuhan ini adalah sebuah panggilan bukan hanya sekedar perintah. Tuhan yang menjadikan segala sesuatu adalah kudus maka Dia juga menghendaki agar kita juga menjadi kudus. Panggilan menjadi kudus adalah panggilan kita semua sebagai orang yang dibaptis. Kekudusan itu bukan monopoli seseorang atau sebuah kelompok, tetapi panggilan dan kehendak Tuhan supaya kita semua menjadi kudus seperti Tuhan yang menciptakan kita adalah kudus.

Santo Paulus mengajar jemaat di Korintus dengan berkata: “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu.” (1Kor 3:16-17). Santo Paulus tentu menyadari latar belakang kehidupan jemaat di Korintus yang tidak sepenuhnya menghargai kekudusan tubuhnya. Perhatikan perkataan Santo Paulus ini: “Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.” (1Kor 6:9-10). Dengan latar belakang hidup jemaat di Korintus seperti ini maka Paulus berusaha untuk mengingatkan mereka untuk menghargai nilai-nilai kekudusan tubuh mereka. Ia menyamakan Bait Allah atau Rumah Tuhan dengan tubuh manusia yang dikuduskan dalam sakramen Pembaptisan. Setiap pribadi yang dibaptis, tubuhnya menjadi Bait Allah dan dengan demikian Roh Allah sendiri tinggal di dalam tubuh kita sebagai manusia. Perkataan Paulus ini menegaskan bahwa tubuh kita adalah kudus adanya sesuai dengan rencana Tuhan. Di tempat lain Santo Paulus berkata: “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.” (Ef 1:4).

Tuhan memiliki rencana bagi kita untuk menjadi kudus dan bahwa tubuh kita adalah tempat yang kudus karena menjadi tempat tinggal Roh Allah sendiri. Paulus juga mengingatkan kita untuk hidup layak sebagai anak-anak Allah. Paulus berkata: “Kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah.” (1Kor 3:23). Kita adalah milik Tuhan Allah maka konsekuensinya adalah kita harus hidup sebagai orang kudus seperti Allah sendiri adalah Kudus adanya. Nah, menjadi pertanyaan bagi kita adalah apa yang dapat kita tunjukan sebagai bentuk kesaksian bahwa kita adalah orang yang dipanggil untuk menjadi kudus?

Kesadaran diri bahwa kekudusan adalah sebuah panggilan dan kehendak Tuhan tercermin dalam perkataan Tuhan yang kita dengar dalam bacaan pertama dan bacaan Injil. Kita dapat memberikan kesaksian akan kekudusan hidup kita dalam perilaku hidup kita yang sesuai dengan rencana dan kehendak Tuhan. Pertama, Tuhan menghendaki supaya kita jangan membenci saudara kita, musuh sekalipun di dalam hati kita. Kalau ada kesalahan yang mereka lakukan maka kita harus berusaha untuk memberi koreksi persaudaraan. Banyak kali kita berpikir untuk lebih mudah membenci saudara kita tetapi Tuhan Yesus justru mengajar kita: “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” (Mat 5:44). Kedua, Tuhan menghendaki supaya kita jangan membalas dendam. Tuhan Yesus mengubah mindset kita dengan berkata: “Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil.” (Mat 5:39-41). Sikap hidup ini menunjukkan jati diri kita untuk mengasihi sesama manusia seperti kita mengasihi diri kita sendiri (Im 19:18).

Kunci dari kekudusan adalah kemampuan kita untuk mengasihi dan berbagi kepada sesama kita. Tuhan Yesus menghendaki agar kita mengasihi musuh, berbagi kepada orang-orang yang sangat membutuhkan, memberi salam kepada orang-orang di sekitar kita. Semua tindakan kasih penuh dengan kebaikan ini sungguh menunjukan bawah kita adalah Bait Allah yang hidup dan juga sebagai anak-anak Bapa di surga yang mengasihi semua orang apa adanya. Sebagai Bait Allah yang hidup, pesan Tuhan ini sangatlah bermakna: “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Mat 5:48). Kita tidak hanya menjadi Bait Allah, tempat tinggal Roh Allah tetapi kita sungguh-sungguh menjadi kudus, sempurna seperti Bapa di surga sempurna. Dialah sumber kekudusan dan kesempurnaan hidup kita. Jangan takut menjadi kudus! KIta menjadi Bait Allah yang kudus karena kita mampu mengasihi Tuhan dan sesama kita.

P. John Laba, SDB