Homili 22 Februari 2023 – Rabu Abu

HARI RABU ABU
Yl. 2:12-18
Mzm. 51:3-4,5-6a,12-13,14,17
2Kor. 5:20 – 6:2
Mat. 6:1-6,16-18

Ingatlah, kita ini abu!

Kita memulai masa khusus, yakni masa prapaskah dengan merayakan Hari Rabu Abu. Setiap tahun kita merayakannya dan sekaligus memulai retret agung kita selama 40 hari ke depan. Bapa Suci Paus Fransiskus menulis sebuah pesan prapaskah yang sangat bagus pada tanggal 25 Januari 2023 yang lalu dengan tema “Pertobatan Prapaskah dan Perjalanan Sinodal”. Beliau memakai contoh kisah Tuhan Yesus menampakan kemuliaan-Nya di gunung yang tinggi sebagai model perjalanan prapaskah kita tahun ini. Dalam pesan prapaskah, Bapa Suci Paus Fransiskus mengemukakan dua hal penting berkaitan dengan peristiwa Transfigurasi yakni pertama, masa pra paskah sebagai saat kita mendengar Tuhan. Paus menulis: “Prapaskah adalah masa rahmat sejauh kita mendengarkan dia ketika dia berbicara kepada kita.” Hal ini sejalan dengan perkataan yang didengar Petrus, Yakobus dan Yohanes dari dalam awan: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” (Mat 17:5). Kita menjalani retret agung sebagai sebuah pertobatan prapaskah dengan mendengar Tuhan. Artinya, hidup doa kita harus semakin baik tidak seperti sebelumnya, rajin membaca, merenungkan dan melakukan Sabda dalam hidup setiap hari.

Hal kedua yang ditekan kan sri Paus adalah kita berusaha untuk bertahan dalam penderitaan. Prapaskah mengarahkan kita kepada Paskah maka tentu saja pikiran kita diarahkan kepada sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus. Paus menulis: “Jangan berlindung pada religiositas yang terdiri dari peristiwa luar biasa dan pengalaman dramatis, karena takut menghadapi kenyataan dan perjuangan sehari-harinya, kesulitan dan kontradiksinya.” Kita tidak perlu takut menghadapi berbagai persoalan di dalam hidup kita karena Tuhan kita jauh lebih besar dari segala persoalan hidup kita.

Bapa Uskup Keuskupan Agung Jakarta, Kardina Ignatius Suharyo dalam Surat Gembala Prapaskah 2023 mengajak umat di KAJ untuk berperan aktif dalam mewujudkan kesejahteraan bersama. Satu hal yang ditekankan dalam surat gembala kali ini adalah pada sebuah ajakan untuk berjalan dalam jalan kekudusan. Dengan mengutip Gaudete et exsultate, Bapa Uskup menulis: “Kita seringkali tergoda untuk berpikir bahwa kesucian hanya diperuntukkan bagi mereka yang dapat menarik diri dari urusan sehari-hari dan menyediakan banyak waktu untuk berdoa. Bukan demikian. Kita dipanggil untuk menjadi suci dengan menghayati hidup kita dengan kasih dan dengan memberikan kesaksian dalam segala hal yang kita lakukan, di mana pun kita berada. Apakah Anda terpanggil untuk menjalani hidup bakti? Jadilah suci dengan menghayati komitmen Anda. Apakah Anda menikah? Jadilah suci dengan mengasihi dan memberikan perhatian kepada suami atau isteri Anda sebagaimana dilakukan oleh Kristus bagi Gereja-Nya. Apakah Anda bekerja untuk mencari nafkah? Jadilah suci dengan bekerja secara jujur dan cerdas dalam pelayanan kepada saudari- saudara Anda” (No. 14). Dan Bapa Uskup menambahkan secara khusus untuk umat di KAJ: “Jadilah suci dengan terus berusaha mencari jalan-jalan baru untuk merawat dan mengembangkan kesejahteraan bersama”.

Berkaitan dengan usaha untuk membangun kesejahteraan bersama ini, Bapa Uskup Ignatius Suharyo meminta umat katolik di KAJ untuk bersyukur kepada Tuhan karena anugerah istimewa bagi bangsa dan negara kita karena melalui kerja keras pemerintah maka seluruh rakyat juga memiliki keberanian untuk membangun kesejahteraan bersama pasca pandemi covid-19. Hal lain yang disinggung adalah untuk memperhatikan nilai-nilai hidup manusia. Bagi Bapa Uskup: “Kejahatan kemanusiaan yang paling besar, yang langsung berlawanan dengan cita-cita kesejahteraan bersama, yaitu perdagangan orang.”

Dengan membaca pesan-pesan kedua gembala yakni Bapa Suci Paus Fransiskus dan Bapa Uskup Igantius Suharyo dari KAJ di atas, bagi saya ini merupakan usaha yang penting untuk mengejawantah prapaskah sebagai sebuah jalan pertobatan. Kita memulai masa tobat ini dengan menerima abu dengan pesan istimewa ini: “Ingatlah, engkau adalah debu dan akan kembali menjadi debu” (Kej. 3:19) dan “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Mat 4:17). Masa tobat merupakan masa kita merendahkan diri, menyesali dosa dan salah kita di hadirat Tuhan. Kita hanyalah debu saja. Raja Daud pernah berkata kepada Tuhan: “Sebab aku makan abu seperti roti, dan mencampur minumanku dengan tangisan” (Mzm 102:10). Sebuah perkataan penuh penyesalan yang patut kita miliki saat ini. Sebuah penyesalan yang berasal dari dalam hati kita. Nabi Yoel berkata: “Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada Tuhan, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya.” (Yl 2:13).

Apa yang harus kita lakukan di dalam hidup kita?

Pertama, Santo Paulus mengatakan: “Waktu ini adalah waktu perkenanan” (2kor 6:2). Ini adalah waktu yang tepat untuk menyesal dan bertobat dari dosa-dosa kita. Kesadaran sebagai orang berdosa itu penting dan harus. Tanpa ada kesadaran ini maka kita tetap akan hidup dan menikmati dosa yang sama, dan kalau mengaku dosa juga mengaku dosa yang sama saja. Sungguh ini adalah waktu perkenaan.

Kedua, kita memiliki sebuah gerakan menyeluruh, total dalam diri pribadi kita untuk berpuasa, berdoa dan beramal. Tentang berpuasa, santo Yohanes Krisostomus mengatakan: “Puasa adalah sebuah perubahan dari setiap bagian kehidupan kita, karena pengorbanan dalam berpuasa bukanlah pantangan melainkan menjauhkan diri dari dosa.” Artinya puasa yang benar bukan soal makan dan minuman saja tetapi yang terpenting adalah puasa berbuat dosa. Kita semakin berusaha untuk berdoa lebih baik lagi. Kadang orang berpikir bahwa dia berdoa tetapi sebenarnya tidak. Berdoa tanpa fokus kepada Tuhan itu adalah kelemahan banyak orang. Kita beramal secara nyata untuk membangun kesejahteraan bersama.

Ketiga, kita mendengar Tuhan dalam hidup setiap hari. Masa prapaskah menjadi kesempatan untuk lebih banyak mendengar Tuhan dalam permenungan setiap saat hidup. Adakah saat teduh di dalam hidupmu?

Keempat, kita bertahan dalam penderitaan. Banyak kali kita selalu protes kepada Tuhan karena penderitaan dan kemalangan. Tuhan Yesus punya salib lebih berat dari penderitaan kita. Berhentilah bersungut-sungut kepada Tuhan. Tuhan berkata: “Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman” (Ibr 3:15).

Selamat memulai retret agung tahun 2023. Ingat, kita berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu.

P. John Laba, SDB