Hari Sabtu sesudah Rabu Abu
Yes. 58:9b-14
Mzm. 86:1-2,3-4,5-6
Luk. 5:27-32
Berani meninggalkan segalanya
Kita memasuki hari keempat dalam masa prapaskah tahun ini. Apa yang anda rasakan di hari-hari pertama masa puasa dan pantang ini? Semoga anda tetap bersemangat dalam menjalani masa prapaskah ini sampai tuntas. Kita patut bersyukur kepada Tuhan karena Ia selalu memberi kesempatan-kesempatan istimewa kepada kita untuk berubah. Sebuah kesadaran dan keyakinan yang harus kita miliki adalah bahwa Tuhan Yesus sangat mengasihi kita. Dia sendiri berkata: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.” (Luk 5: 31-32). Kita semua adalah orang berdosa. Tuhan Yesus senantiasa memanggil kita untuk bertobat dan menjadi serupa dengan-Nya.
Pada hari ini kita mendengar sebuah kisah Injil yang menarik perhatian kita yakni tentang kisah panggilan Lewi sang pemungut cukai atau yang lebih kita kenal nama Matius. Tuhan Yesus mungkin sudah beberapa kali melewati tempat di mana Lewi duduk sambil melakukan pekerjaannya sebagai pemungut cukai. Tuhan Yesus mengenal suasana hati dan hidup Lewi maka Ia memanggilnya untuk mengikuti dari dekat. Sapaan Tuhan ketika memanggilnya juga sangat sederhana: “Ikutlah Aku!” (Luk 5:27). Kita dapat membayangkan bagaiaman sorot mata Tuhan Yesus yang penuh kasih sehingga dapat mengubah seluruh hidup Lewi. Kita melihat reaksi dari Lewi sesaat setelah dipanggil Tuhan Yesus: “Maka berdirilah Lewi dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Dia.” (Luk 5:28). Pendekatan pertama dari panggilan Lewi dilakukan Yesus dengan memangilnya “Ikutilah Aku”. Lewipun tanpa ragu meninggalkan segala sesuatu lalu mengikuti Yesus.
Pekerjaan sebagai pemungut cukai memang tidak disukai oleh orang-orang di zaman Yesus. Orang-orang itu sedang bekerja dan mengabdi kepada orang-orang Romawi yang tidak lain merupakan penjajah mereka. Para pemungut cukai memang professional namun di saat yang sama mereka menjadi sasaran kebencian sesamanya. Mereka bahkan disamakan levelnya dengan kaum pendosa. Yah, mereka mungkin juga melakukan kecurangan tertentu ketika memungut pajak namun orang-orang pada zaman itu marah terhadap para penjajah dan para pegawai yang berafiliasi dengan para penjajah.
Sosok Lewi memang unik. Dia sudah berada di zona nyaman, dan tentu memiliki segalanya namu ketika mengikuti Yesus, ia harus meninggalkan dan melepaskan segalanya. Tuhan Yesus sudah mengatakan: “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” (Mat 6:21). Namun hal ini tidak berlaku bagi Lewi. Dia meninggalkan segalanya dan benar-benar tidak memiliki apa-apa supaya hanya bisa bersama dengan Tuhan. Lewi bahkan melepaskan segalanya dengan bersyukur di rumahnya bersama Yesus dan para rekan sejawatnya yakni para pemungut cukai. Inilah kesaksian hidupnya: “Lewi mengadakan suatu perjamuan besar untuk Dia di rumahnya dan sejumlah besar pemungut cukai dan orang-orang lain turut makan bersama-sama dengan Dia.” (Luk 5:29). Lewi bersyukur karena sudah meninggalkan segalanya dan sekarang lebih fokus pada Kristus. Karena sikapnya ini maka dia dikecam oleh banyak orang Farisi dan para ahli Taurat saat itu. Lewi tidak merasa terganggu karena dia sungguh mengasihi Kristus dan keluarga manusia.
Apa yang harus kita lakukan?
Selama masa prapaskah ini ada banyak hal yang dapat kita lakukan sebagai tanda pertobatan kita di hadirat Tuhan:
Pertama, kita berani untuk meninggalkan segalanya karena kasih kepada Tuhan. Kita perlu memiliki kepercayaan kepada penyelenggaraan Tuhan. Tuhan Yesus berkata: “Lihatlah burung di udara. Mereka tidak menanam, tidak menuai, dan tidak juga mengumpulkan hasil tanamannya di dalam lumbung. Meskipun begitu Bapamu yang di surga memelihara mereka! Bukankah kalian jauh lebih berharga daripada burung?” (Mat 5:26). Kalau demikian maka tak perlu ada rasa khawatir apapun dalam hidup kita.
Kedua, Kita menata kembali pertobatan pribadi kita. Mengapa kita perlu menatanya kembali? Karena Tuhan Yesus datang untuk mencari dan menyelamatkan kita orang berdosa. Pertobatan radikal bukan hanya sekedar untuk bertobat. Tuhan berkata: “Janganlah keraskan hatimu seperti di Meriba, seperti pada hari di Masa di padang gurun.” (Mzm 98:8).
Ketiga, Melakukan perbuatan kasih kepada sesama. Tuhan mengingatkan kita supaya tidak membebani hidup orang lain dan membuat mereka menderita, memberi makan kepada orang yang lapar. Perbuatan baik ini laksana matahari. Kita membaca: “Terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari.” (Yes 58:10). Sebab itu kita perlu memperhatikan semangat doa, puasa dan amal kasih yang kita lakukan dalam masa prapaskah ini.
Kiranya ketiga hal ini dapat menginspirasi kita untuk berani meninggalkan hidup lama dan memiliki hidup baru dalam Kristus. Tidak ada yang lebih bernilai dari keterbukaan hati kita untuk memiliki sikap lepas bebas dan menjadikan Tuhan sebagai prioritas pertama dalam hidup kita. Dialah yang mencari dan menyelamatkan kita karena kasih.
P. John Laba, SDB