Homili Hari Minggu Prapaskah II/A – 2023

Hari Minggu Prapaskah II/A
Kej. 12:1-4a
Mzm. 33:4-5,18-19,20,22
2Tim. 1:8b-10
Mat. 17:1-9

Mendengar Yesus

Kita memasuki pekan kedua Prapaskah, dikenal dengan nama Pekan Transfigurasi. Sebutan Transfigurasi berkaitan erat dengan peristiwa di dalam bacaan Injil yang mengisahkan tentang Tuhan Yesus menampakkan kemuliaan-Nya di atas sebuah gunung yang tinggi. Tuhan Yesus membawa tiga murid inti-Nya yaitu Petrus, Yakobus dan Yohanes. Mereka sendirian saja. Di depan mata mereka Yesus berubah rupa (transfigurasi): wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang. Di samping itu, Yesus nampak berbicara dengan Musa dan Elia. Kedua sosok yang mewakili Torah dan para nabi yang sudah berbicara tentang Paskah Kristus. Sementara ketiga murid inti yang menyaksikan peristiwa ini merasakan suasana batin yang penuh sukacita bercampur perasaan takut. Ini adalah sebuah antisipasi Paskah Kristus, sebuah pengalaman yang nantinya mereka akan rasakan kelak.

Dua hal lain yang menarik dari bacaan Injil adalah pertama, dalam suasana bahagia bercampur rasa takut, ketiga murid ini hanya melihat Yesus seorang diri saja. Ini adalah sebuah pengalaman rohani yang sangat luhur. Musa dan Elia hanya ikut membantu ketiga murid untuk fokus pada Yesus seorang diri saja. Dialah Anak Yang dikasihi Bapa, berkenan di hati Bapa dan karenanya kita patut mendengarkan Dia. Kedua, Yesus meminta komitmen dari ketiga murid untuk bisa menjaga rahasia terutama tentang apa yang mereka sudah saksikan di atas gunung. Yesus berkata: “Jangan kamu ceriterakan penglihatan itu kepada seorangpun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati.” (Mat. 17:9).

Paus Fransiskus dalam pesan Prapaskahnya tahun 2023 ini mengambil perikop Injil yang kita dengar bersama hari ini. Untuk mewujudkan pertobatan prapaskah dan perjalanan Sinodal, Paus memberi dua usul penting. Pertama, supaya kita sebagai Gereja selalu mendengar Yesus. Ketiga murid dalam Injil sambil merasa bahagia bercampur takut, mereka mendengar suara dari dalam awan: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” Bagi Paus Fransiskus masa Prapaskah adalah masa rahmat sejauh kita mendengarkan Dia. Tuhan berbicara kepada kita melalui Kitab Suci dan melalui saudari-saudara kita, terutama melalui wajah mereka yang sangat membutuhkan. Kedua, kesiapan hati kita untuk menghadapi kesulitan-kesulitan hidup sehari-hari. Bagi Paus Fransiskus, kita jangan hanya berlindung pada religiositas yang terdiri dari peristiwa luar biasa dan pengalaman dramatis, karena takut menghadapi kenyataan dan perjuangan sehari-harinya, kesulitan dan kontradiksinya. Dan juga bahwa cahaya yang ditunjukkan Yesus kepada ketiga murid adalah antisipasi kemuliaan Paskah-Nya, dan itu harus menjadi tujuan perjalanan tobat kita, saat kita mengikuti ‘dia sendirian saja’.

Masa Prapaskah merupakan sebuah kesempatan bagi kita untuk berani bereksodus supaya bisa mengalami Allah seperti Abraham. Tuhan memanggil Abraham untuk meninggalkan zona nyamannya ke sebuah zona baru yang penuh perjuangan. Abraham memang sudah memiliki segalanya tetapi Tuhan memberinya tantangan baru dan sangat menjanjikan. Tuhan berkata: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.” (Kej 12:11-13). Kesempatan bereksodus menjadi nyata dalam sikap tobat kita untuk meninggalkan hidup yang lama dan memiliki hidup yang baru.

Masa Prapaskah menjadi kesempatan bagi kita untuk tidak malu bersaksi tentang Tuhan dan siap menderita bagi Injil oleh kekutan Allah seperti ajakan Paulus bagi Timotius. Mengapa kita tidak malu bersaksi tentang Tuhan? Inilah alasan yang diberikan Paulus: “Tuhanlah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman dan yang sekarang dinyatakan oleh kedatangan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang oleh Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa.” (2Tim 1:9-10).

Pada pekan kedua Prapaskah ini kita dipanggil oleh Tuhan untuk mengalami transfigurasi dengan mendengar Tuhan Yesus, bertahan dalam penderitaan, berani meninggalkan zona nyaman dan siap untuk bersaksi tentang Kristus. Mendengar Yesus berarti mengasihi Yesus, Dia Anak yang dikasihi Bapa sampai tuntas. Kita berusaha untuk semakin mengasihi Tuhan, semakin peduli pada sesama yang lemah, miskin, tersingkir dan difabel (LMTD).

P. John Laba, SDB