Homili 21 Agustus 2023 – St. Pius X

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XX
Peringatan Wajib St. Pius X, Paus
Hak. 2:11-19
Mzm. 106:34-35,36-37,39-40,43ab,44
Mat. 19:16-22

Berani melepaskan segalanya!

Pada hari ini kita mengenang santo Pius X. Santo Pius X dikenal karena menentang keras penafsiran modernis terhadap doktrin Gereja Katolik, dan ia mempromosikan reformasi liturgi dan teologi skolastik. Dia memprakarsai penyusunan Kitab Hukum Kanonik tahun 1917, karya pertama yang komprehensif dan sistemik dari jenisnya. Dari banyak perkataan yang pernah diucapkannya, ad dua perkataan yang sangat menginspiras saya. Pertama, “Saya lahir miskin, saya hidup miskin, saya ingin mati miskin.” Perkataan orang kudus ini menunjukkan sikap lepas bebasnya. Ia tidak terikat pada harta dunia yang fana sifatnya. Prioritas pertamanya adalah Kerajaan Surga. Perkataan Tuhan Yesus dihayatinya dengan sempurna: “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Mat 6:33). Perkataan kedua, “Di antara semua devosi yang disetujui oleh Gereja, tidak ada yang begitu disukai dengan begitu banyak mukjizat seperti devosi Rosario Mahakudus. Rosario adalah yang paling indah dan paling kaya akan rahmat dari semua doa; itu adalah doa yang paling menyentuh Hati Bunda Allah … dan jika Anda ingin kedamaian memerintah di rumah Anda, bacalah Rosario keluarga.” Perkataan ini menunjukkan betapa santo Pius X mencintai Bunda Maria dan berdevosi kepadanya. Maria adalah sosok pribadi yang sederhana, sosok yang memiliki sikap lepas bebas. Dalam Kidungnya, ia berkata: “Aku mengagungkan Tuhan, hatiku bersukaria karena Allah penyelamatku. Sebab Ia memperhatikan daku, hamba-Nya yang hina ini.” (Luk 1:47-48). Devosi kepada Bunda Maria menjadi nyata dalam mendoakan doa Rosario, sebuah doa populer di dalam Gereja Katolik.

Sambil kita mengenang kehidupan santo Pius X, kita juga menimba inspirasi dari Sabda Tuhan yang begitu indah dan menguatkan pada hari ini. Kita menjumpai Tuhan Yesus sang guru kehidupan bagi semua orang. Dikisahkan bahwa ada seorang yang datang kepada Tuhan Yesus. Ia mula-mula bertanya: “Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” (Mat 19:16). Pertanyaan ini menunjukkan bahwa orang yang datang kepada Yesus memiliki insiatif, ketertarikan akan kebaikan dan hidup kekal. Orang ini kiranya mewakili kita semua yang memiliki cita-cita dan harapan yang sama. Tuhan Yesus memandangnya dengan penuh kasih dan berkata: “Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah.” (Mat 19:17). Tuhan Yesus mengedukasi orang yang berinisiatif untuk datang kepadanya. Mula-mula Tuhan Yesus mengarahkan dia kepada Bapa sebagai sumber dan satu-satunya yang Baik. Selanjutnya sebagai orang Yahudi tulen, Tuhan Yesus mengingatkannya untuk menuruti segala perintah Tuhan di dalam Torah.

Orang yang datang kepada Yesus bukan orang biasa-biasa. Dia adalah orang yang luar biasa karena dia mengenal semua perintah-perintah Tuhan. Itu sebabnya ia tidak sungkan untuk bertanya kepada Tuhan Yesus, “Perintah yang mana?”. Tuhan Yesus mengikuti saja ritme kehidupan orang ini. Tuhan Yesus berkata kepadanya: “Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Mat 19:18-19). Lihat bagaimana Tuhan Yesus mengedukasi dia untuk menghargai nilai kehidupan orang lain serta kepemilikannya, menhirmati orang tua dan melakukan perbuatan kasih kepada sesama manusia. Semua yang Tuhan Yesus ucapkan ini sudah dituruti dalam hidupnya. Dia malah bertanya lagi kepada Tuhan Yesus apa yang masih kurang?

Tuhan Yesus memandang orang ini dengan penuh kasih dan berkata: “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” (Mat 19:21). Ini adalah titik kelemahan orang ini karena ternyata benar sekali perkataan Tuhan Yesus: “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” (Mat 6:21). Orang ini memang bukan orang biasa-biasa. Dia menuruti perintah Tuhan tetapi hatinya masih terikat pada harta duniawi. Ia pergi dengan sedih hati karena hartanya berlimpah. Mengapa? Karena untuk mengikuti Yesus dari dekat, dia harus berani melepaskan segalanya. Dia harus meninggalkan segalanya. Itulah sikap lepas bebas. Bagi Tuhan Yesus, pengikut yang setia untuk memperoleh hidup kekal atau kesempurnaan adalah pergi untuk menjual segala yang dimiliki, hasil penjualan dibagikan kepada orang-orang miskin. Setelah tidak memiliki apa-apa maka datang dan ikuti Yesus dari dekat. Harta di surga akan datang kepadanya. Ini tentu tidak mudah!

Saya sudah lebih dari tiga puluh tahun mengikuti Tuhan Yesus dari dekat sebagai seorang biarawan. Saya juga berjuang untuk melepaskan segalanya karena saya percaya bahwa Hanya Tuhan yang akan mencukupkannya. Saya berjuang untuk mewujudkan sikap lepas bebas saya. Dan Tuhan menjanjikan begini: “Dan setiap orang yang sudah meninggalkan rumahnya, saudara-saudarinya, orangtuanya, pasangannya, anak-anaknya, atau ladangnya karena mengikut Aku, dia akan mendapat seratus kali lipat yang serupa, dan dia juga akan menerima hidup yang kekal.” (Mat 19:29). Saya bersaksi bahwa bukan hanyha seratus kali lipat melainkan seribu kali lipat. Tuhan sangat murah hati dan saya belajar untuk menjadi serupa dengannya dalam ziarah panggilan ku ini.

Santo Pius X memberi kepada kita semangat untuk mengikuti jalan kekudusannya dengan sikap lepas bebas. Perkataannya ini: ”Saya terlahir miskin, hidup dalam kemiskinan, dan saya ingin mati dalam kemiskinan” telah mengubah hidup banyak orang untuk memiliki semangat kesederhanaan dalam hidupnya. Hidup sederhana dengan hati yang senantiasa terbuka kepada Tuhan. Hal yang perlu kita hindari adalah menjauh dari Tuhan, tegar hati seperti umat perjanjian Lama yang Tuhan hantar ke tanah terjanji tetapi tetap tegar hati hingga mereka menyembah berhala. Meskipun Tuhan membangkitkan hakim-hakim bagi mereka namun mereka tidak menghiraukan para hakim. Sikap keras kepala ini haruslah dijauhkan sebagai anak-anak Tuhan.

St. Pius X doakanlah kami. Amen.

P. John Laba, SDB