Homili 6 Februari 2024

Perayaan Wajib St. Paulus Miki dkk
1Raj. 8:22-23,27-30
Mzm. 84:3,4,5,10,11
Mrk. 7:1-13

Pada hari ini kita mengenang santo Paulus Miki dan kawan-kawannya. Mereka adalah para martir di Jepang yang mengakui bahwa tidak ada Allah seperti Allah yang kita imani saat ini. Siapakah Paul Miki? Keluarga Paul Miki memeluk agama Katolik saat ia berusia lima tahun. Orang kudus ini dididik oleh para Yesuit, selanjutnya ia bergabung dengan Serikat Yesus pada saat ia berusia 22 tahun. Penugasan Paul Miki adalah untuk membantu mendidik dan mengenalkan Yesus Kristus kepada umat Buddha. St. Fransiskus Xaverius memimpin sekelompok misionaris Yesuit ke Jepang pada abad ke-16. Tercatat lebih dari 200.000 penduduk asli Jepang yang berpindah agama menjadi katolik. Satu dampak yang dialami adalah munculnya penganiayaan terhadap pemeluk agama. Banyak gereja dihancurkan dan dipaksa untuk dirahasiakan. Meskipun ada penganiayaan, 100.000 orang lebih bertahan memeluk agama Katolik.

Pada tahun 1593, para misionaris Fransiskan bergabung dengan para Yesuit dalam pelayanan misionaris di sana. Selama masa yang menegangkan ini, ada sebuah kapal Spanyol ditangkap di lepas pantai Jepang dan ditemukan membawa dan memiliki artileri di dalamnya. Menteri kekaisaran Toyotomi Hideyoshi menanggapinya dengan menjatuhkan hukuman mati kepada 26 orang Katolik. Enam di antaranya adalah para Fransiskan sebagai warga negara asing, beberapa orang awam Katolik dan beberapa lainnya adalah anak-anak kecil. Para misionaris yang paling dikenal terkait dengan para Yesuit; Paul Miki, yang sedang belajar untuk menjadi seorang imam, Yohanes dari Goto, seorang katekis yang sedang mempersiapkan diri untuk masuk Yesuit dan James Kesai yang merupakan seorang bruder Yesuit awam. Mereka dijatuhi hukuman mati dengan cara disalib dan ditombak setelah diarak sejauh 600 mil ke kota Nagasaki. Paus Pius IV mengkanonisasi para Martir Nagasaki pada tahun 1862.

Saya mengingat perkataan santo Paulus Miki. Ia pernah berkata: “Pernyataan penghakiman mengatakan bahwa orang-orang ini datang ke Jepang dari Filipina, tetapi saya tidak datang dari negara lain. Saya adalah orang Jepang sejati. Satu-satunya alasan saya dibunuh adalah karena saya telah mengajarkan doktrin tentang Kristus. Saya memang mengajarkan ajaran Kristus. Saya bersyukur kepada Tuhan karena alasan inilah saya akan mati. Saya percaya bahwa saya hanya mengatakan kebenaran sebelum saya mati. Saya tahu Anda sekalian mempercayai saya dan saya ingin mengatakan kepada Anda semua sekali lagi: Mintalah kepada Kristus untuk menolong Anda untuk menjadi bahagia. Saya menaati Kristus. Dengan mengikuti teladan Kristus, saya mengampuni orang-orang yang menganiaya saya. Saya tidak membenci mereka. Saya memohon kepada Allah untuk mengasihani semua orang, dan saya berharap darah saya akan jatuh ke atas sesama saya sebagai hujan yang menyuburkan.”

Bercermin pada kehidupan santo Paulus Miki, kita semua terpanggil untuk mengakui bahwa tidak ada Allah seperti Tuhan kita yang luar biasa. Dalam bacaan pertama kita berjumpa dengan sosok raja Salomo yang menunjukkan rasa syukurnya setelah pentahbisan rumah Allah. Raja Salomo berdiri di depan mezbah dan bersyukur kepada Tuhan dengan menadahkan tangannya ke atas. Inilah doanya kepada Tuhan Allah: “Ya Tuhan, Allah Israel! Tidak ada Allah seperti Engkau di langit di atas dan di bumi di bawah; Engkau yang memelihara perjanjian dan kasih setia kepada hamba-hamba-Mu yang dengan segenap hatinya hidup di hadapan-Mu” (1Raj. 8:23). Raja Salomo juga berdoa memohon supaya mata Tuhan selalu tertuju kepada Bait Allah, tempat dimana Dia sendiri bersemayam di tengah umat-Nya. Nama Tuhan tinggal bersama umat-Nya. Pada ahirnya Raja Salomo berdoa: “Dengarkanlah permohonan hamba-Mu dan umat-Mu Israel yang mereka panjatkan di tempat ini; bahwa Engkau juga yang mendengarnya di tempat kediaman-Mu di sorga; dan apabila Engkau mendengarnya, maka Engkau akan mengampuni.” Di sini kita melihat sosok Raja Salomo yang mengandalkan Tuhan karena tidak ada lagi Tuhan selain Allah yang ia Imani.

Pengalaman dunia Perjanjian Lama digenapi oleh Tuhan Yesus sendiri. Kita mendengar dalam bacaan Injil hari ini: Ada sekelompok orang-orang Farisi dan beberapa ahli Taurat dari Yerusalem datang menemui-Nya. Tujuan mereka adalah bertemu dengan Yesus, tetapi yang mereka persoalkan adalah para murid Yesus. Mereka melihat para murid Yesus makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Kaum Farisi dan para ahli Taurat sangat kaku dalam memegang adat istiadat bangsa Yahudi. Tuhan Yesus memakai nubuat Yesaya untuk mengoreksi mereka: “Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia.” (Mrk 7:6-8). Perkataan Yesus ini juga mengoreksi kita semua yang sering tidak sinkron dalam hal apa yang kita ucapkan dan lakukan. Kita semua tetap memandang Allah dan berkata: “Tidak ada Allah seperti Engkau.”

Tidak ada Allah seperti Engkau. Perkataan Raja Salomo ini sangat meneguhkan kita semua. Mari kita berusaha supaya di dalam tutur kata dan sikap hidup selalu menyenangkan Tuhan bukan mengecewakan Tuhan. Kita tetap memandang Tuhan yang luar biasa, yang menjadi sumber hidup kita. Hari ini kita belajar untuk tetap terbuka kepada Allah dan semakin serupa dengan-Nya. Santo Paulus Miki, doakanlah kami.

P. John Laba, SDB