Hari Kamis sesudah Rabu Abu
Ul. 30:15-20
Mzm. 1:1-2,3,4,6
Luk. 9:22-25
Pengalaman akan Salib mendewasakan iman kita
Adalah Robert Holmes Bell Jr. atau dikenal dengan nama Rob Bell. Beliau adalah seorang gembala dan penulis berkebangsaan Amerika. Ia pernah menulis begini: “Kecenderungan kita di tengah-tengah penderitaan yang kita alami saat ini adalah untuk mempersalahkan Tuhan. Kita menjadi marah dan kesal dan mengepalkan tangan kita ke langit sambil berkata, “Tuhan, Engkau tidak tahu bagaimana rasanya dalam diriku saat ini! Engkau tidak mengerti! Engkau tidak tahu apa yang saya alami. Engkau tidak tahu betapa sakitnya hal ini”. Dia melanjutkan, “Apakah kita hanya berhenti di sini? Ini adalah Salib. Salib adalah cara Allah untuk menyingkirkan semua tuduhan, alasan, dan argumen kita. Salib adalah Allah yang mengambil daging dan darah dan berkata, “Aku juga.”
Saya merasa ikut ditegur oleh Rob Bell dalam kutipan perkataannya ini. Sadar atau tidak sadar, apa yang ditulisnya adalah pengalaman kita ketika berhadapan dengan Salib, atau pengalaman penderitaan apapun yang kita alami di dunia ini. Tindakan kita yang paling cepat adalah mengeluh dan marah kepada Tuhan karena pengalaman salib dalam bentuk penderitaan dan kemalangan, sakit penyakit dan doa-doa yang belum terkabulkan. Kita sedang lupa bahwa Salib adalah cara Allah menjadi manusia dan ikut mengalami apa yang sedang kita alami. Dia malah memikulnya dalam wujud kayu yang kasar. Dialah yang mendahului segalanya sehingga mengingatkan kita untuk mengikuti-Nya.
Allah di dalam diri Yesus Putera-Nya mengakui dengan terus terang akan pengalaman penderitaan yang dialami-Nya: “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.” (Luk 9:22). Tuhan Yesus sendiri tahu bahwa Dia akan mengalami dan menanggung banyak penderitaan, penolakan, dibunuh dan bangkit pada hari ketiga. Dia sudah mengetahuinya tetapi Dia tidak menolak karena cinta dan ketaatan-Nya kepada Bapa dan cinta-Nya yang tulus kepada kita sahabat-sahabat-Nya.
Tuhan Yesus mengasihi kita. Dia mengajak kita untuk menjadi serupa dengan-Nya: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?” (Luk 9:23-25). Kita mengakui diri sebagai orang Kristen, artinya kita mengikuti Yesus Kristus. Konsekuensinya adalah kita berusaha untuk semakin serupa dengan-Nya dala,m menjalani hari-hari kehidupan kita. Caranya adalah kita menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti-Nya dari dekat.
Kita menyangkal diri (abnegasi diri dan pengorbanan diri) berarti sebuah keadaan pada diri kita kehendak untuk melupakan kesalahan pribadi atau sikap mengadili diri demi meningkatkan kebaikan lainnya. Menyangkal diri dapat ditafsirkan sebagai tidak mengikuti keinginan daging (diri sendiri). Memikul salib berarti kita rela menerima tanggung jawab dan konsekuensi mengikut Yesus Kristus. Apapun yang kita alami, sangat menyakitkan bahkan menyerahkan nyawa sekali pun adalah tanda cinta kepada Kristus yang lebih dahulu mengasihi kita. Maka kita mengikuti-Nya dari dekat.
Apa yang harus kita lakukan?
Tuhan mengingatkan kita dalam Kitab Ulangan untuk menyadari pengalaman-pengalaman keseharian kita yakni kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan (Ul 30:15). Ini adalah pengalaman-pengalaman yang selalu ada di depan kita dan kita diminta oleh Tuhan untuk menjawabinya dengan kasih dan menjadi pribadi yang patuh kepada kehendak dan perintah-perintah-Nya. Satu hal yang lain adalah kesetiaan kepada Allah dalam segala hal, di saat bahagia atau menderita tetaplah setia kepada-Nya.
Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip perkataan Hans Urs von Balthasar ini: “Kepada Saliblah orang Kristen ditantang untuk mengikuti Gurunya: tidak ada jalan penebusan yang dapat mengambil jalan memutar di sekelilingnya.” Pengalaman akan salib hidup kita telah mendewasakan iman kita kepada Kristus. Masa Prapaskah memanggil kita untuk memahami, mengalami Salib dan mengikuti Dia yang lebih dahulu mengasihi kita.
P. John Laba, SDB