Yesus Menangis hidup anda dan saya
Kita mengimani Yesus sebagai sungguh Allah dan sungguh Manusia. Dia mengalami semua pergumulan hidupndan godaan yang sama seperti yang kita alami sebagai bagian dari pengalaman manusia (Ibrani 4:15). Sebagai manusia, Yesus mengalami semua perasaan (emosi) yang sama dengan kita. Ada beberapa contoh dari Kitab Suci tentang Yesus yang menunjukkan perasaan sebagai manusia:
Pertama, Yesus menunjukkan perasaan empati kepada Maria, Ibu-Nya saat Dia sedang tergantung di atas kayu salib. Dia bahkan sedang berada di tengah-tengah penderitaan-Nya, Dia masih meluangkan waktu dan usaha untuk memastikan bahwa Maria akan dipelihara oleh seseorang setelah Dia pergi kepada Bapa (Yohanes 19:25-27).
Kedua, dalam banyak kesempatan, kita melihat Yesus yang menunjukkan belas kasihan kepada orang-orang yang tersesat, hilang dan berjuang di sekitar-Nya. Penginjil Matius bersaksi: “Ketika Ia melihat orang banyak itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka terlantar dan tak berdaya, seperti domba-domba yang tak bergembala.” (Matius 9:36).
Ketiga, Yesus pernah menjadi marah ketika Dia melihat ketidakadilan yang dilakukan oleh tangan-tangan yang memegang otoritas keagamaan (Matius 23:33).
Keempat, kita melihat Yesus bahagia dan bersukacita ketika orang-orang yang hina dan miskin memahami hal-hal yang berasal dari Allah (Lukas 10:21).
Ini adalah beberapa hal yang menunjukkan kepada kita bahwa Yesus yang kita imani itu sama dengan kita dalam segala hal, kecuali dosa. Berikut ini kita akan memfokuskan perhatian kita pada kesedihan Yesus. Faktanya, Kitab Suci mencatat setidaknya ada tiga kali Yesus menangis. Kita melihat ketiga kisah Yesus menangis tersebut, dan melihat apa sebenarnya yang membuat Yesus bersedih.
1. Yesus menangisi orang-orang yang menolak damai sejahtera Allah.
Penginjil Lukas mengisahkan bahwa ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya, kata-Nya: “Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batupun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau.” (Lukas 19:41-44)
Yesus menangisi Yerusalem, “kota Raja yang agung” (Matius 5:35), karena ada begitu banyak potensi di sana yang hilang ketika mereka gagal mengenali Mesias yang sejati. Yerusalem telah menjadi markas besar umat pilihan Allah, bangsa Israel, selama ratusan tahun, dan jika ada orang yang seharusnya menerima Mesias yang akan datang, itu adalah penduduk Yerusalem. Sayangnya, hal itu tidak terjadi, karena para pemimpin agama yang bermarkas di Yerusalem secara terang-terangan menolak Yesus sebagai Mesias. Mereka gagal untuk mengenali Yesus sebagaimana adanya, dan mereka tentu menderita akibatnya.
Yesus sedih dengan orang-orang yang memiliki kesempatan untuk mengenal-Nya dan menerima-Nya sebagai Mesias yang dapat mengampuni dosa-dosa mereka dan memberikan damai sejahtera, tetapi mereka menolak-Nya dan berkat-berkat yang datang sebagai hasil dari pengenalan akan Dia.
2. Yesus menangisi penderitaan orang-orang yang dikasihi-Nya.
“Ketika Yesus melihat Maria menangis dan juga orang-orang Yahudi yang datang bersama-sama dia, maka masygullah hati-Nya. Ia sangat terharu dan berkata: “Di manakah dia kamu baringkan?” Jawab mereka: “Tuhan, marilah dan lihatlah!” Maka menangislah Yesus..” (Yohanes 11:33-35)
Yesus menangis ketika Ia mendekati kubur Lazarus, sahabat-Nya. Masalahnya, Yesus tahu bahwa Dia akan membangkitkan Lazarus dari kematian. Dia tidak menangis karena sedih kehilangan temannya. Kita mendapatkan petunjuk MENGAPA Yesus menangis dalam ayat 33: “Ketika Yesus melihat perempuan itu menangis dan orang-orang Yahudi yang datang bersama-sama dengan Dia juga menangis, maka tergeraklah hati-Nya dan menjadi sangat sedih.”
Yesus menangis bukan karena kehilangan-NYA, tetapi karena penderitaan ORANG LAIN. Apa yang membuat Yesus sedih? Ketika Dia melihat orang-orang yang Dia kasihi bergumul dengan kesulitan hidup.
Yesus mengasihi Anda (Yohanes 15:9). Ketika Anda menderita dan bergumul dalam hidup ini, hal itu membuat Yesus sedih. Dia ingin memberikan kedamaian dan pengharapan serta menolong Anda melalui pergumulan hidup ini, jika saja Anda dapat menerima Dia sebagai Raja dan Mesias seperti yang gagal dilakukan oleh Yerusalem.
3. Yesus menangis ketika Ia berpikir bahwa Ia akan terpisah dari Bapa-Nya.
Kita membaca dalam surat kepada umat Ibrani: “Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan.” (Ibrani 5:7).
Sebelum Yesus dibunuh di kayu salib sebagai korban untuk dosa-dosa kita, Dia sangat sedih ketika Dia berdoa di taman Getsemani (Matius 26:36-38). Selain itu, di atas kayu salib, Yesus “berseru dengan suara nyaring: “Eli, Eli, lema sabachthani?” artinya: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46).
Yesus menangis dan berseru ketika membayangkan bahwa Ia akan dipisahkan dari Bapa-Nya. Dia telah menghabiskan seluruh kekekalan menuju ke titik ini, dan seluruh kehidupan-Nya di bumi, berada dalam kesatuan penuh dengan keilahian, dan sekarang, saat Dia menanggung dosa-dosa dunia, Dia tidak tahan membayangkan ditinggalkan oleh Bapa-Nya.
Apakah kita juga merasa khawatir dan cemas ketika membayangkan bahwa kita akan terpisah dari hubungan dengan Allah? Apakah terpisah dari Bapa kita di surga membuat kita menangis seperti yang dialami Yesus?
Ada tiga hal yang dapat kita ambil dari apa yang membuat Yesus menangis:
Pertama, kita harus memahami bahwa ketika kita menolak Yesus dan damai sejahtera-Nya yang memberikan kehidupan, kita mendukakan Dia. Dia ingin kita menerima Dia sebagai Juruselamat kita dan tunduk pada otoritas dan kuasa penyelamatan-Nya.
Kedua, kita harus ingat bahwa ketika kita menderita dan bergumul dalam hidup, Yesus tahu, dan Yesus sedih dan prihatin dengan kesulitan kita. Hal ini seharusnya membuat kita ingin mengenal Yesus dan mengasihi-Nya sebagai balasannya karena Dia sangat peduli kepada kita. “Kita mengasihi, karena Ia telah lebih dahulu mengasihi kita” (1 Yohanes 4:19).
Ketiga, sama seperti Yesus yang menangis karena memikirkan keterpisahan-Nya dengan Bapa, kita pun seharusnya merasa sedih jika kita tahu bahwa kita tidak memiliki hubungan dengan Allah melalui Yesus. Jika Anda tidak memiliki hubungan dengan Yesus untuk diampuni dosa-dosa Anda, dan Anda belum bertobat dan dibaptis untuk pengampunan dosa-dosa Anda (Kisah Para Rasul 2:38), maka hal itu seharusnya membuat Anda sedih.
Ingatlah, Yesus sedih ketika Anda menolak Dia dan keselamatan-Nya, dan Dia sedih dengan penderitaan Anda dalam hidup ini. Oleh karena itu, hal ini seharusnya membuat kita ingin mencari hubungan dengan Tuhan melalui Dia.
PJ-SDB