Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XXXI/C
Rm. 13:8-10
Mzm. 112:1-2,4-5,9
Luk. 14:25-33
Lectio:
Pada suatu ketika orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. Sambil berpaling Ia berkata kepada mereka: “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu? Supaya jikalau ia sudah meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya, jangan-jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia, sambil berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikannya. Atau, raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang? Jikalau tidak, ia akan mengirim utusan selama musuh itu masih jauh untuk menanyakan syarat-syarat perdamaian. Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku. Demikianlah Sabda Tuhan. Terpujilah Kristus.
Renungan:
Komitmen Untuk Semakin Mengasihi
Penginjil Lukas mengisahkan bahwa Tuhan Yesus meninggalkan Galilea untuk menuju ke Yerusalem kota damai dan Ia tidak kembali lagi ke Galilea saat awal Ia menghadirkan Kerajaan Allah. Di Yerusalemlah Ia menyelesaikan sampai tuntas perutusan yang diberikan Bapa kepada-Nya dengan menderita, wafat, bangkit dan naik ke Surga dengan mulia untuk menyelamatkan umat manusia. Penginjil Lukas bersaksi: “Ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke Surga, Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem” (Luk 9:51). Dia memulai perjalanan dan dalam perjalanan-Nya itu, Ia juga mengetahui bahwa Ia akan mengalami Paskah di Yerusalem. Sebelumnya, Ia juga mengalami penolakan dalam perjalanan-Nya di desa-desa di Samaria, namun Ia tetap berjalan, maju dengan sebuah komitmen kasih kepada Bapa dan demi menyelamatkan manusia. Hal ini juga yang memotivasi banyak orang untuk sadar atau tidak sadar berduyun-duyun mengikuti-Nya dari dekat (Luk 14:25).
Berjalan berduyun-duyun mengikuti jejak Kristus memang indah. Ada daya tarik tersendiri yakni mengalami mukjizat-mukjizat dan mendengar perkataan Yesus yang penuh kuasa dan wibawa. Namun demikian Tuhan Yesus memiliki cara untuk mengedukasi orang kebanyakan atau pada saat ini kita sebut sebagai masyarakat massa untuk menyadari perjalanan mengikuti Yesus itu. Ada dua hal penting yang Yesus tekankan dalam proses mengedukasi mereka yang berduyun-duyun mengikuti-Nya dari dekat ini: Pertama, setiap pengikuti Kristus yakni anda dan saya harus memiliki skala prioritas dalam mengasihi Tuhan dan sesama. Hal pertama adalah menyangkut hukum kasih yakni mengasihi Tuhan lebih dari segalanya, penuh dengan totalitas dan mengasihi sesama seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Tuhan Yesus menggunakan kata ‘membenci’. Kita tidak membenci bapa, ibu, isteri, anak-anak dan nyawanya sendiri tidak dapat menjadi murid-Nya. Tuhan tidak mengajar kita untuk membenci mereka yang ada bersama kita tetapi prioritas pertama adalah mengasihi Tuhan yang menciptakan dan menyelamatkan kita dan kedua mengasihi sesama yang ada bersama kita. Untuk dapat menggenapinya perlu sikap bathin yakni siap untuk memanggul salib dan selalu memandang dan mengikuti Yesus. Memanggul salib artinya kita selalu siap untuk menerima dan menanggung kesulitan hidup untuk membahagiakan sesama.
Kedua, Tuhan Yesus mengingatkan kita bahwa untuk mengasihi-Nya secara mutlak, kita perlu memiliki strategi dan perencanaan yang matang seperti seorang yang hendak membangun menara atau seorang raja yang hendak berperang. Planning mentality untuk memperoleh keselamatan dalam mengikuti Yesus benar-benar membutuhkan komiten dan tanggung jawab pribadi yang matang. Hanya dengan kemampuan diri untuk melepaskan segala sesuatu yang menghalangi kita untuk berkomitmen dalam kasih kepada Tuhan maka kita pun hanya bisa berduyun-duyun mengikuti Yesus tetapi tidak mengerti apa yang sedang kita lakukan itu. Apakah kita memang hanya mau berduyun-duyun saja? Ingatlah perkataan Tuhan Yesus ini: “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Mat 5:11-12). Silakan menjawabnya sendiri dengan jujur di hadapan Tuhan.
Doa: Tuhan, kami juga sedang berduyun-duyun mengikuti Engkau namun banyak kali kami tidak memiliki komitmen kasih karena masih mementingkan diri kami sendiri. Ampunilah kami ya Tuhan. Amen.
P. John Laba, SDB