Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XXXI/C
Rm. 14:7-12
Mzm. 27:1,4,13-14
Luk. 15:1-10
Selamanya bersama Yesus
Adalah Yohanes Cagliero. Beliau adalah salah seorang pemuda yang dipilih oleh Don Bosco untuk menjadi Salesian pertama, Misionaris pertama, Uskup dan Kardinal Salesian yang pertama. Boleh dikatakan bahwa beliau memang istimewa dan menjadi salah satu nama terdepat di dalam Sejarah Serikat Salesian Don Bosco (SDB). Kata-kata Yohanes Cagliero hadapan Don Bosco sendiri di Valdocco masih bergema, ketika Don Bosco mengusulkan kepadanya untuk tinggal bersamanya dan mendirikan sebuah kongregasi yang kita kenal saat ini yakni Serikat Santu Fransiskus dari Sales atau Serikat Salesian Don Bosco (SDB). Cagliero, sempat merenung sambil berjalan bolak-balik tanpa tahu harus berkata apa kepada Dn Bosco untuk menjawabi ajakannya ini. Setelah memikirkannya dengan matang, Cagliero mengucapkan sebuah kalimat istimewa ini: ‘Biarawan atau bukan Biarawan, saya akan tetap tingal bersama Don Bosco’. Kami para Salesian tetap mengingat perkataannya ini dan memotivasi diri kami untuk tetapi tinggal dan setia sebagai seorang Salesian sampai saat ini.
Perkataan Don Cagliero ini membuka wawasan saya hari ini untuk merenung tentang tinggal selamanya bersama Tuhan. Saya tertarik dengan pengalaman iman santu Paulus ketika menulis kepada jemaat di Roma. Ia mengingatkan kita untuk menjadi pribadi yang setia selamanya bersama Tuhan. Menurut santu Paulus: “Tidak ada seorangpun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorangpun yang mati untuk dirinya sendiri. Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan” (Rm 14:7-8). Perkataan santu Paulus ini tentu sangat membuat kita semakin berusaha supaya menjadi pengikut Kristus yang setia dan tulus. Dia menulis surat kepada jemaat di Roma, bukan pada saat dia sedang bersenang-senang tetapi pada saat dia sedang menderita sebagai tahanan karena iman dan kasihnya kepada Kristus.
Perkataan Santu Paulus ini bukanlah merupakan kata-kata kosong atau sekedar ‘omon-omon’ saja. Perkataannya ini adalah cerminan dari kehidupan Kristus sendiri. Tuhan Yesus Kristus juga rela menderita, wafat dan bangkit demi keselamatan manusia. Sebab itu layaklah Dia menjadi Tuhan atas segalanya, baik bagi orang hidup maupun orang mati. Dialah yang memiliki kuasa bagi anda dan saya yang masih berziarah di dunia ini, dan tentu saja bagi sanak keluarga yang sudah beralih dari dunia ini.
Menjadi pertanyaan bagi kita adalah, apa yang harus kita lakukan untuk tinggal selamanya bersama Tuhan?
Bacan Injil pada hari ini (Lukas 15:1-10), sangat menginspirasi kita. Penginjil Lukas melihat sosok Tuhan Yesus yang secara aktif dan dengan penuh sukacita mencari mereka yang hilang, dan merayakan kembalinya mereka dengan sukacita yang besar. Perumpamaan tentang domba yang hilang dan dirham yang hilang menggambarkan hal ini dengan menunjukkan bagaimana pemiliknya terus-menerus mencari hingga mereka ditemukan, dan kemudian merayakannya dengan sukacita yang besar. Tuhan mau mengedukasi kita untuk menjadi gembala yang baik yang setia dan tulus bertobat, lalu keluar dari di kita sendiri untuk mencari, menemukan dan ikut menyelamatkan atau membawa sukacita bagi sesama kita masa kini.
Ada beberapa poin penting dalam perikop Injil pada hari ini untuk kita renungkan bersama:
Pertama, Belas kasih Allah terhadap mereka yang hilang. Kedua perumpamaan dari Tuhan ini menunjukkan betapa belas kasih Allah yang mendalam terhadap setiap pribadi, terutama mereka yang dianggap sebagai orang terpinggirkan atau kaum pendosa oleh para pemimpin agama pada masa itu.
Kedua, tekun dan setia mencari sampai menemukan mereka yang hilang. Sama seperti seorang gembala yang meninggalkan sembilan puluh sembilan domba untuk mencari satu domba yang hilang dan seorang wanita menyalakan pelita untuk menyapu rumahnya demi mencari satu dirham yang hilang, Tuhan Allah sendiri tidak akan berhenti mencari hingga menemukan mereka yang hilang. Tuhan tidak pernah mengeluh lelah, tetapi Dia menghendaki supaya kita selamanya bersama Dia.
Ketiga, sebuah kebahagiaan di surga. Kebahagiaan yang intens saat domba dan dirham yang hilang ditemukan kembali mencerminkan kebahagiaan di surga atas seorang pendosa yang bertobat dan kembali kepada Allah.
Keempat, panggilan bagi kita untuk bertindak. Kedua perumpamaan ini menantang para pemimpin agama (dan kita yang mendengar Sabda Tuhan saat ini) untuk ikut merasakan kebahagiaan Allah dan secara aktif mencari serta menyambut mereka yang hilang. Kita tidak punya kuasa untuk mengucilkan sesama kita. Biarkanlah mereka juga tinggal selamanya bersama Tuhan karena kita bukanlah orang yang sempurna. Hanya Tuhan saja yang sempurna yang membuka pintu-Nya yang sempit supaya kita masuk dan tinggal bersama-Nya.
P. John Laba, SDB