Hari Jumat, Pekan Biasa ke-XXXI/C
Rm. 15:14-21
Mzm. 98:1,2-3ab,3cd-4
Luk. 16:1-8
Pelayan bukan sekedar Pelayanan
Adalah St. Theresia dari Kalkuta. Orang kudus modern ini pernah berkata: “Buah keheningan adalah doa. Buah doa adalah iman. Buah iman adalah cinta. Buah cinta adalah pelayanan. Buah pelayanan adalah damai.” Mari kita coba untuk fokus saja pada perkataan ‘pelayanan’. Dikatakan bahwa buah doa adalah pelayanan dan buah pelayanan adalah damai. Pertanyaannya adalah apakah kita tahu berdoa? Atau mengikuti perkataan santu Yakobus dalam yang menulis di dalam suratnya: “Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu” (Yak 4:3). Ketika kita berdoa dan seakan memaksa Tuhan maka tidak akan ada cinta yang membuahkan pelayanan. Dengan demikian tidak akan menghasilkan kedamaian dalam hati. Mungkin juga sambil berdoa kita mengumpat sesama yang lain dan kita menjadi sombong secara rohani. Akibatnya kita tidak memiliki kedamaian di dalam hati.
Pada hari Jumat pertama ini, santu Paulus mengingatkan kita untuk sadar diri, bahwa bukan hanya kita dapat menepuk dada dan bersembunyi di belakang kata ‘pelayanan’ saja tetapi kita sendiri tidak menjadi pelayan sejati. Santu Paulus berkata: “Aku boleh menjadi pelayan Kristus Yesus bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi dalam pelayanan pemberitaan Injil Allah, supaya bangsa-bangsa bukan Yahudi dapat diterima oleh Allah sebagai persembahan yang berkenan kepada-Nya, yang disucikan oleh Roh Kudus. Jadi dalam Kristus aku boleh bermegah tentang pelayananku bagi Allah”. (Rm 15:16-17).
Santu Paulus dalam perikop kita di bacaan pertama ini menegaskan bahwa ia mewartakan Injil kepada bangsa-bangsa non-Yahudi dan dorongannya bagi orang Kristen untuk saling mendukung dalam pelayanan ini. Ia mengungkapkan keyakinannya akan kemampuan orang-orang beriman di Roma untuk saling mengajar dan menjelaskan panggilannya untuk memberitakan Injil kepada mereka yang belum pernah mendengarnya sebelumnya, dengan tujuan menyebarkan berita sukacita ke seluruh dunia. Ia ingin menjadi pelayan bagi bangsa non-Yahudi, memperkenalkan mereka kepada Allah. Santu Paulus menjadi pelayan bukan hanya sekedar melakukan pelayanan.
Di dalam Gereja ada begitu banyak kelompok kategorial. Ini menandakan bahwa Gereja sungguh hidup. Ada orang yang mengatasnamakan ‘pelayanan’ dan selalu hadir di Gereja sampai lupa memperhatikan keluarganya sendiri. Ada anak-anak yang terlibat narkoba karena kurang perhatian dari orang tua yang aktif dalam pelayanan. Ada juga yang pernah aktif dalam pelayanan namun kini memilih untuk menjadi pasig seribu persen karena luka bathin atau tidak sempat mendapat jempol dari gembala atau koordinatornya. Hal ini menunjukkan bahwa orang hanya berbicara tentang pelayanan tetapi pribadinya bukan sosok seorang pelayan. Tuhan Yesus tidak pernah berkata tentang pelayanan tetapi Dia menunjukkan diri-Nya sebagai seorang pelayan. Ia sendiri dengann tegas berkata: “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Mat 20:28).
Tuhan Yesus di dalam bacaan Injil hari ini mengingatkan kita semua untuk menjadi bijak dan cerdik menuju keselamatan abadi. Kita diharapkan menggunakan berbagai sumber daya duniawi dengan hikmat dan cerdik untuk tujuan rohani yang kekal. Ia menggunakan perumpamaan tentang seorang bendahara yang tidak jujur yang dengan cerdik mengurangi utang demi mendapatkan perkenanan untuk masa depannya. Perumpamaan ini diajarkan Tuhan Yesus kepada kita bahwa kita harus sama-sama berhati-hati dalam menggunakan sumber daya yang diberikan Allah kepada kita berupa uang, waktu dan talenta untuk membangun hubungan di dalam kerajaan Allah, yang akan menghasilkan kebahagiaan kekal.
Dalam menjalani hidup sebagai pelayan, kita sadar diri untuk menggunakan kekayaan dengan tujuan kekekalan. Artinya bahwa “kekayaan yang tidak diperoleh dengan benar” di dunia ini seharusnya digunakan untuk “memperoleh teman” di surga dengan bersikap murah hati dan melayani orang lain, sehingga ketika kita meninggal, kita akan disambut di tempat tinggal yang kekal. Ini adalah sebuah kebijaksanaan yang sederhana sebagai pelayan.
Saya menutuup homily hari ini dengan mnegutip perkataan dari Marti Luther King, sang pejuang hak asasi manusia di Amerika tempo doeloe: “Tidak semua orang bisa menjadi terkenal namun semua orang bisa menjadi hebat, karena kehebatan ditentukan oleh pelayanan”. Orang hebat karena menjadi pelayan bukan sekedar pelayanan.
P. John Laba, SDB