Homili Hari Minggu Adven I/A – 2025

Hari Minggu Adven I/A
Yes. 2:1-5
Mzm. 122:1-2,4-5,6-7,8-9
Rm. 13:11-14a
Mat. 24:37-44

Harapan untuk bermawas diri

Kita semua mengenal istilah mawas diri. Mawas diri merupakan sebuah sikap di mana kita melihat, memeriksa, dan mengoreksi diri sendiri secara jujur untuk memperbaiki kesalahan dan mengembangkan diri menjadi lebih baik dan bahagia. Istilah mawas diri juga disebut sebagai introspeksi atau refleksi diri, di mana seseorang merenungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman pribadinya untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Mawas diri dan instrospeksi diri adalah sebuah harapan di dalam hidup kita. Tentu saja hal ini sejalan dengan tema tahun Yubileum yang dimulai pada tanggal 24 Desember 2024 dan akan berakhir pada tanggal 6 Januari 2026 mendatang yakni “Peziarah Pengharapan”. Di sampin g itu kita sedang memasuki pekann pertama Adventus yang dikenal dengan pekan harapang dengan lilin ungu pertama yang dinyalakan bernama lilin nubuat para nabi karena para nabi dalam bernubuat telah memberi harapan akan kedatangan sang Mesias. Dialah Yesus Kristus, Jurus Selamat kita.

Pekan Adventus pertama sebagai sebuah pekan pengharapan sebab pengharapan tidak pernah mengecewakan (Rm 5:5). Banyak yang ber-porta sancta ria baik di dalam maun pun di luar negeri. Pertanyaannya adalah masih adakah harapan di dalam dirimu? Pertanyaan ini muncul karena situasi hidup kita yang nyata. Kita se ua tahun bahwa beberapa hari terakhir ini muncul di media sosial ‘Pray for Sumatera’ dan berbagai aksi penggalangan dana. Mata dan pikiran kita tertuju ke Sumatera. Di sana sedang terjadi bencana hidrometeorologi yang menghantam wilayah Sumatera karena diakibatkan oleh cuaca ekstrem yang dipicu oleh adanya Siklon Tropis Senyar yang terbentuk dari bibit Siklon Tropis 95B. Terdapat hujan deras ekstrem yang dipicu siklon ini menyebabkan banjir bandang di sejumlah wilayah tersebut. Banyak saudara yang kehilangan segalanya, nyawa sesama saudara di dalam keluarga dan juga hara benda yang mereka miliki. Banyak saudari dan saudara kita yang sedang mengalami kehilangan harapan karena pengalaman yang keras ini.

Kehilangan harapan memang sangat manusiawi, namun tidak dapat kita hindari. Banyak saudari dan saudara yang tidak pernah memikirkan bahwa dirinya akan mengidap penyakit tertentu yang menelan nyawanya sendiri. Berbagai kasus kekerasan, penipuan dan kehancuran dalam keluarga. Semua fenomena kehidupan yang membuat kita mudah kehilangan harapan. Maka sampai kapan kita tetap bertahan dalam pengalaman kehilangan harapan?

Masa Adven yang kita mulai hari ini mengajak kita untuk memiliki harapan, optimisme akan keselamatan dalam Yesus Kristus. Nabi Yesaya dalam bacaan pertama mengisahkan tentang visinya akan masa depan yang penuh damai universal dan tatanan tatanan baru, di mana bangsa-bangsa akan berbondong-bondong ke Yerusalem untuk belajar mengenal Allah. Tatanan dunia baru yang penuh harapan itu ditunjukkan dengan hal praktis seperti senjata perang akan diubah menjadi alat-alat pertanian. Ini adalah pesan harapan dan panggilan untuk hidup sesuai dengan ajaran Allah, menjanjikan bahwa konflik akan berhenti, dan manusia akan belajar dari Allah untuk berjalan di jalan Tuhan.

Santu Paulus dalam bacaan kedua mengingatkan jemaat di Roma dengan pesan yang aktual hingga saat ini. Bagi santu Paulus, kita perlu sadar diri akan hidup dengan urgensi rohani dan integritas karena kedatangan Kristus sudah dekat. Ia mendorong kaum beriman di Roma saat itu untuk “bangun” dari tidur rohani, meninggalkan perilaku dosa (“perbuatan kegelapan”), dan “mengenakan Tuhan Yesus Kristus” dengan hidup dalam kekudusan dan terang. Ini berarti kita berusaha untuk meninggalkan kemaksiatan, keserakahan, dan sebaliknya kita hidup dengan integritas dan kasih.

Penginjil Matius dalam bacaan Injil hari Minggu ini bersaksi bahwa ajaran Tuhan Yesus tentang kedatangan-Nya yang kedua akan tiba-tiba seperti pada zaman Nuh dengan air bah yang menakutkan. Atau tuan rumah yang menjaga rumahnya dari ancaman pencuri. Tentu saja semua ini menekankan tentang perlunya berjaga-jaga dan siap sedia karena kedatangan-Nya akan terjadi pada waktu yang tidak terduga. Bagi Tuhan Yesus, dengan membandingkan saat itu dengan zaman Nuh, ketika orang-orang tidak menyadari datangnya air bah dan mereka akan dibawa untuk dihakimi dan yang lain ditinggalkan maka kita selalu siap sedia dan berjaga-jaga. Harapan baru adalah setiap pribadi harus mawas diri, mampu mengintrospeksi diri supaya layak menanti dan berjumpa dengan Yesus.

Mawas diri juga mengandaikan pertobatan radikal dalam hidup kita. Kita berani untuk meninggalkan hidup lama menjadi hidup baru yang penuh harapan. Tatanan dunia baru yang dikehendaki Tuhan perlu dan haruslah kita bangun bersama. Pesan Tuhan Yesus: “Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari man Tuhanmu datang… Hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga” (Mat 24:42. 44). Mari kita mengisi pekan pertama dengan bermawas diri. Jangan memberi kesempatan untuk menghancurkan tatanan dunia yang baru yang penuh harapan akan kebaikan. Selamat memasuki masa Adventus. Santu Andreas, doakanlah kami. Amen.

P. John Laba, SDB