Homili 2 Desember 2025

Hari Selasa Pekan I Adven
Yes 11:1-10
Mzm 72:2.7-8.12-13.17
Luk 10:21-24

Bersyukur dalam kesederhanaan

Masa Adventus, sebuah masa penuh harapan akan hidup baru. Sebuah masa di mana kita mencoba untuk melihat kembali hidup kita sebelumnya, sekarang dan menuju ke masa depan yang lebih baik. Pengharapan karena ada sukacita dalam Roh Kudus.

Kita mengawali masa Adventus ini dengan pengalaman manusiawi yang sangat menyedihkan. Hujan dan badai, banjir bandang yang menerpa banyak tempat di mana saudara dan saudari berada. Banyak di antara mereka kehilangan saudari-saudara, sanak keluarga dan rumah tinggal yang merupakan kebutuhan pokok mereka. Tenda-tenda darurat dibangun sementara sebagai tempat tinggal mereka. Wajah para orang tua dan orang dewasa menunjukkan rasa sedih karena kehilangan demi kehilangan. Anak-anak kecil, ada yang mengalami kesedihan, ada pula yang merasakan sukacita tersendiri karena mereka berkumpul dengan teman sebaya. Mereka bermain air, mengotori badannya dengan lumpur. Mereka belum memikirkan apa arti pengalaman yang keras itu. Seorang pegiat kemansiaan bersaksi: “Saya menjumpai begitu banyak orang yang menderita di tempat pengungsian, namun saya juga masih mendengar suara-suara yang bersyukur dalam kesederhanaan. Setiap kali mereka menerima dan makan sebungkus indomie, mereka masih membuat tanda salib. Padahal mereka sedang menderita salib kehidupan sementara di dunia ini”.

Tuhan Yesus yang sedang kita nantikan juga pernah merasakan pengalaman yang keras. Misalnya saja, ia lahir dalam kesederhanaan di Bethlehem. Ia menjadi pengungsi di negeri asing yakni Mesir. Seluruh hidupnya dihiasi dengan kesederhanaan. Santu Paulus mengekspresikannya begini: “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp 2:5-11).

Himne Kristologis dalam tulisan santu Paulus ini, ditunjukkan secara jelas oleh Tuhan Yesus sendiri menurut penginjil Lukas. Santu Lukas melukiskan kehidupan Yesus sendiri dengan mengatakan bahwa Tuhan Yesus bergembira dalam Roh Kudus. Dalam suasana bergembira dalam Roh Kudus ia, Tuhan Yesus berakata: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu.
Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak ada seorangpun yang tahu siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakan hal itu.” (Luk 10:21-22).

Perikop Lukas 10:21-24 ini hendak menegaskan kepada kita bahwa keselamatan adalah anugerah dari Allah yang diwahyukan kepada orang-orang yang rendah hati dan polos, bukan kepada orang-orang yang bijaksana dan sombong. Tuhan Yesus sendiri bersukacita karena Allah telah mempercayakan-Nya dengan kuasa untuk mengungkapkan Bapa kepada mereka yang bersedia menerima pesan itu dengan kerendahan hati, suatu berkat yang tidak pernah dialami oleh banyak nabi dan raja. Perikop ini juga menekankan bahwa pengetahuan datang melalui anugerah Allah dan mewahyukan diri Kristus, bukan melalui kebijaksanaan atau prestasi manusia.

Beberapa nilai penting yang dapat kita ambil dari pesan Injil hari ini:

Pertama, Kebenaran rohani diungkapkan kepada orang-orang yang rendah hati. Tuhan Yesus bersyukur bahwa Allah Bapa telah “menyembunyikan hal-hal ini dari orang-orang bijak dan pandai, dan mengungkapkannya kepada anak-anak kecil” (Lukas 10:21). Hal ini menyoroti bahwa pemahaman akan rencana Allah bukanlah hasil dari keunggulan intelektual, melainkan dari kerendahan hati dan keterbukaan.

Kedua, Murid-murid Yesus diberkati untuk melihat dan mendengar dengan mata dan telinga Yesus. Tuhan Yesus memberitahu murid-murid-Nya bahwa mereka diberkati karena mata dan telinga mereka mengalami apa yang banyak nabi dan raja rindukan untuk melihat dan mendengar, tetapi tidak bisa. Ini adalah anugerah dari Allah, tanda kasih karunia ilahi.

Ketiga, Kristus adalah satu-satunya yang mengungkapkan Allah. Yesus menyatakan bahwa segala sesuatu telah dipercayakan kepada-Nya oleh Bapa-Nya dan bahwa hanya Anak yang mengenal Bapa dan dapat mengungkapkan-Nya kepada orang lain. Hal ini menekankan bahwa mengenal Allah hanya mungkin melalui pengungkapan Kristus dan kehendak Bapa.

Keempat, Kebijaksanaan sejati berasal dari iman yang seperti anak kecil. Perikop ini mendorong sikap iman yang seperti anak kecil, yaitu iman yang bergantung dan percaya pada kuasa Allah daripada kepercayaan diri. Pemahaman ini seharusnya membawa kepada rasa syukur yang mendalam dan penyembahan.

Tuhan Yesus adalah pribadi yang sederhana yang mengajarkan kesederhanaan kepada kita. Mari kita berusaha untuk memiliki harapan akan hidup baru dalam Tuhan. Roh Kudus menguatkan kita dalam menantikan kedaangan Yesus Kristus, Anak Allah. Mari kita bersyukur dalam kesederhanaan hidup kita dan berempati dengan sesama yang menderita.

P. John Laba, SDB