Dikisahkan di dalam bacaan pertama bahwa ketika jemaat di Jerusalem bertambah banyak maka muncul juga penganiayaan terhadap para rasul dan jemaat. Herodes menyuruh membunuh Yakobus, Uskup Yerusalem. Setelah Yakobus dibunuh, giliran Petrus ditangkap dan dipenjarakan dengan penjagaan yang ketat. Ada 4 regu yang menjaganya. Pada saat yang sulit ini, jemaat berdoa dengan tekun kepada Allah untuk keselamatan Petrus. Petrus dibelenggu dengan dua rantai dengan pengawalan ketat, tetapi secara misterius dibebaskan oleh Malaikat Tuhan. Petrus lepas dari belenggu, keluar dengan bebas dari penjara. Peristiwa menakjubkan ini membuat Petrus dengan nada syukur berkata: “Sekarang benar-benar tahulah aku bahwa Tuhan menyuruh malaikatNya dan menyelamatkan aku dari tangan Herodes dan dari segala sesuatu yang diharapkan orang Yahudi.”
Petrus sebagai pemimpin dengan kuasa ilahi yang ia miliki dari Tuhan mendapat dukungan dari jemaat. Mereka mendoakannya kepada Allah dan Allah melakukan karya besar dengan melepaskannya dari segala belenggu dan penderitaan di penjara. Petrus tidak melakukan kehendaknya tetapi kehendak Tuhan yang ia emban sebagai wadas, pemegang kunci dan kuasa melepaskan segala sesuatu.
Santo Paulus dikenal dengan masa lalunya sebagai Saulus yang kejam. Tetapi pengalaman iman dalam perjalanan ke Damsik mengubah Paulus. Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Paulus menulis: “Dari Paulus, hamba Kristus Yesus, yang dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah. Injil itu telah dijanjikanNya sebelumnya dengan perantaraan nabi-nabiNya dalam Kitab Suci…kepada kamu sekalian yang tinggal di Roma yang dikasihi Allah, yang dipanggil dan dijadikan orang-orang kudus: Kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus.” (Rom 1:1-2.7).
Panggilan untuk mewartakan Injil kepada bangsa-bangsa membuat Paulus berani untuk memberikan dirinya bagi Yesus Kristus. Ia melakukan perjalanan misionernya, mengalami banyak penderitaan, dipenjarakan, dianiaya. Semuanya itu membuat Paulus merasa bahwa bukan dia yang hidup melainkan Kristuslah yang hidup di dalam dia (Gal 2:20). Ia sendiri dengan tegas mengatakan, “Celakalah aku kalau tidak mewartakan Injil” (1Kor 9:16). Apa yang terjadi setelah mewartakan Injil? Dalam suratnya yang kedua kepada Timotius, Paulus menulis, “Saudaraku terkasih, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan, dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri pertandingan dengan baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman” (2 Tim 4:6-7). Ini benar-benar sebuah refleksi yang sangat mendalam dari pengalamannya sendiri.
Sabda Tuhan pada hari ini menghadirkan figur penting Petrus dan Paulus. Petrus mewakili hirarki di dalam Gereja, Paulus mewakili para misionaris Gereja. Hirarki dan misionari menyatu dalam semangat untuk melayani Tuhan hingga menumpahkan darah, mengikuti Kristus sang martir agung. Kita semua hari ini diajak untuk tekun dalam panggilan terutama dalam mewartakan Injil dengan hidup sebagai pengikut Kristus yang baik. Gereja sedang mengangkat kembali semangat Evangelisasi Baru. Petrus dan Paulus dapat menjadi inspirator kita.