Saling Menghibur dalam Tuhan
Beberapa hari yang lalu, komunitas kami dikagetkan dengan perilaku anjing piaraan. Ada seekor anjing tipe Pitbull, berbadan besar dinamai nemo yang selalu dikandangkan dan anjing yang lain tidak dikandangkan, namanya bosci. Bosci memiliki dua teman. Pagi itu saya menyuruh frater yang bertanggung jawab terhadap hewan-hewan untuk melepaskan nemo biar menjadi jinak. Ia sangat senang bisa berlari kesana kemari. Ketika anjing yang lain melihatnya mereka mungkin merasa aneh dengan nemo. Si bosci yang merasa diri lebih memiliki rumah karena dibiarkan bebas, mendekati nemo dan reaksi nemo adalah menggigit bosci hingga sekarat. Bosci menderita luka parah di rahang bawa dan harus menyepi di kandang yang lain. Pada sore harinya saya melepaskan bosci dari kandangnya.
Dua anjing yang selalu bersama bosci menghampirinya, dengan menggoyang ekor, mereka menjilat luka-lukanya. Mereka mengajaknya berjalan, bermain dan bosci mencoba berlari meski darah di lehernya masih menetes. Selama beberapa hari terakhir ini, bosci sudah mulai pulih, dapat menggonggong dan menggoyang ekornya sebagai tanda menyalami penghuni rumah yang dijaganya selama ini.
Mengamati perilaku ketiga anjing peliharaan yang siang dan malam menjaga komunitas di luar pagar, saya membayangkan bagaimana perilaku anjing ini boleh menjadi pembelajaran yang berharga bagi setiap animal rationale atau manusia. Mereka memang tidak memiliki akal budi dan hati nurani seperti kita tetapi perilaku mereka kelihatan positif. Bosci yang tadinya sekarat, lukanya dijilati, diajak bermain dengan gonggongan khas, berlari bersama di halaman. Pada akhirnya bosci dapat pulih dari luka gigitan nemo.
Pada hari ini kita mendengar bacaan pertama dari tulisan santo Paulus yang kedua kepada jemaat di Korintus. Pertama-tama Paulus merasa bersyukur karena kehendak Allah maka ia juga menjadi rasul Kristus di Korintus. Kesadaran menjadi rasul karena kehendak Tuhan Yesus ini penting karena nantinya semua yang ia lakukan adalah demi kemuliaan Tuhan Yesus Kristus. Setelah menjelaskan tentang kehendak Allah di dalam dirinya, Paulus juga menyeruhkan kepada jemaat di Korintus bahwa kasih karunia, dan damai sejahtera dari Allah Tritunggal menyertai mereka semua. Konsekuensinya adalah mereka harus hidup dalam kasih karunia dan damai Tuhan.
Menjadi rasul untuk mewartakan Injil ternyata tidaklah mudah. Yesus sendiri dalam bagian terakhir bacaan Injil hari ini mengatakan: “Berbahagialah kalian, jika demi Aku, kamu dicela dan dianiaya, dan kepadamu difitnahkan yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, sebab besarlah ganjaranmu di surga, sebab para nabi sebelum kalian pun telah dianiaya” (Mat 5: 11-12). Paulus mengalaminya dalam tugas misionernya. Ketika mengalami penderitaan dan penolakan, ia bersandar pada Allah Tritunggal Mahakudus sebagai sumber penghiburan. Bagi Paulus, Allah sendiri menghibur mereka maka mereka pun menghibur sesama yang menderita. Dengan menderita maka jemaat akan mendapat penghiburan dan kebahagiaan. Mengapa terjadi demikian? Karena Paulus merasa bahwa jemaat Korintus juga sungguh bersatu dengannya dalam penderitaan.
Saling menghibur, saling meneguhkan itu hal terbaik yang dapat dilakukan terhadap sesama. Banyak kali kita hanya berbangga dan memuji saudara-saudari ketika mereka berhasil dalam hidupnya. Kekurangan kita adalah sulit mengapresiasi keberhasilan dan pelayanan mereka dan apabila mereka jatuh maka sulit untuk membantu mereka bangkit kembali ke dalam hidup yang normal.Paulus mengajar kita cara yang berbeda. Kita harus menyerupai Kristus yang rela memikul salib supaya seluruh umat manusia menikmati keselamatan. Paulus dan Timotius menderita sehingga ada penghiburan bagi jemaat di Korintus. Apakah para orang tua dengan penderitaannya dapat menjadi penghiburan bagi anak-anak? Apakah anak-anak juga menjadi penghiburan bagi orang tua mereka? Ketika kita menderita, berkurban hendaknya ada kesadaran bahwa semua itu sifatnya menghibur dan membahagiakan sesama.
Penghiburan di mata Yesus adalah kebahagiaan. Diri Yesus adalah kebahagiaan itu sendiri. Dia meskipun Anak Allah tetapi rela menjadi miskin, menderita dan dianiaya. Kata berbahagialah dalam bahasa Yahudi disebut ‘ashrê, dalam bahasa Yunani, makários. Yesus duduk dan mengajar para muridNya untuk mengalami kebahagiaan dan mereka boleh disebut bahagia (beato). Mereka yang patut mendapat kebahagiaan adalah: orang miskin, berdukacita, lemah lembut, lapar dan haus akan kebenaran, murah hati, suci hati, membawa damai dan dianiaya. Setiap orang yang mengalami hal-hal ini, diberikan ganjaran yang luhur. Orang miskin misalnya diberikan Kerajaan Surga.
Mereka yang berduka akan dihibur. Mereka yang lemah lembut memiliki bumi. Mereka yang lapar dan haus akan kebenaran dipuaskan. Mereka yang murah hati akan beroleh kemurahan. Mereka yang suci hati akan melihat Allah. Mereka yang membawa damai akan disebut Anak Allah. Mereka yang dianiaya memiliki Kerajaan Surga. Semua ini adalah janji Tuhan Yesus yang akan dipenuhiNya di dalam diri setiap orang.
Menurut Katekismus Gereja Katolik, “Sabda bahagia mencerminkan wajah Yesus Kristus dan cinta kasih-Nya. Mereka menunjukkan panggilan umat beriman, diikutsertakan di dalam sengsara dan kebangkitan-Nya; mereka menampilkan perbuatan dan sikap yang mewarnai kehidupan Kristen; mereka merupakan janji-janji yang tidak disangka-sangka, yang meneguhkan harapan di dalam kesulitan; mereka menyatakan berkat dan ganjaran, yang murid-murid sudah miliki secara rahasia; mereka sudah dinyatakan dalam kehidupan Perawan Maria dan semua orang kudus” (KGK, 1717).
Nah, Sabda bahagia yang kita dengar dalam bacaan Injil Matius hari ini menggambarkan realitas kehidupan para pengikut Kristus saat itu di sekitar Danau Galilea. Kelihatan bahwa Sabda Bahagia ini mendeskripsikan kehidupan nyata para murid Yesus saat itu. Artinya Sabda Bahagia ini bukan mengatakan kiat atau jalan untuk menjadi bahagia di dunia, tetapi benar-benar pengalaman konkret orang-orang seperti digambarkan Yesus. Maka setelah mendengar Sabda Bahagia, diharapkan para murid, juga kita saat ini, menggunakannya di dalam hidup kita sebagai pedoman untuk mencapai kebahagiaan kekal.
Lebih dalam lagi, Sabda bahagia ini kita baca dan renungkan dalam konteks kehidupan pribadi Yesus yang akan menebus kita dan bagaimana kita akan diadili berdasarkan perbuatan kasih yang kita lakukan (Mat 25:31-46). Yesus menghayati sendiri Sabda Bahagia dan Dia berbagi dengan kita! Semua yang kita lakukan bagi saudara yang paling kecil, kita lakukan untuk Yesus sendiri. Maka Sabda bahagia sebenarnya menjadi suatu keadaan bathin yang kita rasakan saat ini dalam prospek kehidupan kekal terutama perbuatan kasih bagi sesama yang paling kecil. Kita akan disapa bahagia karena Tuhan juga mengadili kita berdasarkan perbuatan kasih yang sudah kita lakukan bagi saudara-saudari yang hina. Nah kiranya jelas bagi kita bahwa Sabda bahagia menggambarkan hidup nyata pengikut Kristus bukan resep untuk jadi bahagia di dunia ini!
Sabda Tuhan pada hari ini mengajak kita untuk selalu berbahagia dalam setiap langka hidup. Kita perlu menderita karena akan memperoleh penghiburan dari Allah. Kita juga akan menghibur sesama yang menderita. Bukalah dirimu di hadirat Tuhan dan jadilah pembawa kebahagiaan dan penghiburan bagi sesama.
Doa: Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau menyapa kami: berbagialah. Semoga kami merasakannya di dalam hidup setiap hari. Amen