Hari Minggu Pekan Biasa X
Mzm 30:2.4.5-6.11.12a.13b
Dalam sebuah perayaan misa requiem, saya pernah bertanya kepada semua umat yang hadir: “Siapa yang tidak takut mati boleh angkat tangan?” Ternyata hanya ada satu orang yang mengangkat tangan, itu pun karena gangguan pendengaran sehingga ia tidak mendengar dengan baik. Saya sendiri tidak mengangkat tangan saya. Maka kami semua menertawakan ketakutan kami masing-masing akan kematian. Memang secara manusiawi kita pasti merasa takut untuk berjumpa dengan saudara maut. Maut sendiri merupakan saudara yang mengakhiri hidup kita, sekaligus menjadi permulaan baru yang luhur dan agung karena menjadi saat kita berada berasama Tuhan untuk selamanya. Saat yang paling dinanti-nantikan oleh setiap orang untuk bersatu dengan Tuhan Yesus yang sangat dikasihi. Dan memang, Yesus sendiri berjalan dalam lorong-lorong kehidupan kita, sama dengan ketika Ia berada di Nain dan berkata kepada sang pemuda yang meninggal: “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah! Kita sendiri selalu mengucapkan credo yang berbunyi: “Aku percaya akan kebangkitan badan dan kehidupan kekal”.
Pada hari ini penginjil Lukas melaporkan sebuah mukjizat yang dilakukan oleh Yesus. Ia melakukan perjalanan bersama para murid dan banyak orang menuju ke Nain, yang letaknya sekitar 7 km dari gunung Tabor atau sekitar 14 km sebelah selatan Nazareth. Di gerbang kota itu mereka bertemu dengan seorang pemuda yang meninggal dunia dan diusung menuju ke pemakaman. Dia adalah jenasah anak laki-laki, tunggal dan ibunya juga sudah janda. Melihat keadaan manusiawi yakni penderitaan si janda ini, Tuhan Yesus berinsiatif untuk mendekati usungan jenasah itu. Ia berkata: “Jangan menangis!” Ia mendekati usungan dan berkata: “Hai Pemuda, Aku berkata kepadamu: Bangkitlah!” Anak muda itu pun bangun, duduk dan berbicara. Yesus menyerahkannya kepada ibunya. Tanggapan dari para saksi adalah mereka takut. Ini memang pengalaman menausiwi yang kemudian berkembang menjadi “mereka memuliakan Allah” sehingga mereka berkata: “Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita!” Allah mengunjungi umatNya!” Yesus pun dikenal di seluruh Yudea dan sekitarnya.
Tuhan mengunjungi umatNya dan memberikan hidup baru kepada mereka yang meninggal dunia. Tuhan membangkitkan pemuda Nain tanpa nama ini dan ia boleh hidup dan membahagiakan ibunya. Memang anak laki-laki Yahudi memiliki peran untuk bekerja, mencari nafkah untuk keluarga. Janda itu tentu memiliki harapan kepada anaknya. Tuhan Yesus ikut merasakan penderitaan ibu janda itu maka Ia membangkitkannya. Namun ini bukan sebuah kebangkitan kekal karena ia akan mati lagi. Hanya Yesus saja, satu kali wafat dan satu kali bangkit untuk selamanya. Tuhan juga punya inisiatif untuk mengatakan “Jangan menangis”. Tuhan menghendaki kebahagiaan manusia maka Ia juga tidak akan membiarkan anak-anakNya tetap mengalami penderitaan yang berkepanjangan.
Di dalam bacaan pertama ada kemiripan kisah tentang kebangkitan. Seorang anak janda di Sarfat yang menjamu Elia jatuh sakit. Oleh karena terlalu berat sakitnya sehingga ia tidak bernapas lagi. Pada saat yang sulit ini janda itu menyadari kelemahannya sehingga ia berkata kepada Elia: “Apakah maksudmu datang kemari, ya Abdi Allah? Adakah engkau singgah kepadaku untuk mengingatkan aku akan kesalahanku dan untuk membuat anakku mati?” Elia meminta anak itu, membawanya ke kamar atas, membaringkan dan mendoakannya: “Ya Tuhan Allahku, kembalikanlah kiranya nyawa anak ini ke dalam tubuhnya”. Anak itu hidup kembali dan Elia menyerahkan kepada ibunya. Ibu itu berkata: “Sekarang aku tahu bahwa engkau abdi Allah, dan Firman Tuhan yang kauucapkan itu benar.”
Kisah kebangkitan yang kita dengar dalam bacaan Pertama dan Injil memiliki perbedaan-perbedaan tertentu. Pertama, Elia berdoa dan anak janda di Sarfaat memperoleh hidup kembali karena ibunya mengatakan persoalan hidupnya kepada Elia. Ibu itu berdoa, memohon kepada Tuhan melalui Elia supaya Tuhan melakukan karyaNya bagi anaknya. Dalam mukjizat di Nain, baik ibu maupun para pengusung tidak meminta apa-apa dari Yesus. Yesuslah yang punya inisiatif karena belaskasih kepada janda yang anaknya meninggal itu. Kedua, Elia membangkitkan anak janda di Sarfaat karena janda itu memang mengimani Allahnya Elia. Dengan tepung terigu dan minyak yang terbatas tetapi dapat memberi mereka bertahan hidup untuk waktu yang lama. Janda di Nain tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa ia percaya pada Tuhan Yesus. Semua karena Tuhan yang punya rencana dan belaskasihnya. Ketiga, janda di Sarfat sudah melayani Elia, Abdi Allah. Ia telah menampung dan memberi Elia makan. Janda di Nain tidak melakukan apa-apa. Ia hanya menangis sehingga ditegur Yesus: “Jangan menangis”. Namun kedua kisah ini mau mengatakan kebesaran Tuhan. Allah yang kita imani adalah Allah orang hidup bukan Allah orang mati. Nama Elia berarti Allah sudah menjawab dan nama Yesus artinya Allah yang menyelamatkan. Kiranya nama kedua figur ini menghadirkan Allah yang mencintai hidup manusia.
Ada satu pertayaan yang muncul yakni apa yang harus kita lakukan? Paulus di dalam bacaan kedua menginspirasikan kita bahwa di dalam hidup ini memang ada banyak persoalan yang kita alami dan kita hadapi tetapi tetaplah teguh untuk mewartakan Injil. Injil adalah khabar sukacita Allah yang boleh diwartakan kepada setiap makhluk. Bagi Paulus, Injil yang ia wartakan bukan berasal dari manusia tetapi berasal dari Yesus sendiri. Ia juga menyadari bahwa Tuhan memiliki rencana yang indah dan dipanggil sejak masih di dalam kandungan ibunya. Panggilan yang luhur baginya adalah semata-mata merupakan kasih karunia dari Allah. Pengalaman pertobatannya dan perjumpaan dengan para rasul seperti Kefas atau Petrus dan Yakobus membuatnya menjadi rasul agung. Ia bersukacita dalam penderitaannya untuk Kristus dan InjilNya.
Sabda Tuhan pada hari ini menginspirasikan kita untuk menjadi pewarta Injil atau khabar sukacita kepada banyak orang. Kita menjumpai banyak orang yang menderita kemalangan, sakit penyakit bahkan kematian. Kita patut belajar dari Yesus memiliki insiatif untuk mendekati manusia yang menderita dan melakukan belaskasihNya. Ia berkata: “Jangan menangis”. Kata-kata ini hendaknya menjadi milik kita untuk menghibur saudara-saudara kita yang mengalami penderitaan dan kemalangan. Apakah kita masih peka terhadap kehidupan saudara-saudara di sekitar kita? Apakah kita masih punya waktu untuk menghapus air mata, duka dan kecemasan saudara-saudari kita? Pandanglah Yesus dan ikutilah Dia.
Doa: Tuhan Yesus, terima kasih. Hari ini Engkau membuat kami semakin percaya bahwa Engkaulah satu-satunya kebangkitan dan hidup. Amen
PJSDB