Homili Hari Rabu Abu
Yl 2:12-18
Mzm 51:3-4.5-6a.12-13.14.17
2Kor 5:20-6:2
Mat 6:1-6.16-18
Engkau dari debu akan kembali menjadi debu
Hari ini kita memasuki masa prapaskah. Sambil menyiapkan homili Rabu Abu, saya mendengar para frater sedang latihan lagu-lagu yang akan dinyanyikan dalam perayaan Rabu Abu. Salah satu lagu yang sedang mereka nyanyikan adalah “Hanya debulah aku”. Inilah liriknya yang sederhana tetapi sangat bermakna: “Hanya debulah aku di alas kakiMu, Tuhan, hauskan titik embun: sabda penuh ampun. Tak layak aku tengadah menatap wajahMu. Namun tetap ku percaya: maha rahim Engkau. Ampun seribu ampun, hapuskan dosa-dosaku. Segunung sesal ini kuunjuk padaMu.Tak layak aku tengadah menatap wajahMu. Namun tetap ku percaya: maharahim Engkau.” Lagu ini mengingatkan kita semua pada kisah penciptaan manusia. Tuhan membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya sehingga manusia itu menjadi makhluk hidup (Kej 2:7). Ketika manusia menyalahgunakan kebebasan dan jatuh dalam dosa, Tuhan berkata: “Sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu” (Ke 3:19).
Dalam bahasa Ibrani, abu disebut ‘avaq atau ‘afar. Di dalam Kitab Suci, debu itu melambangkan kematian jasmani, tubuh tanpa roh (Kej 3:19; Ayb 10:9), jumlah yang banyak (Kej 13:16). Debu melambangkan kedukaan atau penghinaan yang membuahkan pertobatan bagi pribadi tertentu (Yos 7:6; Yes 29:4…). Ketika kita menerima debu entah ditabur di kepala atau dioles di dahi menandakan adanya kedukaan (Yos 7:6; Yes 47:1), kehinaan (1Sam 2:8). Orang harus bertobat supaya layak bagi Tuhan.
Yoel dalam bacaan pertama mengingatkan kita untuk kembali kepada Tuhan. Undangan pertobatan Yoel kepada kita berbunyi: “Kembalilah kepadaKu sekarang ini juga dengan segenap hatimu sambil berpuasa, sambil menangis dan berkabung” (Yl 2:12). Orang-orang Yahudi pada waktu itu harus berpuasa, mengenakan pakaian berkabung atau mengganti pakaian mereka dengan karung dan dilarang menyisir rambut dan mencuci muka, malah mereka harus menggosok muka dengan abu. Nah, dengan menerima abu, pada hari ini kita mau kembali kepada Tuhan dengan segenap hati. Kembali kepada Tuhan tidak ditunjukkan dengan tanda-tanda lahiria tetapi dengan tanda-tanda bathinia. Yoel berkata: “Koyakanlah hatimu, bukan pakaianmu, kembalilah kepada Yahwe, Allahmu, yang pengasih dan penyayang” (Yl 2:13). Yesus sendiri mengatakan bahwa tanda-tanda lahiria dari pertobatan bukan segalanya dan bukan hal yang penting untuk mewujudkan pertobatan. Hal terpenting adalah perubahan hati yang keras menjadi lembut (Mat 4:1; Mrk 2:20).
St.Paulus dalam bacaan kedua mengatakan kepada jemaat di Korintus: “Hendaklah Allah mendamaikan kamu. Ini kami minta dalam nama Kristus. Kristus sendiri tidak berbuat dosa tetapi Allah membuat Dia memikul dosa kita agar di dalam Dia kita dapat mendapat bagian dalam kekudusan Allah.” (2Kor 5: 21). Masa prapaskah menjadi masa di mana kita mau mewujudkan perdamaan dalam bathin, dengan sesama dan Tuhan. Kita mau mewujudkan persaudaraan sejati. Ini semua mengarahkan kita kepada kekudusan. Bagaimana mencapai kekudusan dalam masa prapaskah? Apa yang harus kita lakukan? Gereja memberi kesempatan tertentu untuk membangun kekudusan. Masa prapaskah adalah salah satu kesempatan yang baik untuk menjadi kudus karena kita membuat retret agung selama 40 hari.
Apa makna angka 40? Angka 40 merupakan angka istimewa di dalam Kitab Suci. Yesus berpuasa selama 40 hari di padang gurun hingga dicobai iblis. Musa pergi ke atas gunung untuk berjumpa dengan Tuhan sambil berpuasa dan berdoa selama 40 hari dan 40 malam (Kel 24:18). Umat Israel berziarah di padang gurun selama 40 tahun sambil menyiapkan diri untuk memasuki tanah terjanji. Nabi Elia berpuasa selama 40 hari dalam perjalanan di padang gurun ke gunung Tuhan. Mulai hari ini kita sebagai pengikut Kristus melakukan perjalanan rohani selama 40 hari untuk menyiapkan diri kita menyambut hari raya paskah, hari kebangkitan Tuhan Yesus Kristus dengan melakukan karya amal kasih, berdoa, berpuasa dan berpantang.
Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini mengingatkan kita akan tiga pilar kekudusan yang menopang perjalanan rohani selama masa prapaskah. Ketiga pilar kekudusan itu adalah, pertama, perbuatan amal kasih dengan memberi sedekah. Memberi sedekah atau perbuatan amal kasih merupakan kesempatan untuk berbagi, bersolidaritas dengan sesama yang berkekurangan demi memperoleh kehidupan kekal. Hal baru dalam ajaran Yesus dan kita jadikan pilar rohani adalah orientasi teologis di mana kita mengagumi kuasa Allah yang mengasihi dan niat tulus dari orang yang memberi atau berbagi dengan sesama. Pilar pertama ini merupakan wujud nyata hukum kasih kepada Tuhan dan sesama. Perbuatan amal kasih kepada sesama yang miskin haruslah dilakukan tanpa perhitungan untung dan rugi, tetapi lakukanlah dengan murah hati seperti Tuhan sendiri murah hati adanya.
Kedua, doa. Doa menjadi pusat ketiga pilar dalam perjalanan rohani prapaskah ini. Berdoa berarti mengarahkan hati dan pikiran kita kepada Tuhan. Ini berarti kita harus beralih dari berdoa “kepada Tuhan” menjadi “berdoa bersama Tuhan” dan akhirnya menjadi “berdoa adalah kasih tak berkesudahan”. Doa menyatukan kita dengan Tuhan dan sesama. Selama masa prapaskah ini Tuhan Yesus mengharapkan kita untuk tekun berdoa secara pribadi.
Ketiga, Puasa dan pantang. Orang-orang Yahudi berpuasa dua kali seminggu yakni hari Senin dan Kamis. Ketika Gereja berkembang kebiasaan berpuasa dilakukan pada hari Rabu dan Jumat. Yesus tidak menghendaki adanya puasa untuk mengungkapkan sukacita Mesianis (Mat 9:14-15) tetapi mengingatkan para muridNya untuk hidup sederhana. Puasa rohani kristiani dilakukan secara pribadi, jangan dilihat orang lain sebagai tanda kasih kepada Tuhan, sebuah persekutuan yang akrab dengan Tuhan.
Selama masa prapaskah ini kita akan berdiri di atas tiga pilar ini. Semua yang akan kita lakukan hendaknya dengan sadar dan rendah hati di hadapan Tuhan dan sesama. Pilar-pilar ini menopang kekudusan pribadi kita. Oleh karena itu Yesus mengharapkan agar kita melakukan secara pribadi karena Bapa di surga selalu melihat yang tersembunyi dan akan membalasnya kepada masing-masing kita.
Pesan Yesus ini patut kita renungan selama masa prapaskah ini: “Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di surga” (Mat 6:1). Ketiga pilar rohani ini kita lakukan dengan tulus hati untuk kekudusan kita, Gereja dan kemuliaan nama Tuhan. Lakukanlah segala perbuatan baik dengan hati yang tulus, karena Bapa memperhatikan apa yang tersembunyi di dalam hatimu.
Doa: Tuhan Yesus Kristus, bantulah kami untuk bertumbuh dalam kekudusan. Semoga kami boleh bertobat dan kembali kepadaMu. Amen
PJSDB