Ayahku Seorang Pria Yang Jujur!
Pada suatu kesempatan rekoleksi keluarga, saya diminta untuk menyiapkan materi tentang membangun sikap jujur sebagai orang tua. Ini sebuah tema yang menarik dan saya membayangkan bahwa nantinya akan ada banyak pertanyaan, diskusi dan sharing. Saya diberi kesempatan selama 45 menit menjelaskan dan meneguhkan para orang tua. Setelah selesai saya memberi kesempatan untuk bertanya dan sharing. Ada seorang ayah yang datang dan membagi pengalamannya. Ia berkata: “Banyak orang mengatakan bahwa pada umumnya kaum ayah itu tidak jujur di dalam hidupnya. Sebagai suami tidak jujur terhadap istrinya, sebagai ayah ia tidak jujur dengan anak-anaknya, sebagai seorang pekerja, ia tidak jujur dengan pekerjaannya. Ketika mendengar omongan orang ini, saya mengatakan tidak setuju karena setiap hari saya justru berusaha untuk menjadi suami yang jujur, ayah yang jujur dan pekerja yang jujur.” Salah seorang peserta meminta kepadanya satu contoh sikap jujur terhadap istrinya. Ia mengatakan, “Saya jujur dalam keuangan. Gaji yang saya terima bukan milik saya tetapi milik kami dan saya serahkan kepada istri untuk mengelolanya. Saya percaya bahwa ia akan melakukan yang terbaik untuk keluarga kami”. Semua orang mendengar dengan penuh perhatian.
Pada suatu kesempatan lain saya diundang untuk merayakan misa arwah bagi seorang bapa yang meninggal dunia setahun. Saya bertanya kepada anaknya tentang kenangan manis bersama ayahnya. Ia menjawab: “Ayah saya itu seorang pria yang jujur. Ia selalu berkata benar dan tidak pernah membohongi aku” Saya merasa sangat diteguhkan oleh kesaksian anak muda ini. Di dalam diri sang ayah, ia melihat figur pria yang jujur.
Ketika mendengar sharing-sharing ini, saya membayangkan keluarga-keluarga kristiani dan berbagai persoalan hidupnya. Menjadi pria yang jujur, suami yang jujur, ayah yang jujur bukanlah hal yang gampang. Ada saja tantangan untuk gagal dalam membangun sikap jujur. Tantangan itu bisa berasal dari dalam diri ayah atau dari luar ayah sendiri terutama bersama kelompoknya.
Orang mengatakan bahwa kalau ayah bisa jujur dalam hal-hal yang kecil maka hal-hal yang besar juga akan terjadi demikian. Kalau orang yang tidak jujur dalam hal-hal yang kecil maka ia juga tidak jujur dalam hal yang besar. Kalau saja ia tidak jujur dengan istri dan anaknya maka ia juga tidak jujur dalam hidup bermasyarakat. Kejujuran itu adalah satu hal yang penting dan harganya juga mahal maka harus di jaga- baik-baik. Pikirkanlah bahwa kalau anda kehilangan uang seratus ribu rupiah maka anda masih bisa mencari dan menemukannya. Kalau saja anda tidak menemukannya maka pengaruhnya juga terbatas. Namun kehilangan kejujuran memiliki dampak yang sangat besar dalam hidupmu. Anda akan menjadi pribadi yang disingkirkan di dalam kehidupan sosial.
Kejujuran itu suatu kebaikan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada setiap pribadi. Sebagai anugerah cuma-cuma dari Tuhan maka kita harus menghayatinya di dalam hidup pribadi dan sosial demi kemuliaan Tuhan. Pada zaman ini orang lebih mudah menjadi orang yang tidak jujur dari pada orang jujur. Bohong membohong memang melawan kehendak Tuhan tetapi masih merajalela dalam masyarakat kita.
Para pria katolik, kita perlu Tuhan dan rahmatnya untuk menjadi orang yang jujur dalam keluarga dan masyarakat. Di dalam masa prapaskah ini kita memiliki kesempatan untuk berubah menjadi orang yang baik dan jujur dengan mendekatkan diri kita pada sakramen tobat. Sakramen ini mengingatkan kita untuk jujur dan terbuka kepada Tuhan bahwa diri kita berdosa dan tidak layak disebut anak Tuhan. Namun Tuhan tetaplah maharahim dan berbelas kasih kepada kita.
Pada hari ini saya terinspirasi dengan nabi Daniel yang berdoa supaya orang dapat bertobat. Inilah doanya: “Maka aku memohon kepada Tuhan, Allahku, dan mengaku dosaku, demikian: “Ah Tuhan, Allah yang maha besar dan dahsyat, yang memegang Perjanjian dan kasih setia terhadap mereka yang mengasihi Engkau serta berpegang pada perintah-Mu! Kami telah berbuat dosa dan salah, kami telah berlaku fasik dan telah memberontak, kami telah menyimpang dari perintah dan peraturan-Mu, dan kami tidak taat kepada hamba-hamba-Mu, para nabi, yang telah berbicara atas nama-Mu kepada raja-raja kami, kepada pemimpin-pemimpin kami, kepada bapa-bapa kami dan kepada segenap rakyat negeri.” (Dan 9:4-6)
Daniel adalah seorang pria yang jujur di hadirat Tuhan, dan berani mengakui dosa-dosanya. Mari kita mengikuti teladannya. Jadilah ayah dan pria yang jujur!
PJSDB