Hari Jumat, Pekan Biasa VII
Sir 6:5-17
Mzm 119:12.16.18.27.34.35
Mrk 10:1-12
Saya ingat sebuah lagu yang dipopulerkan Dewi Sandra dengan judul “Satu untuk selamanya”. Liriknya bagus dan tentu menarik perhatian kita semua: “Kalau kau ingin tahu perasaanku, sekarang saatnya kukatakan semua. Bagaimana kuatnya kumencintaimu, kuserahkan jiwaku, seluruh hati milikmu. Kalau kau ingin tahu isi hatiku, hanya ada dirimu yang terbaik untukku. Aku siap terima kekuranganmu. Ku berjanji padamu, satu untuk selamanya. Tuhan, hari ini aku bersumpah padaMu, sekarang sampai nanti dialah yang kucinta sampai selamanya. Takkan kuingkari janji setiaku. Sekarang sampai mati, kamulah yang kucinta”. Lirik lagu yang menarik ini pernah dinyanyikan sepasang pasutri ketika saya memberkati pernikahan mereka. Mereka berdua menyanyikan dengan bagus dan kami semua yang hadir dalam perayaan itu sangat takjub dengan merdunya suara mereka. Pasutri ini sudah tiga tahun menikah, dikarunia seorang anak laki-laki. Setiap kali bertemu dengan saya, saya melihat mereka selalu kompak. Mereka mengatakan kepada saya: “Romo, kami mau tetap satu untuk selamanya”.
bertanya, apakah diperbolehkan seorang suami menceraikan istrinya. Bagi mereka, Musa saja memberi ijin dengan membuat surat cerai. Tetapi Yesus mengatakan bahwa Musa dapat menyuruh membuat surat cerai karena ketegaran hati manusia, ketegaran hati mereka sendiri. Padahal Tuhan sejak awal penciptaan dunia telah memiliki rencana istimewa bagi manusia pria dan wanita. Seorang pria yang hebat akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging. Dengan demikian mereka bukan lagi dua melainkan satu. Oleh karena itu apa yang dipersatukan oleh Tuhan Allah, manusia tidak punya kuasa untuk menceraikannya. Yesus masih menambahkan pengajaran kepada para muridNya: “Barangsiapa menceraikan istrinya lalu kawin dengan wanita lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap istrinya itu dan jika istrinya menceraikan suaminya lalu kawin dengan pria lain, ia juga berbuat zinah”
Meskipun orang-orang Farisi hanya mau mencobai Yesus namun penjelasan Yesus tentang sakramen perkawinan sangat mendalam. Yesus tahu bahwa relasi perkawinan para suami istri tidak beres dan terancam bubar atau bercerai karena ketegaran hati manusia. Meskipun janji perkawinan diucapkan di depan umum untuk setia dalam untung dan malang, diwaktu sehat dan sakit sampai maut memisahkan namun manusia tetaplah rapuh sehingga dewa ketidaksetiaan pun hadir tanpa perlu diundang. Ketika orang tidak setia dalam hidup perkawinan maka hatinya juga tegar. Orang ini tidak pernah merasa bersalah tetapi lebih suka mempersalahkan pasangannya. Selama mendampingi pasutri tertentu yang bermasalah, saya tidak pernah mendengar satu pasangan mengaku bersalah. Saling bertukar kesalahan itu yang paling banyak.
untuk tetap bersatu. Mereka harus menjadi sahabat yang setia satu sama lain. Sahabat setia itu bagaikan obat kehidupan. Dalam situasi apa pun sahabat itu tetap setia. Apakah ini dapat menjadi dorongan istimewa bagi para pasutri? Setialah selamanya karena Tuhan juga setia kepada kalian! Para imam, biarawan dan biarawati juga berjanji untuk setia dalam hidup sebagai pribadi yang taat, miskin dan murni untuk Tuhan dan KerajaanNya. Kita semua berjalan menuju kepada persatuan dengan Tuhan atau kekudusan. Mari kita belajar menjadi setia seperti Yesus sendiri setia kepada Bapa di Surga.