Homili 3 April 2014

Hari Kamis, Pekan Prapaskah IV

Kel 32:7-14

Mzm 106:19-20.21-22.23

Yoh 5:31-47

Tuhan saja menyesal…

Fr. JohnAda seorang ayah yang memiliki karakter yang keras. Ia memiliki disiplin diri yang tinggi dalam semua aspek kehidupannya. Banyak kali ia sebagai ayah mengalami kesulitan berhadapan dengan anaknya sendiri yang sulit untuk masuk dalam irama hidupnya. Berkali-kali ia menasihati dan melatih anaknya untuk bisa beradaptasi dengan irama kehidupannya sebagai ayah tetapi ia selalu merasa gagal. Pada suatu kesempatan ia marah dan mau menghukum anaknya. Ia sudah merencanakannya dengan matang tetapi ketika melihat anaknya kembali dari sekolah membuat kesalahan yang sama, semangat kebapaannya muncul. Ia membatalkan hukuman kepada anaknya dan kembali menasihati dan melatihnya. Ia mengatakan bahwa dirinya berkali-kali menyesal karena rasa marah dan rencana untuk menghukum anaknya. Ia baru menyadari bahwa anak tetaplah anak yang harus dididik olehnya. Selama ini ia membayangkan bahwa anaknya sudah dewasa seperti dirinya sebagai ayah.

Banyak kali dalam mendidik anak, para orang tua memiliki satu kekeliruan yang sama. Ada orang tua yang banyak menuntut anaknya untuk menjadi begini dan begitu karena dalam pikirannya, anaknya seolah-olah sudah dewasa seperti dirinya sebagai orang tua. Saya ingat seorang ibu yang merasa marah terhadap anaknya karena hanya mendapat nilai ujian satu mata pelajaran 95, karena sebagai orang tua ia menghendaki 100. Saya menyuruhnya untuk mengganti posisi anaknya sebagai siswi di sekolah. Anak tetaplah anak yang bertumbuh sesuai dengan proses perkembangan kepribadiannya.

Tuhan melalui Musa dalam bacaan pertama merasa kecewa dengan umat terpilih karena mereka tidak setia kepadaNya. Tuhan mengatakan bahwa orang Israel itu rusak lakunya dan menyimpang dari semua jalan yang diperintahkanNya kepada mereka. Mereka jatuh ke dalam dosa menyembah berhala dengan membuat patung dari lembu tuangan dan menyembahnya. Tuhan juga melihat Israel sebagai bangsa yang tegar tengkuk. Perilaku hidup Israel yang menyimpang dari perintah-perintah Tuhan ini menimbulkan amarah dari Tuhan. MurkaNya bangkit dan hendak membinasakan Israel, kecuali Musa dan keluarganya akan menjadi bangsa yang besar.

Mendengar semua rencana Tuhan ini maka Musa bernegosiasi untuk melunakan hati Tuhan. Musa berkata: “Mengapakah, Tuhan, murka-Mu bangkit terhadap umat-Mu, yang telah Kaubawa keluar dari tanah Mesir dengan kekuatan yang besar dan dengan tangan yang kuat? Mengapakah orang Mesir akan berkata: Dia membawa mereka keluar dengan maksud menimpakan malapetaka kepada mereka dan membunuh mereka di gunung dan membinasakannya dari muka bumi? Berbaliklah dari murka-Mu yang bernyala-nyala itu dan menyesallah karena malapetaka yang hendak Kaudatangkan kepada umat-Mu. Ingatlah kepada Abraham, Ishak dan Israel, hamba-hamba-Mu itu, sebab kepada mereka Engkau telah bersumpah demi diri-Mu sendiri dengan berfirman kepada mereka: Aku akan membuat keturunanmu sebanyak bintang di langit, dan seluruh negeri yang telah Kujanjikan ini akan Kuberikan kepada keturunanmu, supaya dimilikinya untuk selama-lamanya.” (Ul 32: 11-13). Dengan negosiasi dari Musa ini maka Tuhan menyesali semua rancangan malapetaka yang telah ia rencanakan bagi umatNya.

Musa melakukan intervensi yang bagus sekali untuk melunakan hati Tuhan yang sudah merancangkan malapetaka. Semua ingatan pada masa lampau ditampilkan kembali. Sifat khas Tuhan juga digambarkan dengan baik sebagai Allah yang suka menolong dan membebaskan umatNya. Dengan mengenang kembali semua kebaikan yang sudah dilakukan terhadap nenek moyang bangsa Israel maka Tuhan membatalkan semua rencanaNya. Ia menyesal atas semua rancanganNya. Luar biasa Tuhan kita yang mau mengatakan  penyesalanNya atas murkaNya terhadap Israel.

Kalau Tuhan saja menyesal atas semua rencana murkaNya bagi manusia mengapa kita sebagai manusia suka menyimpan-nyimpan kesalahan sesama? Mengapa sulit sekali mengampuni sesama dengan hati yang tulus ikhlas? Seharusnya kita malu dengan Tuhan karena Ia bisa menyesal atas rancanganNya.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil melanjutkan diskursus tentang identitas diriNya terutama relasiNya yang akrab dengan Bapa surgawi. Bagi Yesus, para nabi yang terdahulu sudah menyiapkan jalan bagi Tuhan. Ada banyak kesaksian yang diberikan tentang Yesus, sang Anak Manusia. MenurutNya kalau saja Ia bersaksi tentang diriNya sendiri maka kesaksianNya tidak benar. Bapalah yang mengutus Yesus Kristus ke dunia. Sebagai Bapa, Ia memberi kesaksian autentik melalui kehadiran para nabi  dan Kitab Suci. Nabi yang terakhir adalah Yohanes Pembaptis. Namun Yesus juga mengatakan bahwa ada kesaksian yang lebih penting yakni Yesus melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa.Pekerjaan Bapa yang terpenting adalah kesiapan dan ketaatan diriNya untuk menyelamatkan manusia di atas kayu salib. Sayang sekali masih ada juga orang yang belum percaya kepada Yesus.

Sabda Tuhan pada hari ini mengingatkan kita untuk belajar dari Tuhan satu sikap yaitu menyesal atas semua rencana jahat di dalam diri kita. Banyak kali kita hanya tinggal dalam rencana jahat dan lupa bahwa yang terpenting adalah cinta kasih yang diwujudnyatakan dalam pengorbanan diri sampai tuntas seperti Yesus sendiri. Apakah anda pernah menyesal karena memiliki rencana dan prasangka yang buruk terhadap sesamamu?

Doa: Tuhan Yesus Kristus, bukalah mata hati kami untuk bertobat dan mengasihi sesama terutama yang sangat memerlukan uluran tangan kami. Semoga kami juga belajar untuk menyerupai Tuhan Yesus dengan mengorbankan diri demi keselamatan sesama. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply