Hari Selasa, Pekan Prapaskah V
Bil 21:4-9;
Mzm 102:2-3,16-18,19-21;
Yoh 8:21-30
Kamu Tahu bahwa Akulah Dia
Saya pernah merayakan Ekaristi pertama kali di sebuah daerah terpencil. Setelah memarkir sepeda motor, saya mendaki bukit di mana di puncaknya terdapat bangunan Gereja Katolik. Biasanya para pastor mengendarai kuda sambil menikmati pemandangan alam yang indah. Berdasarkan jadwal misa yang tertulis, Perayaan Misa dirayakan pada pukul 9.00 pagi. Saya sudah menunggu setengah jam, tetapi belum ada umat yang datang. Saya menunggu satu jam, datanglah beberapa siswa Sekolah Dasar. Saya bertanya kepada kepala sekolah dasar yang kebetulan bertugas membunyikan lonceng Gereja. Ia mengatakan kepada saya bahwa umat di desa itu pada umumnya baik tetapi sayang sekali mereka tidak disiplin waktu. Mereka memiliki arloji dan Hp sebagai penunjuk waktu, tetapi mereka lebih percaya kepada matahari. Mereka juga lebih percaya kepada kuda dari pada pastor yang berjalan kaki. Mereka bahkan masih menunggu kapan pastornya tiba. Setelah dua jam menunggu saya meminta mereka untuk memulai perayaan Ekaristi. Pemimpin umat mengatakan pastornya juga belum tiba. Saya mengatakan kepadanya, “Sayalah pastor yang sudah menunggu umat dua jam.” Seribu maaf pun diucapkannya kepadaku.
Pada hari ini kita mendengar bacaan-bacaan Kitab Suci yang akan membantu kita untuk mengenal lebih dalam Tuhan Yesus Kristus. Dia adalah kasih Bapa bagi dunia dan setiap orang yang percaya kepadaNya akan memperoleh hidup kekal. Misteri wafat Kristus ditampilkan dengan mengambil contoh ular tembaga yang ditinggikan di padang gurun di mana orang Israel yang digigit ular tudung, memandangnya akan tetap hidup. Patung ular itu boleh dikatakan sebagai tanda kehadiran Allah yang menghukum dan menyelamatkan. Ketika Yesus diangkat ke atas kayu salib, keselamatan pun mengalir bagi manusia. Kita selalu mengucapkan kalimat ini dalam jalan salib: “Sebab dengan salib suciMu, Engkau telah menebus dunia”.
Salah satu kelemahan manusiawi kita adalah adanya rasa cepat puas diri dan lupa akan kasih Tuhan. Umat Perjanjian Lama pernah mengalami dan melakukannya. Ketika masih mengembara di padang gurun, bangsa Israel mengeluh kepada Musa dan Tuhan hanya soal makan dan minum. Mereka berkata: “Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir? Supaya kami mati di padang gurun ini? Sebab di sini tidak ada roti dan tidak ada air, dan akan makanan hambar ini kami telah muak.” (Bil 21:5). Mungkin kita merasa lucu dengan sikap orang-orang Israel ini tetapi banyak orang pada zaman ini juga masih suka bersungut-sungut dengan hal-hal kecil dan tak berguna.
Apa reaksi Tuhan terhadap rasa bersungut-sungut dan kerasnya hati manusia? Reaksi dari Tuhan adalah Ia menyuruh ular-ular tudung untuk memagut mereka sehingga banyak yang mati. Tuhan mau supaya mereka menyadari betapa Ia mengasihi mereka tetapi kasihNya itu seolah-olah tidak memiliki makna sama sekali. Dengan bahaya maut dari ular tudung ini maka mereka akhirnya sadar dan mau bertobat. Mereka datang kepada Musa dan memohon maaf dengan berkata: “Kami telah berdosa, sebab kami berkata-kata melawan Tuhan dan engkau; berdoalah kepada Tuhan, supaya dijauhkan-Nya ular-ular ini dari pada kami.” Lalu Musa berdoa untuk bangsa itu. (Bil 21:7). Tuhan menunjukan kasihNya dengan meminta Musa untuk membuat ular tembaga, meletakkannya pada tiang yang tinggi dan setiap orang yang dipagut ular dan memandang kepada patung ular tembaga itu ia akan tetap hidup.
Ular tembaga adalah lambang Tuhan memberikan hukuman kepada manusia yang keras hatinya dan memberikan pertolongan karena kasihNya. Kita semua yang mendengar Sabda ini diharapkan agar setiap hari menengadah kepadaNya, memohon bantuan rahmatNya dalam doa supaya kita tetap hidup. Kita memang sering melupakan Tuhan, tidak setia kepadaNya tetapi Ia tetap setia mengasihi, menolong dan membebaskan kita dari berbagai persoalan hidup. Itulah kehebatan Tuhan kita!
Kisah yang ada di dalam Kitab Bilangan ini disempurnakan di dalam diri Yesus Kristus sendiri. Ketika manusia masih membiasakan diri hidup dalam dosa maka Tuhan mengutus Yesus PuteraNya ke dunia untuk menyelamatkannya. Manusia diharapkan untuk bertobat dan percaya kepadaNya. Yesus berkata kepada orang banyak: “Aku akan pergi dan kamu akan mencari Aku tetapi kamu akan mati dalam dosamu. Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang.” (Yoh 8:21). Apa yang dituntut oleh Yesus? Ia menghendaki agar manusia bertobat supaya jangan mati dalam dosa. Manusia diharapkan untuk mengasihiNya secara total karena Dialah yang pertama-tama mengasihi dengan menyerahkan nyawaNya. Ia disalibkan untuk kita.
Meskipun Yesus menunjukkan identitasNya dengan terus terang tetapi orang masih juga belum mengerti bahwa Dialah satu-satunya Mesias yang datang untuk menyelamatkan kita. Yesus berkata: “Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu, bahwa Akulah Dia, dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepada-Ku. Dan Ia, yang telah mengutus Aku, Ia menyertai Aku. Ia tidak membiarkan Aku sendiri, sebab Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya.” (Yoh 8:28-29). Dengan mengatakan hal ini maka banyak orang menjadi percaya kepadaNya.
Pada hari ini Yesus mewahyukan diriNya: “Akulah Dia”. Nama yang sama kita kenal lewat Musa setelah menyaksikan belukar yang menyala di oadang gurun (Kel 3:14). Sekarang Yesus yang akan diangkat di atas kasyu salib menyebut diriNya: “Akulah Dia” untuk menunjukkan keilahianNya. Bagi orang Yahudi yang mengerti Kitab Suci, hal ini adalah hujatan bagi Allah yang benar. Yesus tidak berhenti memperkenalkan diriNya. Ia selanjutnya mengatakan bahwa Ia sebagai Anak Allah akan mati dan bangkit pada hari yang ketiga. Tentu saja pandangan Yahudi tentang Allah yang mahakuasa, dan mahakekal. Saya teringat pada kata-kata Pater Nil Guillemette, SJ: “The nature of God is love, not power. And love is best reveald in humble self-emptying”.
Doa: Tuhan, bantulah kami untuk mengenal dan mengasihiMu sebagai satu-satuNya Tuhan dan Allah kami. Biarlah hari ini menjadi berkat bagi kami semua. Amen
PJSDB