St. Yusuf Pekerja
Kej 1:26-2:3
(Kol 3:14-15.17.23-24)
Mzm 90
Mat 13: 54-58
Yusuf Sang Homo Faber
Pada hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan Pesta St. Yusuf Pekerja. Yusuf dikenal sebagai pribadi yang mencintai pekerjaan tangan. Kerja menjadikan manusia pribadi-pribadi yang ikut serta dalam diri Allah sebagai Pencipta. Yusuf mewujudkannya sebagai tukang kayu. Paus Pius XII menetapkan tanggal 1 Mei sebagai hari peringatan St. Yusuf Pekerja, sekaligus sebagai hari buruh internasional. Yusuf juga diangkat sebagai pelindung para karyawan dan kaum buruh yang sehari-hari mencari nafkah untuk hidupnya. Tuhan Yesus sendiri disebut sebagai Anak Tukang Kayu (Mat 13:55; Mrk 6:3).
Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengingatkan kita pada nilai-nilai rohani dari kerja. Tuhan sudah memiliki rencana PenciptaanNya. Ia menciptakan segala sesuatu baik adanya karena Dia sungguh-sungguh Allah yang mahabaik. Ia berfirman: “Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi. Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakanNya dia, laki-laki dan perempuan.” (Kej 1:26-27). Tuhan sudah memiliki rencana untuk meciptakan manusia yang sewajah denganNya dan diberi tugas dan tanggung jawab untuk menaklukkan bumi dan isinya. Allah sendiri tidak hanya menciptakan tetapi memberikati segala ciptaanNya.
St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Kolose mengatakan: “Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita” (Kol 3:17). Paulus juga mencoba untuk menyadarkan kita akan nilai-nilai rohani dari kerja. Orang bekerja karena mengasihi sehingga tercapailah persekutuan dan kesempurnaan. Ini berarti kerja itu merupakan sebuah wujudnyata dari panggilan Tuhan. Hasil dari setiap pekerjaan adalah cerminan kepribadian hidup manusia.
Kita kembali kepada rencana Tuhan di dalam Kitab Kejadian. Manusia diciptakan Tuhan sewajah denganNya. Konsekuensi logisnya adalah manusia diciptakan oleh Tuhan untuk bekerja, menaklukan bumi dan segala isinya. Ketika seorang bekerja dengan baik, nama Allah juga turut dimuliakan dalam pekerjaan itu (Gaudium et Spes, 34). Kerja memiliki dimensi-dimensi tertentu yakni Pertama, dimensi personal dalam arti manusia mencapai aktualisasi diri dalam bekerja. Pribadi yang utuh, integral bisa dicapai melalui kerja. Kedua, dimensi sosial. Dengan bekerja manusia dapat berelasi dengan sesama yang lain. Kesejahteraan dicapai secara bersama-sama sebagai komunitas manusia. Ketiga, dimensi rohani. Kerja bisa juga disebut sebuah ibadah. Sudah lama kita mengenal prinsip: Ora et Labora ada yang mengatakan Lavorare est Orare. Tuhan Yesus sendiri berkata: “BapaKu bekerja sampai sekarang maka Aku pun bekerja” (Yoh 5:17).
St. Yusuf mewujudkan semua nilai dan dimensi-dimensi kerja ketika melayani keluarga kudus di Nazaret. Yusuf bekerja dengan tekun untuk melayani Yesus dan Bunda Maria. Itu sebabnya Yesus juga dikenal sebagai Putra tukang kayu. Akibatnya orang-orang sekampung halamanNya menolak Dia karena melihat profesinya saja. Kuasa dan kasih Allah di dalam diri Yesus belum disadari orang-orang pada zaman itu. Yesus sendiri ditolak di Nazareth karena semua pekerjaan Bapa yang dilakukanNya.
Sambil kita memperingati perayaan St. Yusuf Pekerja, marilah kita membenahi diri dan hidup kita. Apakah kita sudah setia melakukan tugas-tugas kita? Apakah kita bisa menyerupai St. Yusuf, sang Homo Faber dari Nazareth?
PJSDB