Hari Jumat Paskah III
Kis 9:1-20
Mzm 117:1.2
Yoh 6: 52-59
Ada seorang anak namanya Paulus. Dia terlahir sebagai anak yang memiliki kelainan ginjal sehingga harus di operasi. Padahal keluarga itu sangat merindukan kehadiran seorang anak. Setelah lebih dari sepuluh tahun menikah, pasutri Miki dan Nunuk berusaha mencari jalan untuk bisa memiliki anak. Ketika berita kehamilan tiba, pasutri Miki dan Nunuk sangat bergembira. Tetapi keduanya menjadi sedih ketika dokter mengatakan bahwa Paulus anak mereka memiliki kelainan ginjal dan harus di operasi. Ini berarti apabila ginjal Paulus diangkat, harus ada orang lain yang menyumbang ginjalnya untuk Paulus. Miki dan Nunuk berada pada pilihan yang sulit. Dengan air mata berlinang, Nunuk berkata: “Paulus berasal dari kandunganku dan aku akan memberikan hidup dan umur panjang baginya”. Nunuk pun memberikan satu ginjalnya untuk anaknya. Miki juga berkata: “Dia adalah darah dagingku maka aku pun mau membuat Paulus berumur panjang”. Miki sang ayah juga menyumbang satu ginjalnya untuk Paulus. Ketiga-tiganya sama-sama di operasi dan semuanya berhasil. Paulus hidup, sehat dan bahagia karena ginjal kedua orang tuanya. Tepat sekali kata-kata Yesus ini: “Tidak ada kasih yang paling agung selain kasih seorang yang menyerahkan nyawa untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13)
Kali ini diskursus semakin alot karena Yesus berbicara tentang hal yang sulit diterima oleh akal manusia dan pengalaman hidup praktis. Yesus berkata dalam kalimat negatif: “Sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darahNya kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu”. Tetapi Dia langsung menjelaskannya dalam kalimat positif: “Barang siapa makan dagingKu dan minum darahKu, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkannya pada akhir zaman. Sebab dagingKu benar-benar makanan dan darahKu benar-benar minuman.” Kata-kata Yesus ini secara manusiawi memang sulit dipahami. Pada saat itu orang-orang berpikir secara harafiah bahwa Yesus menganggap mereka seperti kanibal karena mereka berpikir makan daging manusia dan minum darah manusia.Selanjutnya Yesus berkata lagi dalam kalimat positif: “Barangsiapa makan dagingKu dan minum darahKu, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku, dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa memakan Aku, akan hidup oleh Aku”. Yesus melanjutkan perkataanNya yang semakin sulit diterima oleh akal manusia. Meskipun Ia mengambil contoh diriNya yang bersekutu dengan Allah dan sebagai utusan Allah dan mengatakan relasi antara manusia dengan diriNya ketika memakan tubuhNya dan meminum darahNya namun tetaplah sulit dipahami oleh para pendengarNya saat itu.
Setiap kali merayakan Ekaristi, kita mengalami transubstansi dalam arti perubahan substansi yakni hosti berubah menjadi Tubuh Kristus dan Anggur menjadi Darah Kristus oleh kuasa atau daya Roh Kudus. Transubstansi berarti Yesus hadir dalam rupa roti dan anggur. Roti dan anggur berubah oleh karya Roh Kudus pada kata-kata konsekrasi menjadi Tubuh dan Darah Kristus meskipun yang tampak oleh mata tetap roti dan anggur. Sungguh Yesus sendirilah yang hadir dalam hosti dan anggur itu.Perubahan yang radikal dialami oleh Saulus menjadi Paulus. Seorang yang tadinya hanya Saulus yang menganiaya para pengikut Kristus berubah menjadi Paulus rasul agung yang menyerahkan diri seutuhnya bagi Kristus. Hidup dan karya serta panggilan Paulus sangat membantu pertumbuhan Gereja perdana. Ia mengalami Allah di dalam hidup. Ia diubah ke dalam hidup Tuhan sendiri.
Di bagian lain Theresia dari Kalkuta juga berkata: “Hidupmu harus ditenun di sekeliling Ekaristi. Arahkan matamu padaNya. Dialah cahaya. bawalah hatimu sedekat-dekatNya pada hati ilahiNya, mintalah dariNya rahmat untuk mengenalNya, kasih untuk mencintaiNya, keberanian untuk melayaniNya. Carilah Dia dengan kerinduan”

