Selasa Oktaf Paskah
pertumbuhan iman kita. Figur pertama dari Injil yakni Maria Magdalena. Penginjil Yohanes bercerita bahwa pada pagi-pagi buta Maria Magdalena pergi ke makam Yesus. Ia melihat makam itu sudah kosong maka ia menangis sambil melihat ke dalam makam. Ia melihat dua malaikat berpakaian putih, satu duduk di dekat kepala dan lainnya dekat kaki. Kedua malaikat itu bertanya kepada Maria: “Ibu mengapa engkau menangis?” Dengan polos Maria menjawab: “Tuhanku, telah diambil orang, dan aku tidak tahu di mana Ia diletakkan”. Maria Magdalena di sini digambarkan sebagai seorang pribadi yang mencari Tuhan Yesus. Ia mau membalas jasa Tuhan karena darinya Tuhan Yesus mengusir tujuh roh jahat (Luk 8:2). Hanya saja kita melihat Maria begitu manusiawi, sangat posesif. Itu sebabnya ia polos mengatakan “Tuhanku telah diambil orang dan aku tidak tahu di mana Ia diletakkan”.
Maria menoleh ke belakangnya dan melihat Yesus mulia tetapi ia belum mengenalnya. Ia mengira seorang penunggu taman. Yesus bertanya: “Ibu mengapa engkau menangis? Siapakah yang engkau cari?” Maria menunjukkan lagi sikap posesifnya dan kali ini lebih manusiawi: “Tuan, jikalau Tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana Tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambilNya”. Perhatikanlah perubahan yang terjadi: tadi dengan para malaikat, Maria masih mengatakan “Tuhanku”. Sekarang dengan Yesus yang bertubuh mulia dan dikira penunggu taman, Maria turunkan lagi level pengenalannya akan Yesus: Tuan, aku dapat mengambilNya”. Bayangkan seorang wanita bertubuh kecil mau “mengambil” jenazah Yesus yang bertubuh tinggi dan berat.
Pengenalan akan Yesus yang sangat manusiawi, posesif, berubah ketika Yesus membuka pikirannya dengan sapaan dengan nama: “Maria”. Nama itu menunjukkan totalitas kehidupan manusia. Maria merasa menjadi baru dengan sapaan Yesus itu karena tadinya ia sangat manusiawi, masih diliputi suasana duka dan kecewa. Tetapi apa reaksi Maria? Ia menyapa Yesus: “Rabuni” artinya “Guruku”. Dengan penuh keakraban Ia ingin menyentuh Yesus tetapi Yesus berkata: “Janganlah engkau memegang Aku sebab Aku belum pergi kepada Bapa. Pergilah dan katakanlah kepada saudara-saudaraKu bahwa sekarang Aku pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada AllahKu dan Allahmu”. Pasti ada yang bertanya mengapa Yesus tidak mengijinkan Maria untuk menyentuhNya? Yesus tidak takut dengan perempuan, Ia justru mau supaya Maria menyadari hidup barunya sebagai utusan atau rasul. Perasaan manusiawi yang dimiliki Maria Magdalena harus berubah menjadi perasaan ilahi untuk bersaksi. Itu sebabnya Maria dengan sukacita kembali ke komunitas dan berkata: “Aku telah melihat Tuhan dan Tuhan berbicara kepadaku”
Yesus. Gereja juga mengalami pengalaman yang mirip. Kadang setiap pribadi mengalami sikap yang posesif seperti Maria Magdalena, dan berpikir orang lain tidak punya hak untuk memiliki Yesus. Ketika kita lebih terbuka lagi pada Yesus maka kita akan menjadi utusanNya yang handal.
Figur kedua dalam bacaan liturgi kita adalah Petrus. Petrus tadinya penakut, tetapi setelah pentekosta, ia begitu berani berbicara tentang Yesus dari Nazareth kepada orang-orang Yahudi di Yerusalem. Ia berkata: “Seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus.” Kata Tuhan dan Kristus ini penting bagi orang-orang Yahudi. Yesus menjadi “Adonai” dan Kristus artinya Mesias, terurapi. Oleh karena itu mereka bertanya kepada Petrus, apa yang akan mereka lakukan untuk menerima Yesus, Tuhan dan Mesias. Petrus menjawab mereka: “Bertobatlah, hendaklah kamu memberi diri dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosa. Dengan demikian kamu akan menerima karunia Roh Kudus.” Inilah keberanian seorang Petrus yang penuh dengan Roh Kudus, sehingga ia dapat membaptis 3000 orang saat itu.


