Kekuatan Tiga Kata
Pada suatu kesempatan saya mengikuti acara pernikahan saudara saya. Sebelum memulai acara santap bersama diadakann ibadat syukuran atas pernikahan suci yang dipimpin oleh seorang romo. Dalam homilinya ia berpesan kepada pasutri kekuatan tiga kata yang dapat mempersatukan dan menguatkan mereka dalam hidup perkawinan. Saya sudah menduga ketiga kata tersebut dan memang tepat sekali diucapkan oleh romo bagi pasutri baru yakni: Tolong, Maaf dan Terima kasih (TMT). Setelah mendengar uraiannya saya lalu tertarik untuk membuat sebuah refleksi bagi para pria katolik.
Di dalam hidup bersama sebagai pasangan yang ideal maka kekuatan komunikasi itu perlu dan harus. Banyak kali relasi yang tadinya diinginkan, dicita-citakan sebagai relasi yang membahagiakan menjadi kandas dan nyaris mati karena tidak ada komunikasi dua arah antara suami dan istri. Adakalanya mungkin istri yang merasakan kematian “sang komunikasi” atau mungkin juga suami mengalami kematian “sang komunikasi.” Ketika komunikasi mandek, orang tidak saling mendengar satu sama lain maka keluarga khususnya relasi pasangan suami dan istri atau relasi orang tua dan anak-anak atau lebih umum relasi antara diri saya sebagai pria katolik dan sesama di mana saya berada juga akan terancam.
Tujuan hidup bersama pasangan hidup adalah supaya menjadi bahagia. Pada suatu kesempatan saya bertanya kepada sebuah pasangan alasan mengapa mereka hendak menikah. Kedua-duanya menjawab supaya bisa memiliki keturunan. Saya mengatakan kepada mereka bahwa kalau saya memberi ujian pasti mereka gagal! Maklumi usia mereka masih terlalu mudah untuk menikah. Mereka kaget ketika saya mengatakan bahwa tujuan pertama mereka hidup bersama adalah supaya mereka dapat hidup bahagia dan saling melengkapi satu sama lain. Bahwa nanti ada anak yang lahir itu adalah anugerah Tuhan bukann hanya sekedar kehendak manusia. Kalau tidak ada anak yang lahir dari dalam keluarga, masih ada jalan lain misalnya dengan mengadopsi. tetapi intinya adalah pasangan itu bahagia dalam hidup.
Dari semua gambaran menyangkut relasi dan komunikasi dalam kebersamaan ini maka dibutuhkan tiga kata yang berlaku setiap hari dan sepanjang hidup yakni tolong, maaf dan terima kasih (tmt).
Tolong
Kata Tolong memiliki tempat yang indah di dalam Kitab Suci. Kata tolong menjadi salah satu kata kunci dalam doa dan menunjukkan harapan dan ketergantungan kita kepada Tuhan. Kita tidak dapat menyelesaikan semua persoalan hidup dengan mengandalkan diri kita sendiri. Kita butuh Tuhan, butuh sesama untuk membahagiakan kita. Daud ketika berdoa Ia berkata: “Bangkitlah, Tuhan, Tolonglah aku, ya Allahku! Dari Tuhan datang pertolongan.” (Mzm 3:7-8). Ada kalanya dikatakan manusia “Berteriak minta tolong kepada Tuhan” (Mzm 18:6; 30:2 dst). “Tetapi aku ini ya Tuhan, kepadaMu aku berteriak minta tolong dan pada waktu pagi doaku datang ke hadapanMu.” (Mzm 88:13). St. Paulus berkata: “Bertolong-tolonglah menanggung bebanmu, demikian kamu memenuhi hukum Kristus.” (Gal 6:2). Kalau tolong itu menjadi kata yang indah dalam Kitab Suci maka jangan pernah merasa malu atau minder untuk meminta tolong. Kalau anda tidak berani meminta tolong kepada pasanganmu, mengapa anda mau menikah? Mengapa anda anda mau bersosialisasi?
Maaf
Ada seorang Bapa yang datang kepadaku dan mengatakan bahwa dia sulit untuk memaafkan istrinya karena terang-terangan ia tidak setia kepadanya. Relasi mereka sudah hambar karena setelah peristiwa ketidaksetiaan itu terjadi, tak pernah ada kata maaf keluar dari mulutnya. Kita semua adalah manusia yang tidak sempurna. Tuhan menjadikan kita makhluk sosial supaya saling menyempurnakan satu sama lain. Oleh karena itu saling memaafkan itu penting dan harus.
Di dalam Kitab Perjanjian Lama terdapat banyak kisah yang menunjukkan bagaimana tindakan meminta maaf itu memiliki kekuatan tersendiri. Misalnya kisah Abigail dan suaminya Nabal dalam relasinya dengan Daud. Ketika berada di padang, Daud dan orang-orangnya melindungi ternak milik Nabal.Ketika orang-orangnya Daud meminta roti kepada Nabal, ia malah mengusir dan menghina mereka. Daud lalu memimpin 400 pria untuk menyerang Nabal dan keluarganya. Dalam situasi yang sulit ini Abigail datang dan berlutut dengan wajah ke tanah dan berkata kepada Daud: “Ke ataskulah oh tuanku, kesalahan itu ditanggungkan dan biarlah budak perempuan ini berbicara kepadamu dan dengarlah kata-kata budakmu ini.” Reaksi Daud: “Pulanglah dengan damai ke rumahmu. Lihatlah, aku telah mendengarkan kata-katamu sehingga aku memberi pertimbangan terhadap dirimu.” (1Sam 25:2-35). Di dalam Kitab Perjanjian Baru kita menemukan sikap Paulus yang berani membela diri di depan Sanhedrin (Kis 23: 1-10). Kisah tentang Bapa yang murah hati atau lebih dikenal kisah anak yang hilang (Luk 15: 11-32) juga menggambarkan kuasa meminta maaf.
Terima kasih
Kata terima kasih mendapat tempat istimewa di dalam Kitab Suci meskipun sering diabaikan. Banyak orang hanya berpikir sesuai tingkatan atau peran maka mengucapkan kata terima kasih juga hanya dikhususkan untuk orang yang memiliki kuasa. Masalahnya adalah banyak orang juga yang lalai mengucap syukur kepada Tuhan yang jauh lebih berkuasa bagi kita. Tuhan Yesus saja selalu bersyukur kepada Bapa di Surga (Mat 11:25; 15:36; 26:27; Yoh 11:41 dst). St. Paulus mengatakan: “Setiap kali saya mengingat kalian, saya mengucap syukur kepada Allah.” (Flp 1:3).
Pada hari ini kita semua dikuatkan oleh tiga kata yang bisa membantu kita bertumbuh sebagai Pria katolik yang bahagia. Berani dan rendah hati mengatakan Tolong, Maaf dan Terima kasih! Anda pasti bisa bro.
PJSDB