Hari Rabu Pekan Suci
Yes 50:4-9a
Mzm 69: 8-10.21bcd-22.31.33-34
Mat 26:14-25
Saudara dan saudari yang dikasihi Tuhan. Ada seorang pemuda ditangkap oleh polisi karena kedapatan merampok sebuah toko perhiasan. Banyak orang melihatnya ketika digiring di jalan raya menuju kantor polisi. Ada di antara mereka yang melihatnya mirip salah seorang petugas kebersihan di dalam gereja paroki. Ada yang melihatnya mirip seorang yang sering membantu para lansia menyeberang jalan raya menuju ke gereja. Ada yang melihatnya mirip dengan seorang pelukis rohani. Ada yang mengenalnya mirip seorang donatur bagi anak-anak miskin di salah satu sekolah katolik. Orang-orang itu berusaha mendekati dia dan mengenalnya dari dekat. Mereka mengatakan kepada polisi untuk menginterogasinya jangan-jangan benar orang yang mereka kenal.
Polisi bertanya kepadanya: “Apakah anda salah seorang petugas kebersihan di dalam Gereja?” Dia menjawab, “Ya betul”. Polisi bertanya, “Apakah anda yang suka membantu para lansia menyebarngi jalan raya ke Gereja?” Dia menjawab, “Ya betul”. Polisi bertanya lagi, “Apakah anda yang sering menggambar Tuhan Yesus dan para kudus dan di pajang di gereja?” Dia menjawab, “Ya betul”. Polisi bertanya, “Apakah anda yang selalu menyisihkan uang untuk anak-anak miskin di sekolah?” Dia menjawab, “Ya betul”. Polisi akhirnya bertanya, “Apakah anda sadar bahwa merampok tokoh perhiasan itu dosa?” Dia menjawab, “Ya betul”. Polisi merasa bahwa orang ini tidak waras karena berkepribadian ganda. Tetapi kisah ini juga menggambarkan diri kita di hadapan Tuhan dan sesama bahwa ada saat-saat tertentu kita menjadi malaikat, tetapi ada saat lain di mana kita menjadi Yudas Iskariot yang jahat.
Para murid lain bertanya dengan wajah yang polos kepada Yesus sebagai murid: “Bukan aku, ya Tuhan?” Yudas bertanya dengan wajah munafik: “Bukan aku, ya Rabi” karena uang tiga puluh perak suda ada di tangannya. Ciuman kemunafikannya pun akan diberikan kepada Yesus. Kata guru atau rabi lebih banyak dipakai oleh para ahli taurat, imam kepala dan kaum Farisi. Bagaimana reaksi Yesus? Yesus mengerti bahwa kehendak Bapa adalah hal yang tertinggi maka Dia tidak menaruh dendam terhadap mereka. Ia justru berlutut di depan mereka sambil membasuh kaki sebagai tanda kasih hingga tuntas.Yesus senantiasa berbeda dengan kita. Ia dikhianati tetapi tidak pernah membalas pengkhianatan dengan hukuman. Ia hanya menyatakan kekesalanNya: “Celakalah orang yang olehnya Anak Manusia akan diserahkan! Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan!” Berbeda dengan kita sebagai manusia yang selalu menyimpan dendam dalam waktu yang lama. Kita sulit untuk mengampuni dan memaafkan orang yang bersalah kepada kita.
Figur hamba Tuhan yang menderita juga menggambarkan Yesus sebagai hamba yang menderita. Ia membiarkan diriNya dipukuli, dipaku di kayu salib hingga wafat. Semua ini adalah kehendak Bapa di Surga dan Ia mentaatiNya. Sikap Yesus ini kiranya cocok dengan hamba Tuhan yang menderita yakni bahwa Ia telah berbicara dalam nama Bapa, dan selalu mendengar Bapa. Dia juga berserah kepada Bapa: “Ke dalam tanganMu ya Bapa, Aku menyerahkan nyawaKu”.



