Hari Rabu, Pekan Biasa XXIV
1Kor 12:31-13:13
Mzm 33:2-3.4-5.12.22
Luk 7:31-35
Mari Kita berubah!
Hari ini saya membuka media sosial Path dan membaca status para sahabatku. Saya menemukan sebuah kutipan dari salah satu motivator terkenal Mario Teguh. Mungkin banyak di antara kita setia mengikuti acara Mario Teguh, “The Golden Way” di Metro TV dan sering mendengar kata-kata bijaknya juga. Sahabat saya di Path menulis: “Cara terbaik untuk membalas orang yang menolakmu adalah membuatnya merasa rugi untuk menolakmu. Jadilah pribadi yang bernilai.” Saya membacanya sambil tersenyum dan berkata di dalam hatiku: “Saya harus berubah! Saya harus menjadi pribadi yang bernilai!”
Pada hari ini kita mendengar kisah Injil yang bagus tentang Yohanes Pembaptis dan Yesus. Yohanes sudah tampil sebagai nabi besar yang menyerukan pertobatan dan membaptis tetapi pada akhirnya ia dimasukan ke dalam penjara karena menegur Herodes yang mengambil Herodias, istri saudaranya Filipus menjadi istrinya sendiri (Luk 3:18-20). Sedangkan Yesus sendiri berkotbah pada alur yang telah diretas Yohanes dan melakukan banyak mukjizat sehingga Ia dikenal sebagai seorang tabib. Yohanes dan Yesus menjadi pribadi yang bernilai, hanya saja orang-orang saat itu tidak mengenal mereka dan menolak kehadiran mereka.
Tentang Yesus, rupa-rupanya semua sabda dan karyaNya semakin terkenal dan mengusik hati banyak orang termasuk Yohanes Pembaptis dan para muridnya. Yohanes sendiri ketika itu berada di dalam penjara dan mungkin saja ia ragu-ragu ketika mendengar orang berkata-kata tentang Yesus. Pertanyaan Yohanes kepada Yesus melalui utusannya adalah: “Engkaukah orang yang akan datang itu, sedang kami menantikan atau seorang yang lain.” (Luk 7: 19). Para murid Yohanes sudah menyaksikan penyembuhan namun penyembuhan itu bukanlah segala-galanya bagi Yesus. Ia berkata kepada para utusan Yohanes: “Ceritakanlah kepada Yohanes apa yang kamu lihat dan kamu dengar: orang buta melihat kembali, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi bersih, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan, dan kepada orang miskin diberikan Injil.” (Luk 7: 22). Yohanes dan Yesus sama-sama membaptis, pembaptisan Yohanes bermakna kerelaan pribadi untuk melepaskan dosa dan salah, sedangkan pembaptisan Yesus menurunkan Roh Kudus.
Semua pekerjaan Yesus dalam karya dan sabda ternyata belum semuanya membuka wawasan banyak orang termasuk kaum Farisi dan para ahli Taurat untuk percaya kepadaNya. Hati mereka masih tertutup rapat kepada Yesus. Yesus mengenal setiap hati dan merasa kesal dengan orang-orang di sekelilingNya pada masa itu. Ia bertanya: “Dengan apakah akan Kuumpamakan orang-orang dari angkatan ini dan dengan apakah mereka itu sama? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan yang saling menyerukan: Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak menangis.” (Luk 7: 31-32).
Perkataan Yesus ini berlanjut dengan melihat kembali figur Yohanes Pembaptis dan diriNya. Orang-orang pada masa itu mirip dengan anak-anak yang duduk di pasar. Mereka telah melakukan segala sesuatu pada saat yang salah. Misalnya mereka mengecam Yohanes Pembaptis karena matiraganya yakni ia tidak makan roti dan tidak minum anggur (Luk 7: 33). Mereka mengecam Yesus karena ia tidak bermatiraga. Perlu kita pahami bahwa sebenarnya untuk melayani Tuhan bukan hanya dengan satu jalan, satu model kekudusan dan satu gaya hidup kristiani. Allah justru berkarya melalui seribu satu cara dalam setiap waktu dan menunjukkan jalan dan larangan yang melawanNya sehingga setiap orang tetap bersatu denganNya.
Pernah terjadi orang-orang mengecam matiraga kristiani sebagaimana dilakukan Yohanes Pembaptis. Mungkin mereka menilainya tidak menusiawi. Namun umat manusia juga tidak akan melupakan bagaimana kehidupan para rahib di padang gurun, yang bermatiraga setiap hari sebagai kurban penebusan bagi umat manusia. Matiraga yang mereka lakukan justru mengubah hidup banyak orang sehingga mereka dapat bersatu dengan Tuhan.
Yesus datang untuk membaharui segala sesuatu. Ia bergaul dengan bebas bersama kaum pendosa, makan dan minum dengan mereka sehingga dianggap pelahap, peminum dan sahabat pemungut cukai. Tuhan Yesus membenci dosa dan salah tetapi manusia berdosa dikasihiNya dan mengubah mereka untuk bertobat dan percaya kepadaNya.
Lihatlah bahwa banyak orang menolak Yohanes dan Yesus karena alasan yang sangat manusiawi. Mereka tidak melihat apa yang Yohanes dan Yesus lakukan. Mereka hanya melihat apa kata Taurat dan bagaimana melakukannya tetapi lupa perjuangan Yesus untuk mengasihi sampai tuntas. Mungkin saja anda dan saya juga termasuk orang-orang yang menolak Yesus dan sesama kita. Katanya pengikut Kristus tetapi suka membenci dan menolak orang lain. Mari kita berubah. Let’s Change!
Kisah Injil ini membantu kita untuk menjadi pribadi yang mawas diri. Mari kita berusaha untuk melihat hal-hal positif di dalam diri sesama manusia dan jauhilah kebiasaan dengan hanya melihat hal-hal negatif dalam diri sesama. Orang yang hidupnya suka mengkritik orang lain adalah pribadi yang tidak sempurna. Mari kita berusaha untuk menjadi pribadi yang berguna atau bernilai bagi sesama.
Saya mengakhiri renungan ini dengan mengutip Albert Einstein yang berkata: “Ukuran kecerdasan bukan terletak pada kebiasaan menggunakan alat-alat lama melainkan pada kemampuan diri kita untuk berubah menjadi lebih baik lagi.” Apakah anda juga mau berubah?
Doa: Tuhan, bantulah kami untuk selalu memiliki pikiran yang jernih terhadap sesama kami. Amen
PJSDB