Hari Selasa, Pekan Adven III
Zef 3:1-2.9-13
Mzm 34:2-3.6-7.17-18.19.23
Mat 21:28-32
Melakukan Kehendak Allah
Beberapa bulan yang lalu saya mengikuti perayaan syukur 60 tahun membiara dari seorang suster. Ketika masuk dalam ruangan tempat merayakan misa syukur, saya melihat sebuah spanduk bertuliskan: “Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendakMu.” (Ibr 10:9). Rupa-rupanya ini adalah moto biarawati yang sudah memasuki usia 80 tahun itu. Selama enam puluh tahun ia menghayatinya dengan penuh perjuangan dan pengurbanan diri. Selama enam puluh tahun dia melayani komunitasnya sebagai penjahit dan konon tidak mengeluh karena hanya sebagai penjahit. Ia mengakui bahwa dengan menjahit ia melakukan kehendak Allah. Saya mengingat Beata Theresia dari Kalkuta yang pernah berkata: “Lakukanlah pekerjaan-pekerjaanmu, mulai dari yang paing kecil dengan kasih yang besar.” Biarawati ini menjadi penjahit selama enam puluh tahun dengan cinta yang besar.
Saya lalu mengingat Raja Daud yang sering berdoa kepada Tuhan: “Aku suka melakukan kehendakMu, ya Allahku; TauratMu ada dalam dadaku.” (Mzm 40:8). Di tempat lain Daud berdoa: “Ajarlah aku melakukan kehendakMu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya RohMu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata.” (Mzm 143:10). Melakukan kehendak Tuhan memang membutuhkan perjuangan yang besar dan pengurbanan diri. Tuhan Yesus juga datang ke dunia untuk melakukan kehendak Bapa. Ia berkata: “Sebab Aku telah turun dari surga bukan untuk melakukan kehendakKu, tetapi melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.” (Yoh 6:38).
Selama masa Adventus ini kita belajar untuk melakukan kehendak Allah dalam diri Bunda Maria. Ia dipilih menjadi Bunda Yesus Kristus. Ia berkata: “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38). Ini menunjukkan ketaatan Maria pada kehendak Tuhan. Kita belajar dari Yesus, Putra Allah. St. Paulus menulis: “Yesus, walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Flp 2:6-8). Para nabi seperti nabi Yesaya, Yohanes pembaptis dan St. Yusuf suami Maria juga melakukan kehendak Allah. Artinya Tuhan menjadikan mereka semua model adventus bagi kita kita semua.
Bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini membantu kita untuk memahami kehendak Allah dan melakukannya. Tuhan Yesus memberi perumpamaan tentang dua orang anak. Ayah dari anak-anak itu datang dan meminta anak sulung untuk pergi bekerja di kebun anggurnya. Anak itu menjawab ya tetapi kemudian tidak pergi. Anak bungsu juga didatangi ayahnya untuk memintanya pergi bekerja di kebun anggurnya. Anak bungsu mengatakan tidak mau tetapi kemudian menyesal dan pergi bekerja. Dari dua orang anak ini, anak bungsulah yang melakukan kehendak ayahnya. Anak sulung adalah simbol orang-orang Yahudi yang lebih dahulu menerima Sabda Tuhan. Mereka mengetahuinya tetapi tidak melakukannya. Anak bungsu adalah orang-orang asing di mata orang Yahudi, kaum pendosa yang sempat menutup hatinya kepada Tuhan, tetapi mereka menyesal dan bertobat sehingga kembali kepada Allah.
Tuhan Yesus berkata: “Sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya.” (Luk 21:31).
Nabi Zefanya dalam bacaan pertama mengatakan tentang Yerusalem: “Celakalah si pemberontak dan si cemar, hai kota yang penuh penindasan! Ia tidak mau mendengarkan teguran siapapun dan tidak mempedulikan kecaman; kepada Tuhan ia tidak percaya dan kepada Allahnya ia tidak menghadap.” (Zef 3:1-2). Bangsa-bangsa lain akan memperoleh kemurahan Tuhan. Tetapi di mata Zefanya, Yerusalem akan bertobat. Ia berkata: “Suatu umat yang rendah hati dan lemah, dan mereka akan mencari perlindungan pada nama Tuhan, yakni sisa Israel itu. Mereka tidak akan melakukan kelaliman atau berbicara bohong; dalam mulut mereka tidak akan terdapat lidah penipu; ya, mereka akan seperti domba yang makan rumput dan berbaring dengan tidak ada yang mengganggunya.” (Zef 3:12-13).
Sabda Tuhan membantu kita untuk membangun pertobatan. Besok kita memasuki masa novena Natal, semoga kita berani melepaskan hidup lama yang jauh dari Tuhan karena tidak mentaati kehendakNya dengan menjadi orang yang setia mendengar sabda dan melakukanNya.
PJSDB