Hari Rabu, Pekan Biasa XIX
Yeh 9:1-7.10.18-22
Mzm 113:1-6
Mat 18:15-20
Bagaimana cara mengoreksi saudaramu?
Seorang Pastor, pimpinan sebuah komunitas membagi pengalaman kebersamaannya dengan para konfraternya. Komunitasnya memiliki komposisi yang bagus yakni memiliki anggota termuda dan tertua di dalam komunitas. Para konfrater senior memiliki banyak pengalaman sebagai birokrat di dalam tarekatnya. Karakter setiap konfrater juga beragam sesuai masing-masing pribadi. Dia merasa bersyukur karena memiliki komunitas yang besar dan plural. Namun demikian kesulitan yang ia alami adalah bagaimana mengoreksi konfrater yang memiliki kelemahan tertentu, apalagi di antara mereka ini ada mantan para birokrat (anggota dewan Jenderal, Provinsial dan Rektor) yang kadang cenderung memiliki power syndrome dan seolah-olah mengintimidasi dirinya sebagai pimpinan komunitas. Tentu saja kredibilitasnya sebagai pimpinan komunitas diuji, apakah ia mampu sebagai pimpinan atau tidak. Ini sebuah pengalaman yang lazim dalam hidup membiara.
Saling mengoreksi juga sering dialami di dalam keluarga. Seorang ibu pernah mampir di kantorku sambil menangis. Anaknya memiliki delapan nilai raport merah dari sembilan mata pelajaran. Baginya ini adalah sebuah beban. Saya meminta dia untuk melihat kembali tindakannya sebagai orang tua kepada anak itu. Apakah ada perhatian khusus atau tidak. Ia mengakui bahwa anak ini sering dimarahi dan dibentak dengan mengatakan bahwa dia bodoh, lemot dan lebih baik tidak usah melanjutkan sekolahnya. Litani “rugi” pun disampaikan: rugi waktu, rugi uang, rugi makanan, rugi pakaian seragam dan rugi-rugi lainnya. Sadar atau tidak sadar, orang tua sudah salah menerapkan parenting kepada anaknya.
Dua pengalaman sederhana ini dapat mengantar kita untuk memahami perikop Injil pada hari ini. Penginjil Matius mengisahkan tentang Tuhan Yesus yang tampil dan menjelaskan bagamana menasihati para saudara yang berdosa di dalam komunitas, bagaimana sakramen tobat itu memiliki dampak di dalam kebersamaan dan doa sebagai mahkota yang menyempurnakan kebersamaan dan pertobatan. Para saudara yang dimaksudkan di dalan Injil Matius ini berdosa tetapi tidak memiliki rencana untuk meninggalkan komunitas (gereja).
Langkah pertama adalah pendekatan secara pribadi. Yesus berkata, “Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengar nasihatmu, engkau telah mendapatkannya kembali.” Ini merupakan tindakan paling awal. Ketika melihat seorang saudara atau saudari berbuat dosa maka tugas kita adalah mengoreksinya atau menasihati supaya dia jangan berbuat dosa. Tentu saja etika komunikasinya harus diterapkan supaya saudara itu tidak terluka tetapi menyadari perbuatannya. Kadang-kaang saudara ini tidak mendengar koreksi. Mungkin hatinya tumpul atau mungkin juga ia adalah mantan pimpinan dan masih punya power syndrome.
Ketika berhadapan dengan saudara seperti ini, pilihan kedua ditawarkan. Yesus berkata, “Bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan”. Perkataan Yesus ini mirip dengan apa yang dituliskan di dalam Kitab Ulangan 19:15: “Satu orang saksi saja tidak dapat menggugat seseorang mengenai perkara kesalahan apapun yang mungkin dilakukannya; baru atas keterangan dua atau tiga orang saksi perkara itu tidak disangsikan”. Kehadiran dua atau tiga orang lain memiliki dampak: saudara yang berdosa itu didukung untuk tetap menjadi bagian dari komunitas dan juga kesaksian menjadi lebih kuat.
Apabila saudara yang berdosa ini tidak mau mendengar juga maka pilihan ketiga berlaku. Dalam hal ini, persoalan saudara ini disampaikan kepada jemaat (komunitas yang lebih besar). Apabila dia juga tetap tidak mau mendengar maka saudara ini tidak lebih dari seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai. Artinya saudara ini dikeluarkan dari komunitas dan menjadi bagian dari kaum pendosa. Cara mengoreksi saudara-saudara yang berdosa seharusnya melewati proses seperti di atas. Kesulitan dari mereka yang memberi koreksi adalah takut dan ragu karena dapat mengeruhkan suasana kebersamaan di dalam komunitas. Namun demikian kebenaran haruslah ditegakkan di hadapan semua saudara yang lain.
Setelah menjelaskan tentang cara mengoreksi saudara-saudara yang berdosa, Yesus melanjutkan dengan menjelaskan bagaimana dahsyatnya sakramen pengampunan dosa. Ia berkata, “Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di surga.” Koreksi persaudaraan dengan tiga tahapan di atas menjadi sempurna ketika saudara yang berdosa itu dengan jujur menyatakan kesalahan atau mengakui dosa-dosa dan salahnya. Komunitas dengan diwakili oleh penatua atau para romo di dalam Gereja Katolik memiliki kuasa untuk “melepaskan” dan “mengikat” (Mat 16:19).
Koreksi persaudaraan dan pertobatan mendapat mahkotanya dalam doa pribadi atau doa komunitas. Tentang hal ini, Yesus berkata, “Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka akan dikabulkan oleh BapaKu yang di Surga karena Aku berada di antara dua atau tiga orang yang berkumpul atas namaKu”. Dikatakan mahkota karena untuk dapat memberi koreksi dengan baik dan koreksi itu dapat diterima dengan baik maka hendaknya disertai dengan doa. Demikian juga pengalaman pertobatan menjadi sempurna kalau didukung dengan doa syukur atas pengampunan dosa.
Sabda Tuhan hari ini membantu kita untuk menjadi saudara yang baik bagi semua orang. Banyak kali relasi di dalam komunitas, keluarga dan tempat kerja berantakan karena kita lebih mudah berbicara tentang orang daripada berbicara dengan orang. Mudah sekali kita menghakimi atau menceritakan dosa saudara kita dari pada duduk bersama dan memberi koreksi, membantunya untuk menyesali dosanya (tobat) atau berdosa bersama. Mari kita membenahi relasi antar pribadi di antara kita. Jadilah saudara yang baik dan benar!
Doa: Tuhan, bantulah kami untuk dapat mampu menjadi saudara bagi sesama. Amen
PJSDB