St. Klara
Hari Sabtu, Minggu Biasa XVIII
Hab 1:12-2:4
Mzm 9:8-9.10-11.12-13
Mat 17:14-20
Iman sebesar biji sesawi juga sangat dashyat
Hari ini seluruh Gereja merayakan Pesta St. Klara (1193-1253). Ia kelahiran Asisi yang sangat tertarik dan menyatu dengan semangat Fransiskus dari Asisi. Oleh karena itu ia lari dari rumahnya dan mengikuti Fransiskus. Pada saat itu Klara baru berusia 18 tahun dan ia menjadi biarawati Fransiskan pertama. Sebelum meninggal dunia, Klara berdoa, “Tuhan, betapa bahagia aku Kauciptakan”. Klara adalah orang benar, orang beriman yang menaruh seluruh hidupnya dalam tangan Tuhan. Dia laksana biji sesawi yang kecil, hanya satu biji tetapi namanya masih harum hingga saat ini. Banyak orang dibawanya kepada Kristus. Ini juga menjadi tugas dan panggilan seluruh umat beriman yaitu membawa semua orang kepada Kristus.
Pada suatu kesempatan saya diminta untuk mengunjungi seorang pasien di ruangan ICU sebuah rumah sakit. Keadaan orang itu sekarat dan keluarganya menghendaki supaya pasien itu dapat menerima sakramen perminyakan dan viaticum.Semua ibadah berjalan dengan baik dan kelihatan dari wajah pasien itu ada harapan bahwa ia akan sembuh. Setelah selesai ibadat, katekis yang menjemput saya membisikan ke telinga pasien itu, katakanlah dengan iman, “Yesus sembuhkanlah saya”. Mulanya hanya ada suara katekis tetapi lama kelamaan suara pasien juga keluar, “Yesus, sembuhkanlah saya”. Pasien tersebut akhirnya sembuh total dan sebagai ucapan syukurnya ia selalu pergi ke gereja dan rajin berbagi. Ketika ditanya tentang pengalaman dijamah Tuhan di rumah sakit, Ia menjawab, “Tuhan adalah kasih, saya percaya!”
Ini hanya sebuah pengalaman kecil seorang pasien yang diselamatkan oleh Tuhan dari sakit penyakit yang dia alami. Ada pergumulan yang besar dalam diri si sakit untuk memilih tetap hidup atau mati. Maka tentu muncul pertanyaan yang mendalam adalah apakah Tuhan ada? Kalau Dia ada mengapa membiarkan sakit penyakit dialami oleh saudara ini dan saudari itu? Orang yang beriman atau sungguh-sungguh percaya kepada Allah pun akan bertanya-tanya kepada Allah tentang pengalaman mereka akan Allah. Hanya sedikit orang benar atau orang beriman yang memilih diam dan bergumul untuk mengikuti kehendak Allah.
Penginjil Matius melanjutkan Kisah Yesus yang masih dalam perjalanan bersama para muridNya. Mereka menjumpai orang banyak yang juga sedang mencari dan mau mengikutiNya. Ada seorang bapa, tanpa nama, datang kepada Yesus dan berkata, “Tuhan kasihanilah anakku. Ia sakit ayan dan sangat menderita. Ia juga sering jatuh ke dalam api dan air.” Orang tua ini tentu sudah lama mendengar tentang Yesus. Ia tidak malu untuk memohon kepada Yesus dan dengan jujur ia mengatakan apa adanya tentang anaknya. Ia tidak menyembunyikan penyakit yang diderita anaknya. Harus diingat bahwa pada zaman dahulu orang selalu beranggapan bahwa adanya penyakit karena akibat dosa orang tua. Yesus pun menaruh perhatian kepada orang tua ini. Orang tua ini juga berkata kepada Yesus bahwa ia sendiri sudah membawa anaknya yang sakit ayan dan kerasukan roh jahat ini kepada para muridNya tetapi mereka tidak mampu menyembuhkannya.
Ketika Yesus melihat kepolosan hati orang tua yang anaknya sedang sakit ini maka Ia menggunakan kesempatan untuk mengoreksi para muridNya untuk memiliki iman, dan bertumbuh dalam iman kepadaNya. Dengan keras Ia berkata, “Hai kamu angkatan yang tidak percaya dan sesat, berapa lama lagi Aku harus ada bersama kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar dengan kamu?” Ketika mereka sendirian bersama para murid, Yesus berkata kepada mereka, “Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada gunung itu: Pindahlah dari tempat ini ke sana, maka gunung ini akan berpindah, dan takan ada yang mustahil bagimu.”
Kisah Injil ini merupakan gambaran ideal relasi kita dengan Tuhan. Para murid yang setiap hari ada bersama Tuhan Yesus memiliki satu kelemahan yaitu mereka masih kurang percaya. Ini juga menjadi bahaya bagi para gembala di dalam Gereja, para aktivis dan agen pastoral yang setiap hari berada di dalam gereja karena mereka dapat lupa diri sehingga menjadi orang yang kurang percaya. Bapa yang anaknya sakit adalah perantara keselamatan bagi anaknya yang sakit. Dia yang mengimani Yesus sehingga imannya itu dapat menyelamatkan anaknya. Para agen pastoral atau para aktivis gereja hendaknya menjadi perantara keselamatan bagi banyak orang di dalam gereja. hal yang paling sederhana adalah dengan kuasa Tuhan, mereka dapat membawa orang kepada Tuhan bukan kepada dirinya sendiri. Yesus sendiri memiliki kepedulian terhadap orang yang menderita. Ia tidak melihat siapa orang yang mau Ia layani, tetapi melihat jati diri, orang yang sungguh berharap pada penyelenggaraan dan kasihNya. Sikap Yesus ini patut kita ikuti.
Habakuk dalam bacaan pertama menyampaikan doanya kepada Yahwe. Doa sederhana yang keluar dari dalam hatinya dan juga pengalamannya sendiri. Habakuk tahu bahwa umat Israel sedang mengalami penderitaan di Babel dan banyak orang berpikir saat itu bahwa Tuhan seolah-olah masa bodoh dengan penderitaan umatNya. Sebenarnya perasaan bahwa Tuhan begitu jauh membuat mereka bangkit dari tidur imannya untuk menjadi lebih dekat dan akrab dengan Tuhan. Dalam doa ini, Habakuk juga menemukan kekuatan untuk percaya dan imannya ini juga membantu sesama yang lumpuh imannya untuk bertumbuh dalam iman. Orang-orang benar menurut Habakuk, akan hidup oleh karena imannya.
Sabda Tuhan hari ini menantang kita untuk bertumbuh dalam iman. Apabila kita merasa jauh dari Tuhan, jujur dan katakanlah, “Tuhan tambahlah iman kami.” Dengan demikian kita menjadi orang benar dan membawa banyak orang kepada keselamatan.
Doa: Tuhan, tambahlah selalu iman kami. Amen
PJSDB