Hari Minggu Biasa ke-XXIII/B
Yes. 35:4-7a
Mzm. 146:7,8-9a,9bc-10
Yak. 2:1-5
Mrk. 7:31-37
Merenungkan Kebaikan Tuhan
Pada suatu kesempatan saya diundang untuk merayakan misa harian di sebuah komunitas para suster. Karya utama para suster itu adalah melayani anak-anak berkebutuhan khusus. Saya melihat semangat kerasulan dan pengabdian para suster di komunitas itu sangat tinggi. Mereka bisa masuk ke dalam hidup anak-anak sehingga dengan mudah mengarahkan mereka untuk mengikuti perayaan Ekaristi dengan baik. Padahal anak-anak seperti ini sulit untuk berkonsentrasi dengan baik selama perayaan Ekaristi berlangsung. Setelah perayaan Ekaristi, saya coba bertanya kepada para suster, kiat yang membuat anak-anak bisa begitu tenang dalam mengikuti perayaan Ekaristi. Suster kepala biara mengatakan bahwa faktor kebiasaan amatlah penting. Anak-anak berkebutuhan khusus harus dibiasakan untuk mengikuti perayaan Ekaristi dan berdoa bersama para suster. Jadi setiap hari para suster berdoa dan anak-anak melihat mereka berdoa. Mereka juga mendoakan secara pribadi anak-anak itu. Hal kedua, para suster yakin bahwa Tuhan bekerja dan Ia menjadikan segala-galanya baik adanya. Tuhan tidak pernah keliru dalam menciptakan bumi dan isinya. Manusialah yang keliru menjawabi kasih Tuhan Allah. Sambil mendengar penjelasannya saya melihat sebuah spanduk bertuliskan: “Tuhan menjadikan segala-galanya baik adanya”. Kalimat-kalimat ini memberikan inspirasi tersendiri bagi komunitas para suster dalam pelayanan-pelayanan mereka di antara anak-anak berkebutuhan khusus bahwa Tuhan sebenarnya menciptakan segala sesuatu baik adanya.
Tuhan Yesus melakukan hal-hal yang luhur demi kebaikan manusia. Dalam bacaan Injil hari ini, kita mendengar bagaimana Tuhan Yesus begitu baik melayani manusia yang sangat membutuhkan-Nya. Dikisahkan oleh Penginjil Markus bahwa Tuhan Yesus meninggalkan Tirus dan lewat Sidon menuju ke Galilea dengan melewati daerah Dekapolis. Banyak orang sudah mengenal Yesus sehingga mereka memohon kepada-Nya untuk menyembuhkan seorang yang gagap dan tuli. Yesus menunjukkan disponibilitas-Nya untuk menolong orang yang sangat membutuhkan kesembuhan.
Apa yang Yesus lakukan? Yesus memisahkan orang tuli dan gagap dari orang lain. Yesus melakukan tindakan penyembuhan kepada orang ini dengan cara yang unik. Mula-mula Yesus memasukkan jarinya ke dalam lubang telinga orang itu, meludah dan meraba lidah orang itu. Ia menengadah ke langit, mengucapkan doa syukur kepada Bapa atas karya-Nya ini. Ia menarik nafas lalu berkata: “Efata” yang berarti Terbukalah. Orang itu pun mengalami anugerah kesembuhan dari Tuhan Yesus. Telinga orang itu menjadi terbuka dan mendengar seperti biasa dan pengikat lidahnya pun terlepas sehingga ia bisa berbicara dengan leluasa. Pada akhir mukjizat ini, Tuhan Yesus melarang mereka untuk tidak mewartakan berita penyembuhan ini kepada orang lain. Namun semakin mereka dilarang untuk berbicara dalam nama-Nya, ternyata nama Yesus semakin dimuliakan di mana-mana.
Peristiwa penyembuhan orang gagap dan tuli ini sering dikaitkan dengan sakramen-sakramen inisiasi kristiani khususnya sakramen pembaptisan. Melalui sakramen-sakramen inisiasi, seorang dibantu untuk mengimani Tuhan Allah dan menjadi anggota Gereja Katolik. Jadi ketika dibaptis, seorang pribadi dilahirkan kembali dari air dan Roh. Ia menjadi serupa dengan Yesus Kristus sendiri. Menjadi pengikut Kristus, mengandaikan semangat untuk hidup baru terus menerus di dalam Kristus. Tuhan turut bekerja di dalam Gereja-Nya dan di dalam diri kita masing-masing.
Kehadiran Yesus di dunia menjadi awal sebuah zaman baru. Hidup dan karya-Nya membaharui seluruh dunia. Ia membuka telinga orang untuk lebih banyak mendengar Tuhan dan Sabda-Nya dengan tidak bertegar hati. Ia membuka mulut setiap orang untuk memuji dan memuliakan nama-Nya. Dengan mulut yang terbuka, manusia bisa bersorak gembira karena merasakan keselamatan dari Tuhan.Tugas Gereja adalah membantu setiap orang untuk memiliki telinga yang terbuka untuk mendengar Tuhan dan mulut untuk memuji dan memuliakan-Nya.
Nabi Yesaya dalam bacaan pertama sebenarnya sudah bernubuat tentang zaman baru, di mana Tuhan memiliki kehendak untuk membaharui segala sesuatu. Tuhan mengingatkan manusia: “Kuatkanlah hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu akan datang dengan pembalasan dan dengan ganjaran Allah. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!” (Yes 35:4). Apa yang akan terjadi? Nabi Yesaya melihat bahwa Tuhan akan melakukan karya-karya istimewa seperti mata orang buta akan dicelikkan dan telinga orang-orang tuli akan dibuka. Orang-orang lumpuh akan melompat seperti rusa, mulut orang bisu akan bersorak gembira. Di samping keselamatan yang dialami manusia, ada juga keharmonisan alam semesta sebagai karya Tuhan: mata air memancar di padang gurun, sungai akan mengalir di padang belantara, tanah pasir akan menjadi kolam yang jernih dan tanah gersang akan menjadi sumber-sumber air.
Melalui nubuat nabi Yesaya ini, kita dibantu untuk mengerti kehendak Tuhan yakni Ia melakukan semuanya ini baik adanya. Manusia diselamatkan secara jasmani dan rohani. Alam semesta yang kacau balau ditata kembali seturut kehendak-Nya. Tuhan hanya punya kehendak untuk memberi yang terbaik bagi manusia. Ada penderitaan yang bisa membuat tawar hati tetapi Tuhan tidak akan membiarkan manusia tetap menderita. Manusia akan merasakan kebaikan Tuhan pada saat yang tepat. Mengikuti St. Paulus, Tuhan memilih orang-orang yang dianggap miskin oleh dunia untuk menjadi ahli waris Kerajaan. Persoalannya adalah apakah kita mengimani-Nya? Apakah kita sungguh-sungguh merasa bahwa Tuhan melakukan segalanya baik adanya?
Saya mengakhiri homili ini dengan mengingatkan kita semua bahwa pada hari Minggu ini kita juga memasuki Hari Minggu Kitab Suci Nasional, bulan September 2015. Lembaga Biblika Indonesia memberikan tema umum: “Keluarga melayani seturut Sabda”. Tema ini membantu kita untuk menghidupkan kembali semangat pelayanan di dalam keluarga dan komunitas masing-masing. Tuhan Yesus sendiri memiliki keluarga dan komunitas maka Ia melayani sampai tuntas. Melayani secara rohani berarti mempersembahkan hidup kepada Allah dan membangun solidaritas dengan sesama sebagai anggota tubuh mistik Kristus. Maka Sabda Tuhan membimbing kita untuk melayani di dalam keluarga dan komunitas.
Di Keuskupan Agung Jakarta, tema Bulan Kitab Suci sejalan dengan Arah Dasar Keuskupan yakni “Aku bersyukur kepada-Mu Penolongku dan Allahku”. Kita belajar dari tokoh-tokoh seperti Andreas dan Filipus, Maria Magdalena, Nikodemus dan orang buta dalam Injil Yohanes. Para tokoh ini mengispirasikan kita untuk selalu bersyukur kepada Tuhan. Selamat memasuki Bulan Kitab Suci Nasional 2015. Santo Hironimus berkata: “L’ignoranza delle Scritture è ignoranza di Cristo” (Sebab tidak mengenal Alkitab berarti tidak mengenal Kristus). Perkataan St. Hironimus dikutip juga dalam dokumen tentang Wahyu Ilahi di dalam Konsili Vatican II (DV, 25). Mari kita membaca, merenungkan dan melakukan Sabda dalam karya dan pelayanan kita.
PJSDB