Hari Raya SP maria dikandung tanpa noda dosa
Pembukan Tahun Jubileum Kerahiman Allah
Kej. 3:9-15,20
Mzm. 98:1,2-3ab,3bc-4
Ef. 1:3-6,11-12
Luk. 1:26-38
Misericordes sicut Pater!
Misericordes sicut Pater (Bermurahatilah seperti Bapamu) merupakan kalimat yang diucapkan Yesus dalam kotbah di bukit (Luk 6:36). Misericordes sicut Pater juga menjadi semboyan kepausan dalam logo Tahun Jubileum Kerahiman Allah yang berlangsung 8 Desember 2015 – 20 November 2016. Di samping itu menjadi judul himne resmi Tahun Jubileum. Himne ini ditulis oleh Pater Eugenio Costa, SJ dan disesuaikan dengan aransemen musik karya musikus katolik Paul Inwood. Beliau adalah anggota asosiasi FDLC Region 11 dan merupakan seorang penggubah lagu gereja katolik berbahasa Inggris. Himne tahun Jubileum ini diterima oleh Dewan Kepausan untuk promosi Evangelisasi Baru (Pontifical Council for the Promotion of the New Evangelization) pada tanggal 5 Agustus 2015 yang lalu. Himne ini sudah direkam oleh Mgr. Massimo Palombella, selaku direktur koor kapel Sistine di Roma dan sudah diperdengarkan oleh Radio Vatican. Lagu ini menjadi tenar sepanjang hari ini, bertepatan dengan pembukaan tahun Jubileum Kerahiman Allah dan Hari Raya Bunda Maria dikandung tanpa noda dosa.
Saya terinspirasi untuk memulai homili hari ini dengan mengutip dua ucapan Paus Fransiskus, yakni:
Pertama, “Tahun Jubileum Kerahiman Allah mengingatkan kita bahwa Allah selalu menanti kedatangan kita dengan tangan-Nya yang terbuka, serupa dengan sikap yang ditunjukkan oleh bapa dari anak yang hilang”
Perkataan Sri Paus ini terinspirasi dari sikap bapa yang selalu berlaku baik terhadap anak bungsunya yang hilang. Sebagaimana dikisahkan di dalam Injil Lukas (Luk 15: 11-32) bahwa ada seorang bapa mempunyai dua orang anak. Anak bungsunya meminta warisan yang menjadi haknya. Bapa itu murah hati maka ia membagikan warisan secara adil kepada kedua anaknya. Anak sulung tetap tinggal di dalam rumah ayahnya. Ia hidup dari segala kepunyaan ayahnya, meskipun ia sendiri sudah memiliki warisan sendiri. Anak bungsu melakukan perjalanan yang jauh dan menghabiskan semua harta warisannya. Ia berfoya-foya dan akhirnya melarat. Ia mengambil keputusan untuk kembali kepada bapanya. Ini adalah pilihan yang tepat. Sikap bapanya ketika melihat anak bungsunya datang: ia berlari mendapatkannya lalu merangkul dan menciuminya (Luk 15:20). Kemurahan dan kebaikan hati bapa juga ditunjukkan dengan memerintahkan para hambanya untuk mengenakan jubah baru kepada anaknya, cincin pada jarinya, sepatu pada kakinya dan seekor anak lembu tambun untuk merayakan perjamuan baginya. Allah adalah Bapa yang senantiasa membuka tangannya untuk menyambut kita ketika berani dan rendah hati kembali kepada-Nya.
Kedua, Paus Fransiskus mengatakan bahwa akar dari misteri keselamatan adalah kehendak Allah yang berbelas kasih, yang tidak ingin menyerah ketika berhadapan dengan kesalahpahaman, rasa bersalah dan penderitaan manusia, melainkan semua ini diberikan kepada-Nya untuk menjadi diri-Nya sendiri sebagai manusia supaya menjumpai setiap pribadi dalam situasi hidupnya yang nyata. Belas kasih Allah yang sempurna dialami sendiri oleh Simon Petrus ketika memandang wajah Yesus setelah menyangkal-Nya tiga kali.” Perkataan Paus Fransiskus ini merupakan gambaran hidup gereja, gambaran hidup anda dan saya di hadirat Tuhan. Kita semua tidak bebas dari salah dan dosa. Kita membutuhkan Tuhan yang memiliki kuasa untuk mengubah kehidupan kita. Ia sendiri telah berempati dengan kita dalam diri Yesus, dalam peristiwa Inkarnasi. Ia menjadi manusia dan tinggal di tengah-tengah kita.
Sepanjang tahun kerahiman Allah ini, kita semua disapa kembali oleh Tuhan bahwa kita semua orang berdosa. Kita perlu ber-metanoia, kembali sepenuhnya kepada Tuhan Allah kita. Betapa banyak salah dan dosa kita lakukan dengan sadar karena hati kita keras dan tegar. Pada tahun Jubileum Ketahiman ilahi ini kita kembali kepada Tuhan karena tangan-Nya yang perkasa tetap terbuka, siap menerima kita apa adanya. Karena dosa, kita semua mati tetapi Tuhan menghendaki hidup abadi kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya. Itulah sebabnya pintu suci di Vatican akan dibuka, sebagai tanda Gereja membuka dirinya untuk menerima kembali anak-anaknya yang tersesat tetapi masih memiliki hati nurani untuk kembali kepada-Nya.
Pada hari ini Gereja juga merayakan hari Raya Bunda Maria dikandung tanpa noda dosa. Perayaan ini dimulai sejak abad ke-VIII oleh Gereja Timur. Banyak tempat di Gereja Barat juga menghormati Maria sebagai dia yang dikandung tanpa noda dosa. Devosi kepada Bunda Maria ini mendorong Paus Pius IX untuk mengukuhkan perayaan ini sebagai perayaan sebagai sebuah dogma atau ajaran iman. Intisari dari dogma ini adalah bahwa sejak dikandung, Maria bebas dari noda dosa dan ini menjadi alasan ia dipilih sebagai Bunda Yesus sang Penebus. Ini berarti Allah menunjukkan kemurahan hati-Nya kepada Maria supaya hatinya tidak tercemar oleh dosa.
Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini juga membantu kita untuk merasakan kerahiman ilahi dari Tuhan. Dalam bacaan pertama, kita mendengar kisah Adam dan Hawa. Mereka menyalahgunakan kebebasan mereka di hadapan Tuhan. Mereka sudah jatuh ke dalam dosa. Akibat dari dosa adalah kematian. Maka Tuhan mengatakan kepada ular bahwa Ia akan mengadakan permusuhan antara keturunannya dengan keturunan Hawa. Situasi dosa asal digambarkan sebagai sebuah proses pemindahan beban dari orang yang satu dan yang lain. Ada sikap membenarkan diri sendiri. Itu yang dilakukan manusia pertama di hadapan Tuhan. Tuhan murah hati dengan manusia. I tidak mengutuk manusia, tetapi hanya menegur mereka supaya berjuanag untuk hidup. Tuhan hanya mengutuk ular dan selamanya ular menjadi musuh manusia. Ular melambangkan iblis dan kuasanya yang selalu bertentangan manusia yang hidup bersama Tuhan. Keturunan Hawa akan meremukan kepala ular. Hawa baru adalah proto tipe Maria, ibu Yesus.
Dalam bacaan kedua, St. Paulus mengingatkan jemaat di Efesus bahwa Kristus adalah Penyelamat manusia. Hanya di dalam Yesus Kristus, Allah menjadikan kita sebagai anak-anak-Nya dan menjadi ahli waris Kerajaan Surga. Paulus berani untuk tetap memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus. Dialah yang memberikan berkat rohani dari surga. Hanya di dalam Dia, Allah memilih kita sebelum dunia dijadikan supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Bagi Paulus, dalam kasih, Allah menentukan kita sebagai anak-anak-Nya. Maka menjadi kudus adalah sebuah anugerah dari Bapa melalui Tuhan Yesus Kristus.
Dalam bacaan Injil, konsep keselamatan manusia menjadi sempurna. Adam dan Hawa sudah jatuh dalam dosa dan semua orang menjadi berdosa. Namun Tuhan memberi Adam Baru yakni Yesus Kristus sebagai satu-satunya Penebus kita. Tuhan memberi Hawa Baru yaitu Bunda Maria sebagai Ibunda Yesus Kristus. Ia adalah wanita kudus yang menerima kabar sukacita bahwa Ia menjadi Ibu Yesus, Bunda Allah. Maria adalah pribadi yang kudus. Kekudusannya nampak dalam kerendahan hatinya, kesiapan untuk menolong semua orang. Ia menyimpan segala perkara di dalam hatinya. Maria menjadi inspirator kekudusan kita. Ia menjadi kekuatan bagi kita untuk berjalan bersamanya menuju kepada Yesus dan ikut merasakan kerahiman Tuhan Allah. Ad Iesum per Mariam (menuju kepada Yesus melalui Bunda Maria). Dialah yang dikandung tanpa noda dosa. Dialah yang mendoakan kita sekarang hingga ajal menjemput untuk merasakan kemurahan hati, dan kerahiman Bapa.
PJSDB