Jumat Pekan Prapaskah IVB
Keb 2:1a.12-22
Mzm 34:17-18.19-20.21.23
Yoh 7: 1-2.10.25-30
Berapa harga sebuah pengorbanan?
Napoleon Hill, seorang penulis dan Sastrawan Amerika pernah berkata bahwa kesuksesan manusia itu lahir dari pengorbanan besar dan tidak pernah berasal dari keegoisan pribadinya. Yah, berkorban dalam bentuk apapun bukanlah pekerjaan yang mudah dan menyenangkan. Berkorban untuk kebaikan orang lain itu mahal harganya. Apabila pengorbanan itu dilakukan dengan tulus ikhlas maka akan menghasilkan sesuatu yang baik bagi sesama dan diri kita sendiri dalam kebersamaan.
Bacaan-bacaan dalam liturgi hari ini mengarahkan kita untuk memahami makna pengorbanan. Orang-orang benar sangat dikasihi Tuhan. Siapakah orang benar itu? Mereka adalah orang-orang miskin (kaum anawaim) yang hidupnya semata-mata berada di tangan Tuhan dan penyelenggaraanNya. Orang-orang yang menderita demi kebahagiaan orang lain. Orang-orang yang rendah hati dan suci hatinya di hadapan Tuhan. Singkatnya, orang-orang benar itu hidupnya sungguh berlainan dengan orang lain karena mereka hidup dari dan untuk Tuhan. Biasanya orang-orang seperti ini layak di hadapan Tuhan tetapi sangat dibenci oleh sesama manusia. Mereka menjadi batu sandungan bagi orang lain yang memiliki kecenderungan untuk berbuat jahat. Orang jahat selalu memiliki rencana untuk menghancurkan, menindas bahkan membunuh orang benar.
Pengalaman orang-orang benar dalam Perjanjian Lama juga menjadi pengalaman Yesus. Ia melakukan hal-hal besar dalam Sabda dan Karya. Namun demikian ada saja orang-orang Yahudi tetap menolakNya. Lebih lagi ketika Yesus melakukan mukjizat pada hari Sabat dan menyapa Allah sebagai BapaNya. Yesus sendiri berkata: “Aku datang bukan atas kehendakKu sendiri, tetapi diutus oleh Dia yang benar, yang tidak kamu kenal. Aku mengenal Dia sebab Aku datang dari Dia. Dialah yang mengutus Aku” Dari kata-kata ini, bagi orang-orang Yahudi, tidak ada hukuman lain yang lebih cocok bagi Yesus selain hukuman mati karena Ia menghujat Allah! Berbagai ancaman untuk membunuh Yesus dilancarkan hanya belum ada yang berani menyentuhNya karena saatnya belum tiba.
Sikap rela berkorban memberikan warna kehidupan yang indah. Seorang yang rela berkorban akan melakukan sesuatu yang tidak ingin dilakukan oleh orang lain, tetapi apa yang dilakukannya itu memberikan dampak bagi kehidupan orang lain. Betapa indahnya dunia ini ketika semua orang memiliki sikap rela berkorban. Ketika semua orang menyadari bahwa apa yang dilakukannya itu memberi arti kehidupan bagi sesama. Yesus menunjukkannya ketika menyerahkan diri sampai tuntas di atas kayu Salib. Dengan Salib suciNya Ia telah menguduskan dunia. Saudara, jangan merasa rugi atau penuh perhitungan apabila pengorbanan diri dituntut untuk kebaikan sesama. Yesus sendiri menggunakan Tubuh dan DarahNya yang mahal untuk keselamatan kita. Apakah anda berani?
PJSDB