Hari Minggu Palma/C
Yes 50:4-7
Mzm 22:8-9.17-18a.19-20.23-24
Flp 2:6-11
Luk 22:14-23:56
Semua lidah mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan!
Hari Minggu Palma telah tiba. Banyak umat katolik khususnya panitia Paskah di setiap paroki cukup sibuk mencari daun palma sebelum hari Minggu Palma untuk diberkati pastor bagi seluruh umat yang ikut dalam perayaan suci ini. Ada saudari dan saudara yang mungkin terlalu berkonsentrasi pada usaha mencari daun palma sampai melupakan makna terdalam dari perayaan hari Minggu Palma ini. Pada hari Minggu Palma ini, kita semua memperingati sengsara Tuhan kita Yesus Kristus dan bahwa Ia memasuki kota Yerusalem sebagai Mesias yang jaya. Perayaan ini sebenarnya mencerminkan dua aspek penting dalam liturgi yang juga menjadi sifat mendasar dari perayaan Paskah yakni penderitaan dan kemuliaan atau sebagaimana orang biasa mengatakan: “per crucem ad lucem” (dari salib kepada terang).
Perayaan hari Minggu Palma dimulai dengan suasana penuh sukacita. Orang-orang bersukacita menyambut Yesus sebagai raja mulia. Dia yang mengendarai seekor keledai melewati Betfage dan menuruni bukit Zaitun menuju ke kota Yerusalem. Perayaan ini dikenang secara liturgis, sebagai perayaan penuh kegembiraan dalam sebuah prosesi umat. Suasana “go green” menghiasi prosesi ini karena semua umat melambaikan daun palmanya setelah diberkati Pastor. Setelah melewati suasana penuh sukacita ini, umat katolik juga dibantu secara liturgis untuk memahami kisah sengsara Tuhan kita Yesus Kristus menurut Injil Lukas di tahun C. Nah di sinilah terdapat perpaduan antara sukacita dan dukacita, persaan gembira dan sedih menjadi satu.
Mengapa kita menggunakan daun palma bukan daun yang lain. Egeria mencatat bahwa sejak abad ke-V berkembang sebuah kebiasaan dalam praktik liturgi dengan menggunakan daun palma. Biasanya di sekitar Betfage dilakukan ibadat sabda dan dilanjutkan sengan sebuah prosesi meriah, menuruni bukit Zaitun menuju ke Yerusalem. Gereja Katolik melanjutkan tradisi meriah prosesi daun palma hingga saat ini. Dalam budaya tertentu berkembang keyakinan bahwa daun palma memiliki kekuatan gaib untuk melindungi dan mencegah rumah, kebun, ternak dari gangguan dari iblis dan roh-roh jahat. Dalam pandangan kristiani, daun palma merupakan simbol kemenangan atas maut. Daun palma juga menjadi lambang kemenangan martir atas kematiannya. Pikiran kita tertuju kepada Tuhan Yesus yang memenangkan maut dengan kebangkitan-Nya yang mulia. Daun Palma selalu berwarna hijau. Warna hijau sendiri merupakan warna dari tumbuh-tumbuhan dan musim semi. Sebab itu, daun palma melambangkan kehidupan yang menguasai kematian.
Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini juga menarik perhatian kita. Meskipun sesuai rubrik, para romo diingatkan untuk memberikan sebuah homili singkat namun saya merasa baik untuk memberikan sebuah refleksi sederhana untuk ketiga bacaan Kitab Suci ini. Nabi Yesaya dalam bacaan pertama menubuatkan tentang ketaatan hamba Tuhan. Hamba Tuhan mengakui bahwa Tuhan Allah telah memberikan kepadanya lidah sebagai seorang murid. Lidah sebagai murid Tuhan adalah hadiah dari Tuhan Allah yang sangat istimewa. Dengan lidah dari Tuhan ini, sang hamba mendapat kata-kata dari Tuhan untuk memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Tuhan juga menganugerahkan telinga supaya hamba Tuhan mendengar sebagai murid.
Hamba Tuhan juga siap untuk menerima semua penderitaan dan kemalangan. Ia memberi punggungnya kepada orang-orang yang memukulnya. Ia memberi pipinya kepada orang-orang yang mencabut janggutnya. Mukanya juga tidak ia sembunyikan, Dia malah membiarkannya untuk dinodai dan diludahi. Meskipun mengalami berbagai penderitaan dan kemalangan namun satu hal yang tetap ia miliki sebagai hamba Tuhan adalah Tuhan sendiri. Tuhan datang sebagai penolong sehingga hamba Tuhan tidak mendapat noda. Hamba Tuhan tetap teguh kepada Tuhan karena dia yakin bahwa Tuhan akan melindunginya dan dia tidak akan mendapat malu.
Figur Hamba Tuhan yang menderita ini dimengerti oleh St. Paulus. Yang dimengerti Paulus adalah Tuhan Yesus Kristus. Paulus menunjukkan imannya dalam sebuah himne Kristologisnya. Pertanyaan yang memancing pemikiran St. Paulus adalah siapakah Yesus baginya. Paulus memuji Yesus sebagai Hamba Tuhan dalam suratnya kepada jemaat di Filipi. Paulus mengatakan bahwa meskipun dalam rupa Allah, Yesus tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan. Ia malah berkenosis atau mengosongkan diri-Nya, mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Ia merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati bahkan matinya di kayu salib. Karena ketaatan-Nya ini maka Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama. Maka menurut Paulus, hanya dalam nama Yesus Kristus segala yang ada di langit, yang ada di atas bumi dan di bawah bumi bertekuk kutut. Dengan demikian semua lidah mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan bagi kemuliaan Allah Bapa.
Dalam himne Kristologi ini, Paulus menunjukkan imannya kepada Kristus dan mengajak kita untuk ikut mengimani-Nya. Kebajikan-kebajikan Tuhan Yesus ditunjukkan oleh Paulus seperti Tuhan Yesus itu solider dan empati dengan manusia meskipun Dia memang Anak Allah. Tuhan Yesus juga merendahkan diri-Nya supaya kita semua bisa mendapat martabat baru sebagai ana-anak Allah. Apakah kita bangga sebagai anak-anak Allah? Mari kita mengikuti teladan hidup Yesus Kristus. Pemikiran Paulus tentang Yesus ini sebenarnya menjadi ringkasan kisah sengsara Tuhan kita Yesus Kristus yang kita dengar dalam Injil Lukas.
Penginjil Lukas memulai kisah sengsara Tuhan Yesus dengan penetapan perjamuan malam. Yesus rindu untuk makan Paskah para murid-Nya sebelum menderita. Ini menjadi kesempatan Yesus berekaristi bersama para murid-Nya dan senantiasa dikenang sepanjang masa. Di sampaing Ekaristi, Yesus adalah imam Agung yang menghadirkan di dalam Gereja Sakramen Imamat. Ekaristi menjadi tanda Yesus menyerahkan diri-Nya secara total dan kenangan akan paskah-Nya.
Setelah perjamuan bersama, Yesus dan para murid-Nya pergi ke taman Getsemani. Yesus meminta para murid-Nya untuk berdoa dan berjaga-jaga. Yesus sendiri berdoa dan menyerahkan segala sesuatu kepada Tuhan: “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku melainkan kehendaku-Mulah yang terjadi” (Luk 22:42). Dari Getzemani, Tuhan Yesus ditangkap untuk diadili. Yesus masih menegur orang-orang yang datang untuk menangkap Dia dengan berkata: “Sangkahmu Aku ini penyamun, maka kamu datang lengkap dengan pedang dan pentung? Padahal tiap-tiap hari Aku ada di tengah-tengah kamu di dalam Bait Allah, dna kamu tidak menangkap Aku. tetapi inilah saat kamu, dan inilah kuasa kegelapan itu.” (Luk 22:53).
Petrus adalah kepala para rasul, mengikuti Tuhan Yesus dari jauh. Ia menyangkal Yesus sebanyak tiga kali. Selanjutnya Yesus dihadapkan kepada Mahkamah Agama Yahudi untuk diadili. Ia dicaci maki, diludahi sebagaimana lukisan Yesaya tentang Hamba Tuhan yang menderita dalam bacaan pertama. Dari Mahkamah Agama, Yesus dibawah ke Pilatus dan Herodes, lalu dikembalikan lagi ke tangan Pilatus. Di sinilah dimulai balada penyaliban. Ia melewati jalan salib yang panjang, penuh penderitaan hingga wafat di kayu salib. Kisah ini menjadi indah karena kepala pasukan sendiri mengakui: “Sungguh, orang ini adalah orang benar!” (Luk 23:47). Jenasah Yesus diturunkan dari salib atas permintaan Yusuf dari Arimatea untuk dikuburkan di dalam kubur yang baru. Yesus sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia.
Kita memasuki pekan suci ini dengan memohon supaya Tuhan memberi berkat berlimpah kepada kita semua. Sambil merenungkan penderitaan Kristus, kita berani berkata: Yesus Kristus sungguh-sungguh Tuhan kita.
PJSDB