Hari Sabtu, Oktaf Paskah
Kis 4:13-21
Mzm 118:1.14-15a.16a.18.19-21
Mrk 16:9-15
Semuanya hanya bagi-Mu, Yesus!
Saya pernah diundang untuk merayakan misa syukur ulang tahun hidup membiara ke-30 dari seorang suster. Ia memilih tema perayaan syukurnya: “Semuanya hanya bagi-Mu, Yesus.” Usai perayaan Ekaristi, dilanjutkan dengan sambutan sederhana sebagai ucapan syukur dan terima kasih dari sang jubilaris. Ia mengatakan bahwa selama tiga puluh tahun melayani Tuhan dalam tarekatnya, ia hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sederhana dengan cinta kasih yang besar. Selama ini ia mengkoordinir semua pekerjaan di kamar jahit, dapur dan urusan rumah tangga lainnya. Ia sekalian memberi kursus kepada para gadis yang mengikuti kursus di tempatnya. Ia juga merasakan banyak kesusahan dan penderitaan yang datang dari dalam dirinya juga dari pihak komunitas. Dalam dirinya kadang ia sulit untuk memberi koreksi kepada rekan-rekan di tempat kerja, dari komunitas kadang ada sesamanya yang banyak omong dan mengeritik, tetapi mereka sendiri tidak bisa berbuat apa-apa. Baginya, semua pengalaman itu membuatnya bertumbuh dan menjadi matang dalam panggilannya. Suster ini merasa diri bukan orang terpelajar namun kenyataannya ia sudah berbuat banyak untuk Tarekatnya dan Gereja serta semua orang yang mengalami pelayanannya.
Selama oktaf paskah ini, kita mendengar banyak kisah menarik tentang Tuhan Yesus yang bangkit mulia dan bagaimana reaksi dari para murid-Nya. Penginjil Markus menceritakan bahwa Tuhan Yesus yang bangkit mulia mula-mula menampakkan diri-Nya kepada Maria Magdalena. Tuhan Yesus pernah mengusir tujuh setan yang menguasai Maria Magdalena. Maria Magdalena adalah contoh figur yang berprinsip “semuanya hanya bagi Yesus” karena ia sudah merasakan kasih dan kebaikan Tuhan Yesus sebelumnya. Sekarang dia memiliki tugas baru untuk menyampaikan warta kebangkitan kepada para murid Yesus tetapi mereka tidak percaya kepadanya.
Selanjutnya, Tuhan Yesus menampakkan diri-Nya kepada dua orang murid dalam perjalanan ke luar kota, lalu mereka berdua kembali untuk menceritakannya kepada para murid yang lain, namun mereka juga tidak percaya. Tuhan Yesus lalu menampakkan diri-Nya secara langsung kepada kesebelas murid-Nya ketika mereka sedang makan bersama. Ia mencela ketidakpercayaan dan kedegilan hati para murid-Nya karena mereka tidak percaya kepada pemberitaan orang-orang yang sudah melihat-Nya. Namun Yesus tetap memiliki positive thinking dengan para murid-Nya. Ia masih yakin bahwa bagi para murid, Dia adalah segalanya bagi mereka. Itulah sebabnya Ia memerintahkan mereka sebagai utusan-Nya: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” (Mrk 16:15).
Kita semua mungkin merasa heran, mengapa para murid Yesus memiliki hati yang degil dan keras? Mereka sudah tinggal bersama-sama dengan Yesus namun belum menyadari semua perkataan-Nya bahwa Ia akan bangkit dari kematian-Nya. Banyak kali kita juga bersikap demikian. Kita merasa diri sebagai orang yang sudah dibaptis dan menerima sakramen-sakramen di dalam Gereja. Semuanya ini belum cukup. Kita harus berusaha untuk menjadi pengikut Kristus yang baik. Kita harus menjadi orang Kristen yang terbaik.
Terlepas dari segala kelemahan yang mereka miliki sebagai rasul, setelah Pentekosta para rasul Yesus ini sungguh-sungguh berubah. Kita tahu bahwa mereka mengalami pembentukan bersama Tuhan Yesus selama tiga tahun. Tuhan Yesus membekali mereka dengan hidup-Nya yang nyata, pewartaan dan perutusan mereka ke berbagai daerah untuk menginjili. Mereka menyadari perutusan mereka untuk menjadi saksi kebangkitan Yesus Kristus. Jadi apa yang pernah mereka lihat, yang pernah mereka dengar, mereka mewartakannya kembali kepada semua orang, terutama kepada mereka yang belum mendengar dan mengenal Tuhan Yesus Kristus. Ketika Petrus dan Yohanes menyembuhkan seorang yang sakit lumpuh. Orang itu mengkuti Petrus dan Yohanes, sehingga banyak orang heran dengan tanda ini dan menjadi percaya kepada Tuhan Yesus dari Nazaret. Sebab itu Petrus dan Yohanes ditangkap untuk diadili di Yerusalem.
Suasana sidang berlangsung dengan baik. Dikisahkan bahwa meskipun Petrus dan Yohanes bukanlah orang terpelajar namun mereka berani untuk membela diri di depan pengadilan. Lebih lagi ketika itu orang yang disembuhkan berada bersama mereka sehingga para pemuka Yahudi pun tidak berani menyusahkan kedua rasul Yesus dari Nazaret ini. Mereka hanya berusaha untuk mengancam kedua rasul Yesus supaya tidak boleh berbicara atau mengajar lagi atas nama Yesus dari Nazaret.
Petrus dan Yohanes bereaksi dengan berkata: “Silakan kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada Allah. Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar.” (Kis 4: 19-20). Kedua rasul ini membela dirinya dan mereka pun dibebaskan dari tahanan, lagi pula banyak orang percaya pada mukjuzat yang sudah terjadi pada si lumpuh ang sudah berusia lebih dari empat puluh tahun.
Pengalaman Petrus dan Yohanes ini amat berharga bagi kehidupan gereja perdana. Mereka belum memiliki pengalaman dalam hal membela diri secara langsung, namun Tuhan Yesus sendiri sudah mengingatkan mereka: “Apabila ada orang yang menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yag berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu.” (Mat 10:19-20). Semua perkataan Tuhan Yesus ini sungguh-sungguh digenapi oleh Petrus dan Yohanes.
Sabda Tuhan pada hari ini sangat menguatkan kita. Banyak kali hati kita keras dan sulit untuk percaya kepada Tuhan Yesus. Kita mengandalkan diri sendiri dari pada mengandalkan Tuhan. Mari kita belajar menjadi rendah hati supaya bisa menjadi pengikut Kristus yang terbaik.
PJSDB