Hari Minggu Biasa ke-XXII/C
Sir 3:19-21.30-31
Mzm 68:4-5ac.6-7ab.10-11
Ibr 12:18-19.22-24a
Luk 14:1.7-14
Kerendahan Hati dan Kesempurnaan Hidup
Pada hari ini kita mengenang St. Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja. Orang kudus ini mengawali hidupnya dengan berbagai pengalaman kegelapan. Berkat doa dan pengorbanan ibunya bernama St. Monika, dikemudian hari ia bertobat dan dibaptis oleh Uskup Milano, St. Ambrosius. Ia menulis banyak traktat Filsafat dan Teologi yang masih memiliki pengaruh besar di dalam Gereja Katolik hingga saat ini. Dalam bukunya berjudul “Pengakuan”, ia menulis: “Lambat aku mengasihi Engkau, O Keindahan begitu lama dan begitu baru! Lambat aku mengasihi Engkau!” Kutipan ini menggambarkan seluruh hidupnya. Ia merasa lambat mengasihi Allah, namun dengan optimis ia percaya bahwa Allah belum lambat mengasihinya. Allah mengubahnya menjadi orang kudus yang besar.
Agustinus dapat berubah karena ia merasakan kasih Tuhan yang tiada batasnya. Ia sadar dan merendahkan dirinya di hadirat Tuhan. Ia mengakui bahwa kerendahan hati merupakan sebuah kebajikan sekaligus jalan yang pasti untuk membawa seseorang kepada Tuhan. Sebab itu ia berani mengatakan pertama-tama kerendahan hati, kemudian kerendahan hati dan terakhir adalah kerendahan hati. Jadi kerendahan hati baginya adalah dasar dari semua kebajikan yang lain.
St. Bernardus mengatakan bahwa kerendahan hati adalah induk dari segala kebajikan kristiani. Tanpa kerendahan hati, tidak ada kebajikan lain di dalam hidup kita. Kerendahan hati dapat melahirkan kebajikan ketaatan, takut akan Tuhan dan penghormatan kepada-Nya, kesabaran, kesederhanaan, kelemahlembutan dan damai. Kerendahan hati merupakan kebajikan yang menginspirasikan kita untuk mengerti bahwa diri kita hendaknya menjadi serupa dengan humus, zat dalam tanah yang tidak kelihatan tetapi memberikan kesuburan bagi tanaman-tanaman. Kerendahan hati juga mengingatkan kita bahwa tubuh yang fana ini berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu (Kej 3:19).
Dalam bacaan pertama, Kitab Putra Sirakh mengingatkan kita semua bahwa segala bentuk kesombongan hanya akan membawa kita kepada kehancuran, sebaliknya kerendahan hati merupakan kebajikan yang berkenan kepada Allah. Ini adalah sebuah kebijaksanaan bagi kita semua. Kita dipanggil untuk melakukan semua pekerjaan dengan sopan supaya mengalami kasih sayang. Semakin besar keadaan kita maka perlu sikap rendah hati sebab orang orang yang rendah hati akan mendapat anugerah dari Tuhan. Orang sombong memiliki tumbuhan keburukan di dalam hatinya. Sebab itu untuk dapat menjadi pribadi yang rendah hati maka perlu hati yang arif, dan kemauan untuk mendengar suara bisikan dari Tuhan.
Hal yang diungkapkan dalam bacaan pertama menjadi nyata dalam bacaan Injil. Tuhan Yesus mengajak kita untuk belajar menjadi pribadi yang rendah hati dan bagaimana menghargai sesama yang kecil di sekitar kita. Ia mencontohkan dengan undangan untuk mengikuti perjamuan dalam sebuah pesta pernikahan. Kita diingatkan untuk tidak memilih kursi kehormatan atau menjadi kepala meja karena mungkin masih ada undangan lain yang lebih pantas untuk duduk di kursi kehormatan. Sebab itu kita harus memilih tempat yang rendah sehingga nanti bisa duduk di kursi kehormatan. Bagi Yesus, barangsiapa meninggikan diri akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan diri akan ditinggikan (Luk 14:11). Tuhan mau mengoreksi kebiasaan kita yang suka mencari hormat karena itu hanya membuka pintu kesombogan.
Tuhan Yesus mengajak kita untuk mengkonkretkan kebajikan kerendahan hati dengan menaruh perhatian kepada sesama manusia, terutama yang kecil, miskin dan tidak berdaya. Kalau kita mengundang orang yang mampu maka mereka akan membalas undangan kita di kesempatan yang lain. Sebab itu Yesus mengatakan bahwa kalau kita mengadakan perjamuan maka yang diundang adalah orang miskin, cacat, lumpuh dan buta. Orang yang rendah hati akan melakukan hal seperti ini dan sangat membahagiakan karena orang-orang yang kecil ini tidak akan membalasnya. Hanya Tuhan yang akan membalasnya pada kebangkitan orang-orang benar (Luk 14:14).
Kebajikan keredahan hati memampukan kita untuk membuka diri dan menaruh perhatian kepada Tuhan dan sesama. Kita menaruh perhatian kepada Tuhan yang telah mengutus Yesus Putra-Nya ke dunia, sebagai pribadi yang lemah lembut dan rendah hati. Kita berharap supaya Tuhan membantu kita menjadi pribadi yang lemah lembut dan rendah hati. Kita menaruh perhatian kepada sesama yang kecil dan tak berdaya. Mereka di mata manusia sering direndahkan dan dilecehkan tetapi di mata Tuhan kita semua sama. Sebab itu perlu semangat untuk melakukan pemberdayaan terhadap sesama yang kecil supaya mereka juga dapat bertumbuh sebagai manusia yang bermartabat.
St. Agustinus mengatakan bahwa kebajikan kerendahan hati merupakan jalan untuk mencapai kekudusan. Hidup kudus berarti bersatu dengan Tuhan selama-lamanya. Kebajikan kerendahan hati membantu mengorientasikan hidup kita hanya kepada Tuhan. Kita tidak datang kepada gunung yang tidak dapat disentuh, tidak menghadapi api yang menyala-nyala, tidak mengalami kekelaman, kegelapan atau angin badai, tak ada bunyi sangka kala dan suara yang dahsyat. Dalam Yesus Kristus kita datang ke Bukit Sion, kota Allah yang hidup, Yerusalem surgawi. Di Yerusalem surgawi itu ada Tuhan dan para kudus-Nya. Ini juga menjadi harapan dari orang-orang yang rendah hati supaya bersatu dengan Tuhan.
Pada hari ini kita belajar untuk menjadi pribadi yang rendah hati. Pribadi yang mampu melihat segala sesuatu dengan mata Tuhan bukan mata manusia. Kita boleh mengevaluasi diri kita dengan melihat hal-hal yang positif untuk disyukuri karena merupakan pemberian dari Tuhan. Hal-hal negatif merupakan bagian dari kelemahan manusiawi, kita serahkan kepada Tuhan. Hanya Dia yang memampukan kita untuk bermetanoia. Kerendahan hati menjadi jalan untuk bersatu dengan Tuhan yang kudus.
PJSDB