Kecewa selalu mewarnai kehidupan
Ada seorang pemuda mengirim pesan singkat kepadaku sore ini. Ia merasa kecewa dengan semua rekan kerjanya di kantor. Semua pekerjaan berdasarkan job description dilakukannya dengan baik dan selalu mencapai target. Karena keberhasilannya ini maka pihak perusahaan memberinya penghargaan sebagai karyawan terbaik. Penghargaan ini sangat berarti baginya karena ia memiliki aneka prestasi kerja yang mendukung kemajuan perusahaan. Dia termasuk golongan minoritas dalam hal iman di tengah mayoritas. Maka penghargaan ini membuatnya semakin berusaha untuk menunjukkan dirinya sebagai saksi Kristus di tempat kerjanya.
Keberhasilan di dalam kerja dengan kinerja yang bagus bukanlah jaminan bahwa ia menjadi bahagia. Ia merasa bahwa setelah dinobatkan sebagai karyawan terbaik, banyak orang mulai mencari kelemahan-kelemahannya. Orang-orang itu menyindir dan menertawakannya di dalam kantor. Ia merasa bahwa rekan-rekan kerjanya memiliki crab mentality atau mentalitas kepiting. Mereka ingin menjatuhkannya dengan aneka gossip murahan supaya prestasi sebagai karyawan terbaik dapat dikesampingkan oleh pihak perusahaan. Namun perusahaan tetapi memiliki opini sendiri terhadapnya. Dia tetaplah figur seorang karyawan terbaik. Ia melakukan tugas-tugasnya dengan cinta yang besar. Inilah yang membuat banyak rekan kerja tidak menyukainya. Dia meminta doa dan pendapat untuk meneguhkannya. Saya menasihatinya untuk pantang mundur dan berjanji untuk tetap mendoakannya.
Perasaan kecewa adalah bagian hidup kita. Namun kita adalah manusia yang berakal budi sehingga mampu mengatasi persoalan misalnya dengan semakin tekun bekerja dan berani melawan arus. Apakah kita berani melawan arus saat ini, atau kita hanya parasit saja? Banyak orang memilih menjadi parasit dan ikut arus. Namun hanya orang yang berani melawan arus dapat sukses dalam hidup. Orang juga harus berani keluar dari comfort zone dan coba mengalami hidup baru di area courage zone.
Saya mengingat Paulo Coelho. Dia menginspirasikan kita dengan kata-kata ini: “Jangan berharap disukai oleh semua orang. Tak seorang pun bisa menyenangkan hati setiap orang”. Perkataan Paulo Coelho ini menguatkan kita semua. Banyak kali kita melayani dan berpikir bahwa semua orang mengapresiasi pelayanan kita. Ini hanya pikiran kita, sebab selalu saja ada komentar yang jauh dari apresiasi karya kita. Ada yang selalu mencari titik-titik kelemahan sesama hingga mereka sendiri lupa akan pekerjaan mereka. Kekecewaan pun muncul dan menghiasi kita semua.
Perasaan kecewa terhadap sesama itu selalu ada karena kita pun tidak mampu menyengkan hati setiap orang. Komunitas atau keluarga merasa kecewa terhadap sesama, sesama juga merasa kecewa terhadap pribadi tertentu dalam keluarga. Semua ini lumrah dalam hidup bersama. Maka hal yang bukan menjadi sumber masalah janganlah dijadikan masalah. Kita perlu menunjukkan kedewasaan manusiawi kita di hadirat Tuhan dan sesama, lebih khusus lagi dengan para pemimpin. Apakah anda sudah mendoakan para pemimpinmu?
Marilah kita mengingat sesama yang hidup dalam kekecewaan. Kita berdoa supaya Tuhan menganugerahkan kebahagiaan di dalam hidup mereka.
PJSDB