Bacaan : IMak 2:15-29
Mazmur: 50: 1-2.5-6.14-15
Lukas: 19:41-44
Lukas: 19:41-44
Harga sebuah tangisan
Injil memberi kesaksian bahwa Yesus dua kali menangis. Ia menangisi Lazarus sahabatNya (Yoh 11:35) dan perikop hari ini: Yesus menangisi kota Yerusalem. Dua kesempatan ini mau menunjukkan bahwa di samping Yesus diakui sebagai sungguh-sungguh Allah, Ia juga sungguh manusia. Mengapa Yesus menangisi Yerusalem? Karena Ia mengetahui kebutaan Jerusalem yang tidak mengenal Dia sebagai Mesias, Anak Daud.
Sebenarnya dalam sejarah Israel, Nabi Jeremia juga terkenal sebagai nabi yang mendukung reformasi Raja Josia dalam kehidupan beragama. Setelah Josia meninggal, orang Israel kembali lagi menyembah berhala. Jeremia lalu meratapi seluruh Yehuda dan Yerusalem (Yer 8: 18-22). Konsekuensinya Yerusalem dihancurkan oleh orang Babilonia. Dengan pewartaan kenabiannya itu, Jeremia juga dikucilkan dalam penjara bahkan sempat dibuang ke Mesir. Pengalaman Jeremia sangat mirip dengan pengalaman Yesus. Yesus juga pergi ke Yerusalem untuk ditangkap dan dianiaya, dipenjarakan, bahkan disalibkan oleh orang-orang sebangsanya sendiri.
Kini Yesus memasuki kota Yerusalem dengan sebuah tangisan mesianis. Ia berkata, “Wahai Yerusalem, alangkah baiknya andaikan pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu!” Kedatangan Yesus di kota Yerusalem atau kota damai merupakan kedatangan terakhir Yesus versi Lukas untuk mewujudkan kedamaian. Berulangkali Yerusalem dalam hal ini umat Allah disadarkan untuk bertobat tetapi tidak dapat dilaksanakan. Yerusalem tidak mau mengenal Yesus sebagai Mesias yang dinantikan. Dalam sejarah Israel, Yerusalem juga akhirnya diuntukan orang Romawi pada tahun 70. Dalam situasi seperti ini, Tuhan senantiasa memberi kesempatan supaya mereka dapat berubah di dalam hidupnya. Tetapi cara Tuhan melalui kesabaranNya pun ternyata tidak mempan.
Pengalaman Yerusalem dapat juga menjadi pengalaman kita. Banyak kali kita menutup hati kita dan tidak terbuka pada Tuhan. Betapa kasih karunia dari Tuhan terkadang sia-sia saja karena kita tidak menyadari bahwa Allah melawati kita melalui Yesus Kristus. Tuhan juga sabar dengan kita tetapi banyak kali kita menutup diri. Mungkin kita malu karena kita orang berdosa. Padahal justru Tuhan datang untuk menyelamatkan kita yang tersesat.
Sikap menutup diri juga di alami oleh banyak orang. Sadar atau tidak sadar banyak yang menjadi murtad karena harta, kekuasaan dan kedudukan (status sosial). Begitu mudahnya manusia meninggalkan Tuhan tanpa kompromi apa pun demi alasan sepeleh. Terkadang kritikan pedas terhadap agama sebagai lembaga tanpa memikirkan bahwa dia juga memeluk agama yang sama. Kitab Pertama Makabe menghadirkan contoh Matatias yang berusaha mempertahankan kesetiaan imannya kepada Jahve. Ia mengandalkan keyakinan sendiri dalam berjuang. Dalam situasi apa saja, Matatias menjadi inspirator bagi kita untuk bertahan dalam iman.
Yesus menangisi Yerusalem, Yesus juga menangisi umat kesayanganNya yang tidak mau bertobat. Apakah kita masih punya perasaan malu kalau merenungkan Yesus yang meskipun Tuhan tetapi masih menangisi diri kita yang tak mau bertobat. Sikap berjaga-jaga yang perlu kita bangun adalah sikap rendah hati di hadapan Tuhan. Dia mengenal kita dari luar dan dalam. Berserulah kepada Tuhan saat ini juga: “Semoga tangisanMu mengubah hidupku! PJSDB