Hari Minggu Biasa ke-VIII/A
Yes 49:14-15
Mzm 62:2-3.6-7.8-9ab
1Kor 4:1-5
Mat 6:24-34
Aku tidak akan melupakan engkau
Ada seorang pemuda yang mengaku pernah marah-marah dengan Tuhan dalam hidupnya. Ketika itu ia sedang mengalami banyak musibah dalam hidupnya. Ia sempat berdoa dan memohon bantuan dari Tuhan namun ia merasa sia-sia saja sebab Tuhan tidak menjawabi semua permohonannya. Ia memilih untuk diam dengan Tuhan, tidak mau berdoa dan mengucap syukur kepada-Nya. Pada suatu kesempatan ia mendapat teguran persaudaraan dari sahabatnya karena sudah lama tidak melihatnya di gereja. Sahabatnya itu menasihati dia supaya meluangkan waktu sejenak untuk berbicara dengan Tuhan. Ia mendengar dan coba untuk melakukannya di dalam kamarnya pada malam hari. Ia merasa terpaksa untuk berelasi dengan Tuhan yang sedang dimarahinya dalam doa, selanjutnya ia juga membuka Alkitab untuk membaca ayat tertentu dari Kitab Suci. Ia menemukan pesan Tuhan dalam Kitab nabi Yesaya: “Aku tidak akan melupakan engkau” (Yes 49:15). Ayat singkat yang menemaninya dalam doa pribadi di hadirat Tuhan ini benar-benar mengubah seluruh hidupnya. Ia mendapat semangat baru untuk kembali kepada Tuhan. Pada hari Minggu berikutnya, ia kembali ke gereja dan bersyukur kepada Tuhan, sekaligus bersyukur kepada sahabat yang telah dipakai Tuhan untuk menegurnya.
Pada hari Minggu Biasa ke-VIII/A ini, Tuhan hadir dan mengatakan kepada kita semua supaya menjauhi diri dari berbagai rasa kuatir dan cemas akan semua kebutuhan hidup kita. Perasaan-perasaan ini telah menjauhkan kita dari Tuhan yang seharusnya dekat dengan kita. Nabi Yesaya dalam bacaan pertama mengisahkan tentang bagaimana orang-orang Israel yang berada di Babilonia sedang kehabisan harapan. Mereka berpikir bahwa Tuhan sudah melupakan mereka. Sebab itu nabi Yesaya menghibur mereka dengan mengatakan bahwa Tuhan tetap mengingat dan menyayangi mereka. Ia menyayangi mereka seperti seorang ibu sayang kepada anak-anaknya.
Kita membaca dalam Kitab nabi Yesaya: Sion berkata: “Tuhan telah meninggalkan aku, Tuhanku telah melupakan aku” (Yes 49:14). Tuhan mendengar keluhan Sion sehingga Ia bersabda: “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau” (Yes 49:15). Tuhan Allah yang maharahim berhati seorang ibu yang penuh kasih kepada anak. Tuhan Allah bahkan melebihi seorang ibu yang mungkin saja dapat melupakan anaknya. Tuhan juga memiliki hati yang penuh kasih seperti seorang ayah yang terus memberikan kasih sayangnya kepada anak-anaknya (Hos 11:8-9; Yer 31:20).
Allah adalah kasih. Ia tidak melupakan anda dan saya selama kita masih mengembara di dunia ini. Orang yang merasakan kasih Tuhan dan mengandalkan-Nya akan berkata: “Hanya pada Tuhanlah hatiku tenang” (Mzm 62:6). Tuhan adalah segalanya karena Dia laksana gunung batu dan keselamatan kita. Dialah kota benteng yang membuat kita tidak akan merasa goyah. Hanya pada Allah ada keselamatan dan kemuliaan bagi kita.
Manusia yang merasakan kasih Allah akan merasakan ketenangan yang luar biasa di dalam hidupnya. Dengan demikian manusia itu akan menunjukkan kesetiaannya kepada Tuhan bukan kepada barang-barang duniawi. Yesus mengetahui kelemahan manusiawi yakni mudah sekali melekat pada harta dunia karena hatinya memang ada di sana (Mat 6:21). Namun Yesus menyadarkan manusia yang mengalami kasih Allah untuk tidak mengabdi kepada dua tuan. Konsekuensi mengabdi kepada dua tuan adalah membenci yang seorang dan mengasihi yang lainnya. Ia juga boleh setia kepada yang seorang dan lainnya dia tidak mengindahkannya. Untuk itu tidaklah elok kalau manusia mengabdi Allah dan Mamon pada kesempatan yang sama.
Selanjutnya, orang yang merasakan kasih Allah tidaklah perlu merasa khawatir atau cemas dengan hidupnya. Realitas menunjukkan bahwa banyak orang merasa khawatir dengan semua kebutuhan hidupnya seperti makanan dan minuman, tubuh dan pakaian yang menutupinya. Orang berani lupa bahwa sebenarnya hidup itu lebih penting dan bernilai di hadapan Allah sendiri. Untuk lebih membuka wawasan para murid-Nya di atas bukit maka Yesus mengambil contoh yang menjelaskan betapa manusia itu lebih bernilai di hadirat Allah. Misalnya, burung-burung di langit yang mendapatkan makanan dari Tuhan Allah secara gratis, padahal mereka tidak menabur, tidak menuai dan tidak mengumpulkan. Bunga bakung di ladang tetaplah indah meskipun tidak bekerja dan memintal. Contoh-contoh ini Tuhan Yesus berikan kepada para murid-Nya untuk sadar diri bahwa mereka memiliki martabat dan bernilai di hadirat Tuhan dan sesama.
Kekhawatiran atau kecemasan selalu melanda hidup manusia. Orang yang selalu membandingkan dirinya dengan diri orang lain akan tetap merasa kekurangan maka kekhawatiran pun melanda hidupnya. Hidupnya tidak tenang ketika tidak memiliki uang maka dengan caranya sendiri ia mencuri atau korupsi demi memenuhi kebutuhannya. Kita dapat menemukan banyak orang dengan perilaku hidup penuh kekhawatiran dan mereka itu biasanya tidak luput dari dosa-dosa sosial. Apakah anda pernah merasa khawatir seperti ini?
Apa yang harus kita lakukan?
Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini mengatakan kepada kita untuk tidak perlu larut dalam kekhawatiran hidup. Kita harus percaya kepada-Nya. Sebab itu: “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Mat 6: 33). Kita belajar dari pengalaman St. Paulus yang tidak menghakimi dirinya sendiri karena ia yakin bahwa hanya Tuhanlah yang menjadi hakimnya. Tuhan menjadi satu-satunya hakim yang adil karena Dialah yang akan menerangi apa yang tersembunyi dalam kegelapan dan akan memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati. Pada saat itulah setiap orang akan mendapat pujian dari Tuhan Allah (1Kor 4:5).
Pada hari Minggu Biasa ke-VIII/A ini, Tuhan Allah menghendaki agar kita hidup penuh iman dan kepercayaan kepada-Nya sebab Dia tidak akan melupakan kita. Tuhan benar-benar hadiri dan menghibur orang-orang yang berada dalam kecemasan dan kekhawatiran serta yang kehilangan harapan. Tuhan mengasihi manusia melebihi kasih seorang ibu dan ayah kepada anak-anaknya. Sebab itu mari kita membuka mata dan menjadikan Kerajaan Allah, sebuah Kerajaan kasih sebagai prioritas pertama. Bersama Tuhan kita pasti mampu.
PJSDB