Pesta S.P. Maria mengunjungi Elisabet
Zef 3:14-18a
Yes 12:2-3.4bcd.5-6
Luk 1:39-56
Maria tinggal bersamanya
Pada hari ini kita merayakan pesta Bunda Maria mengunjungi Elisabet saudaranya. Sambil menyiapkan homili hari ini, saya mengingat doa dari St. Athanasius dari Alexandria ini: “Perawan yang mulia, engkau sungguh lebih besar daripada kebesaran apapun. Jika aku berkata bahwa malaikat dan malaikat agung adalah besar, namun engkau lebih besar dari mereka, karena mereka melayani Dia yang berdiam di rahimmu dengan gemetar, dan mereka tidak berani berbicara dalam kehadiran-Nya, sementara engkau berbicara dengan bebas kepada-Nya.” Dalam doa singkat ini, St. Athanasius memuji keagungan Bunda Maria yang dilihatnya melebihi semua makhluk ciptaan yang lainnya di hadapan Yesus Puteranya. Misalnya, para malaikat dan malaikat agung adalah pelayan Tuhan Yesus siang dan malam. Jadi mereka melayani Dia yang pernah bersemayam di dalam Rahim Bunda Maria. Sebab itu Bunda Maria memang memiliki kedudukan yang mulia di hadirat Tuhan dan di hadapan manusia. Tidak ada seorang pun yang dapat menyamai kedudukan Bunda Maria.
Pada hari ini kita mengenang Bunda Maria mengunjungi Elisabet saudaranya. Kita selalu mengingat peristiwa ini ketika mendoakan doa Rosario, terutama dalam peristiwa gembira yang kedua yakni “Bunda Maria mengunjungi Elisabet saudaranya”. Penginjil Lukas melukiskan peristiwa saling mengunjungi antara kedua saudara ini sebagai sebuah peristiwa yang penuh sukacita karena Roh Kudus turut bekerja di dalam diri mereka. Dikisahkan bahwa beberapa saat setelah Maria mendapat khabar sukacita dari Malaikat Gabriel, Maria bergegas meninggalkan Nazaret menuju ke Ein Karem, tempat tinggal Elisabet saudaranya yang sedang mengandung Yohanes Pembaptis bersama Zakharias suaminya. Secara geografis, jarak antara Nazaret dan Ein Karem sekitar 144,1 km. Artinya Maria dalam keadaan hamil muda harus melakukan perjalanan bersama Yusuf suaminya selama beberapa hari. Mereka tentu mengalami banyak kesulitan dalam perjalanan. Misalnya kendaraan andalan mereka adalah keledai tunggangan maka tentu saja sangat melelahkan.
Setelah melewati perjalanan yang jauh, akhirnya Maria tiba juga di Ein Karem. Ia mengambil inisiatif sebagai saudari muda menyalami Elisabet. Ketika Elisabet mendengar salam yang keluar dari mulut Maria, bayi Yohanes Pembaptis melonjak kegirangan sebab Elisabet juga penuh dengan Roh Kudus. Ia berkata kepada Maria: “Diberkatilah engkau di antara semua wanita, dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Sungguh berbahagialah dia yang telah percaya sebab firman Tuhan yang dikatakan kepadanya akan terlaksana” (Luk 1:42-45).
Perkataan Elisabet yang saat itu penuh dengan Roh Kudus, merupakan pengakuan terhadap peran Bunda Maria dalam sejarah keselamatan kita. Elisabet memuji Maria sebagai seorang wanita yang berbahagia, penuh rahmat, penuh dengan berkat-berkat dari Tuhan. Pujian kepada Maria ini masih kita ulangi setiap kali mendoakan doa Salam Maria. Maria dipuji oleh Elisabet bukan karena dia adalah saudaranya tetapi alasan yang paling utama adalah kehaditan Yesus di dalam rahimnya. Sebab itu Elisabet berkata: “Diberkatilah buah rahimmu”. Keberadaan Yesus di dalam Rahim Maria menjadi tanda Tuhan memuliakan manusia ciptaan-Nya. Sebab itu Ia bersemayam di dalam Rahim seorang wanita sederhana dari Nazaret.
Elisabet juga merefleksikan dirinya. Ia dengan rendah hati berkata: “Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” (Luk 1:43). Maria mengandung Yesus Kristus bukan untuk dirinya sendiri. Ia membawa Yesus sebagai sumber sukacita bagi keluarga Elisabet yang sebelumnya menderita karena kekerasan verbal yang diterimanya karena dianggap mandul oleh banyak orang. Apa artinya ini bagi kita? Bahwa dalam setiap penderitaan dan kemalangan, Tuhan selalu hadir untuk memberikan sukacita ilahinya bagi kita. Sebab itu Elisabet yang sebelumnya mengalami kesulitan, penderitaan tertentu, namun ia merasa dikuatkan, dipulihkan oleh kehadiran Maria.
Pengalaman Elisabet adalah pengalaman gereja sepanjang sejarahnya. Tuhan benar-benar mengunjungi umatnya dan memberikan penghiburan kepada mereka. Elisabet bersyukur kepada Tuhan atas kunjungan Maria saudaranya. Sebab itu ia berkata: “Berbahagialah ia yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan akan terlaksana” (Luk 1:45). Maria memiliki iman yang teguh kepada Tuhan. Ia percaya kepada semua perkataan Tuhan dan menyimpan di dalam hatinya. Sebab itu perkataan Tuhan menjadi terlaksana sempurna di dalam hidupnya. Sabda benar-benar menjadi manusia dan tinggal di tengah-tengah kita (Yoh 1:14). Dialah Yesus Kristus Tuhan kita.
Bunda Maria juga menyimak semua perkataan Elisabet. Sebagai orang yang telah percaya, ia yakin bahwa semua perkataan Tuhan akan benar-benar terlaksana di dalam dirinya. Untuk itu ia merendahkan dirinya di hadapan Tuhan dan memuji keagungan-Nya. Kita mengenal doa syukur dari Bunda Maria kepada Tuhan yakni Magnificat. Bunda Maria menunjukkan teladan kepada kita yakni selalu bersyukur tiada hentinya atas semua anugerah yang ia terima dari Tuhan. Jiwanya tetap memuliakan Tuhan selama-lamanya. Apakah kita juga selalu bersyukur kepada Tuhan?
Kita mengenang Maria mengunjungi Elisabet saudaranya. Ia tidak hanya sekedar mengunjungi tetapi ia membawa Tuhan Yesus untuk tinggal bersama keluarga Elisabet dan Zakharias. Ia tinggal dan melayani tanpa pamrih. Maria adalah ibu Tuhan Yesus, sedang hamil muda masih berani untuk melayani tanpa pamrih. Mengapa kita masih sulit untuk melayani sesama? Mengapa kita melayani tetapi masih menghitung-hitung kuantitas pelayanan kita?
Kita memperingati kunjungan Bunda Maria kepada Elisabet saudaranya. Kita mengenang Tuhan yang senantiasa mengunjungi kita secara pribadi dari saat ke saat. Mari kita merenungkan perkataan Tuhan ini: “Lihat aku berdiri di muka pintu dan mengetok, jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk, mendapatkannya dan Aku akan makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.” (Why 3:20). Apakah kita secara pribadi juga siap menerima kunjungan Tuhan?
PJSDB