Hari Raya St. Petrus dan Paulus
Kis 12:1-11
Mzm 34:2-3.4-5.6-7.8-9
2Tim 4:6-8.17-18
Mat 16:13-19
Biar berbeda tetapi tetap satu!
Hari ini adalah Hari Raya Santo Petrus dan Paulus. Ketika mendengar nama kedua orang kudus ini pikiran kita langsung terarah pada peran mereka yang unik di dalam Gereja Katolik, pasca kenaikan Yesus ke Surga lebih dari dua ribu tahun silam. Secara singkat dalam Prefasi perayaan kedua orang kudus ini dikatakan bahwa Petrus pertama-tama menyatakan imannya akan Kristus, Paulus dengan gemilang menjelaskan misteri iman itu. Petrus yang membentuk Gereja awal dengan sisa Israel, Paulus yang menjadi Guru dan Pengajar bangsa-bangsa lain. Maka dikatakan dengan jelas dalam prefasi ini bahwa dengan cara yang berbeda-beda Petrus dan Paulus menghimpun satu keluarga Kristus, mereka diberi penghormatan yang sama oleh umat dan memperoleh mahkota kemuliaan yang satu yakni kemartiran karena kasih mereka yang tiada batasnya bagi Kristus.
Mari kita memandang Petrus. Ia dipanggil oleh Yesus ketika ia bekerja sebagai seorang nelayan bersama saudaranya Andreas. Yesus berjalan menyusur danau Galilea, melihat semua potensinya dan memanggilnya dengan namanya sendiri yakni Simon. Simon mendengar namanya dipanggil dan segera meninggalkan jala dan mengikuti Yesus. Pada saat yang sama ia mendengar sebuah janji dari Tuhan Yesus yakni ia akan menjadi penjala manusia. Di sini terjadi sebuah transformasi dari penjala ikan menjadi penjala manusia. Ia meninggalkan segala-galanya dan mengikuti Yesus dari dekat, tanpa ada penyesalan apapun. Rumahnya bahkan menjadi markas kegiatan kerasulan Yesus dan para murid di kapernaum.
Petrus adalah orang pertama yang mengatakan imannya kepada Kristus. Penginjil Matius melaporkan bahwa Petrus dengan sadar mengakui imannya kepada Yesus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup” (Mat 16:16). Pengakuan imannya ini adalah kasih karunia dari Allah Bapa kepadanya untuk mengakui di depan umum bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup. Pengakuan iman Petrus ini membawa konsekuensi yang besar bagi masa depannya. Pada saat yang sama, Tuhan Yesus tanpa basa-basi mengatakan: “Engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang ini akan Kudirikan Gereja-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga, dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di surga.” (Mat 16: 18-19)
Petrus menjadi seorang pemimpin. Ini bukan hal yang mudah baginya. Ia berusaha untuk mengikuti Yesus dan mewujudkan kepemimpinannya namun ia merasa pernah gagal karena ketakutan manusiawinya. Ia menyangkal Yesus sebanyak tiga kali ketika Yesus sedang mengalami penderitaan. Tetapi sesudah kebangkitan Yesus, Petrus sadar diri sehingga mengulangi janjinya bahwa ia mengasihi Yesus lebih dari yang lain. Karena keterbukaannya ini maka Yesus pun membaharui janji-Nya dengan memanggil Petrus: “Ikutlah Aku” (Yoh 21:22).
Ajakan Tuhan Yesus didengar dan dipahami oleh Petrus sehingga ia mampu melaksanakannya dengan sempurna. Lukas dalam Kisah para rasul menceritakan bagaimana Petrus memiliki semangat yang tinggi karena kuasa Roh Kudus, tidak takut untuk mewartakan Injil. Ia siap menderita, keluar masuk penjara, mengalami penolakan hanya karena kasihnya yang tidak terbagi untuk Kristus. Sikap Petrus sebagai seorang pemimpin yang rela berkorban inilah yang harus kita ikuti di dalam Gereja masa kini. Pemimpin Gereja adalah pelayan yang siap memberikan segalanya bagi Tuhan di dalam Gereja-Nya.
Bacaan pertama hari ini misalnya mengisahkan situasi yang sulit di Yerusalem karena aneka penderitaan dan penganiayaan tetapi Petrus dan teman-temannya tidak merasa takut untuk mewartakan Injil. Yakobus saudara Yohanes dibunuh dengan pedang atas perintah Herodes. Petrus sendiri ditahan pada Hari Raya Roti Tak Beragi. Pada saat itu jemaat berkumpul dan mendoakannya. Tuhan pun mengutus malaikat-Nya untuk membebaskannya di penjara secara mengherankan. Petrus bahkan merasa heran dan berkata: “Sekarang benar-benar tahulah aku bahwa Tuhan telah menyuruh malaikat-Nya dan menyelamatkan aku dari tangan Herodes dan dari segala sesuatu yang diharapkan orang Yahudi.” (Kis 12:11). Sikap Petrus menandakan bahwa mengasihi Yesus secara radikal itu membutuhkan pengorbanan diri bahkan menyerahkan nyawa karena kasih kepada Yesus. Simon berubah menjadi Kefas atau Petrus, sang wadas bagi gereja Kristus.
Mari kita juga memandang Paulus. Mulanya ia dikenal sebagai Saulus yang kejam karena membunuh banyak orang yang mengikuti Yesus dari Nazaret. Namun pengalaman akan Yesus dalam perjalanannya ke Damsyik telah mengubah seluruh hidupnya. Ia melihat terang, menjadi buta dan akhirnya melihat terang yang sebenarnya yakni Yesus Kristus sendiri. Ia memiliki peranan penting dalam Gereja yakni menjelaskan iman Kristiani dan menjadi rasul yang mewartakan injil kepada bangsa-bangsa yang lain.
Dalam suratnya kepada Timotius dalam bacaan kedua, Paulus mengungkapkan kembali pengalaman kerasulannya yang dihiasi oleh banyak pengalaman yang menyenangkan dan pengalaman penderitaan. Sebab itu ia memandang ke depan dan merenungkan semua yang sudah terjadi dalam kerasulannya. Ia berkata: “Darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan, dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri pertandingan dengan baik, aku telah mencapai garis akhir, aku telah memelihara iman. Sebab itu sekarang tersedia mahkota kebenaran yang dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan”. Paulus hendak mengatakan bahwa ia mengasihi Kristus dan memberikan segala-galanya hanya bagi Kristus dan Gereja-Nya. Ia berubah dari Saulus menjadi Paulus.
Kita memandang santu Petrus dan Paulus, kedua orang kudus dengan karakter dan karya yang berbeda namun memiliki satu tujuan yang sama yakni membawa kita semua kepada Tuhan Yesus Kristus. Dengan demikian Yesus Kristus menjadi Tuhan atas segala-galanya di atas dunia ini. Selamat pesta santo Petrus dan Paulus.
PJSDB