Hari Rabu Pekan Biasa III – PW. St. Tomas Aquino
Ibr. 10:11-18
Mzm. 110:1,2,3,4
Mrk. 4:1-20
Tuhan Berkuasa
Ada seorang pemuda merasa minder ketika berkomunikasi karena gagap. Ia berkali-kali berusaha untuk membuat doa spontan dengan lancar namun selalu gagal. Pada suatu hari ia berdoa supaya Tuhan memberikan hadia istimewa yakni kemampuan untuk berbicara. Ia berjanji kepada Tuhan bahwa ia akan menjadi katekis atau tokoh umat kalau bisa berbicara dengan lancar. Tuhan mendengarkan doa-doanya dan perlahan-lahan ia menjadi pulih. Ketika merasa bahwa ia sudah lancar berbicara, ia tak henti-hentinya bersyukur atas kuasa Tuhan di dalam dirinya. Ia pun berjanji untuk melayani Tuhan. Banyak orang mudah merasa minder dan tertekan karena ketidakmampuan tertentu secara fisik. Mengapa harus merasa minder? Bukankah Tuhan menciptakan kita baik adanya? Bukankah Tuhan memiliki kuasa mutlak atas seluruh hidup manusia?
Mazmur Tanggapan dengan antiphon: “Engkaulah Imam untuk selamanya menurut Melkizedek” diambil dari Mazmur 110:1-4. Mazmur ini merupakan Doa Daud. Dalam doa ini, Daud memiliki visi ke depan bahwa akan ada seorang yang memiliki kuasa agung, di mana musuh-musuhnya takhluk padanya. Orang yang memiliki kuasa agung adalah Yesus Kristus yang nantinya disapa sebagai Anak Daud. Daud berkata: “Beginilah firman Tuhan kepada tuanku, ‘Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai musuh-musuh-Mu Kubuat menjadi tumpuan kakimu!’” (Mzm 110:1). Yesus Kristus, Putera Allah rela menjadi manusia lemah supaya kita memperoleh kuasaNya dan memiliki martabat baru sebagai anak-anak Allah.Tongkat kuasaNya akan diulurkan dari Sion. Ia akan berkuasa atas musuh-musuh yang merong-rong kehidupan manusia.
Tuhan menunjukkan kuasaNya dengan meraja di atas gunung yang suci sejak hari kelahirannya, sejak dalam kandungan, sejak fajar masa mudaNya. Yesus menunjukkan diriNya sebagai raja ketika diangkat ke atas kayu salib dan dimahkotai dengan duri. Dialah raja atas segala raja. Dialah satu-satunya imam yang mempersembahkan diriNya satu kali untuk selama-lamanya. Tidak ada lagi kurban bakaran atau kurban sembelihan. Yesuslah Anak Domba Allah yang mempersembahkan diriNya kepada Bapa sebagai kurban tebusan bagi manusia. Yesuslah yang menjadi Imam Agung untuk selama-lamanya menurut Melkisedek. Dialah imam yang mempersembahkan diriNya sendiri bukan dengan barang fana.
Penulis surat kepada umat Ibrani mengungkapkan bahwa para imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat menghapuskan dosa. Hanya Yesus saja yang mempersembahkan satu persembahan yaitu diriNya karena dosa manusia, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah bahkan musuh-musuh terutama dosa dan maut dijadikan tumpuan kakiNya (Mzm 110:1; Ibr 10: 12).
Tuhanlah yang berkuasa untuk menebus umat manusia. Manusia tidak memiliki kuasa untuk menebus dirinya sendiri. Tuhan mengurbankan diriNya satu kali untuk selama-lamanya membantu kita untuk menyadari Ekaristi yang senantiasa kita rayakan bersama. Di dalam sakramen Agung ini, kita semua merasakan kehadiran Yesus yang nyata, pengurbananNya untuk menyelamatkan kita semua.
Meskipun Tuhan memiliki kehendak untuk menyelamatkan manusia namun manusia memiliki kelemahan yakni hatinya degil sehingga tidak mampu memahami kuasa dan kehendak Allah. Tuhan tidak berhenti dan membiarkan manusia tetap memiliki hati degil. Ia membuat perjanjian baru dengan menuliskan hukumNya di dalam hati setiap orang. Inilah Perjanjian Baru itu: “Aku akan menaruh hukum-Ku di dalam hati mereka dan menuliskannya dalam akal budi mereka, dan Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan kesalahan mereka.” (Yer 31:33-34; Ibr 10:16-17). Tuhan saja tidak mengingat-ingat kesalahan manusia lagi, tetapi manusia masih saling mengingat kesalahan dan menaruh kebencian satu sama lain.
Apa yang harus kita lakukan untuk menjawabi kuasa Allah? Di dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus bertindak sebagai Penabur yang menaburkan benih yakni sabdaNya sendiri. Hati kita adalah simbol lahan di mana benih Sabda itu jatuh dan bertumbuh. Mungkin saja benih Sabda Tuhan itu jatuh di hati kita seperti di pinggir jalan, di tanah yang berbatu-batu, di antara semak berduri atau di tanah yang baik. Masing-masing orang boleh memeriksa bathinnya dan menjawabnya sendiri.
Kuasa Allah dapat dirasakan oleh orang-orang yang memiliki hati laksana tanah yang baik. Di dalam hati manusia seperti inilah Allah menaruh SabdaNya sehingga Sabda itu berbuah tiga puluh kali lipat, enam puluh kali lipat dan seratus kali lipat. Tanah yang baik melambangkan hati yang selalu terbuka kepada Tuhan dan sabdaNya. Bagaimana dengan hatimu? Apakah hatimu layak menjadi tempat yang baik bagi sabda Tuhan? Apakah anda bisa merasakan kuasa Tuhan lewat sabdaNya?
St. Thomas Aquino adalah Pujangga Gereja yang kita peringati pestanya hari ini. Mari kita berdoa memohon bantuannya supaya kita juga bisa memahami Sabda Tuhan yang ditaburkan Tuhan di dalam hati kita. Kita juga boleh dibimbing untuk merasakan kuasa dan kasih Tuhan.
PJSDB