Hari Jumat, Pekan Biasa IV-PW St. Paul Miki dkk
Ibr. 13:1-8
Mzm. 27:1,3,5,8b-9abc
Mrk. 6:14-29
Tuhan adalah terang dan keselamatanku
Pada hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan peringatan St. Paulus Miki dan kawan-kawan. Mereka adalah para martir dari Nagasaki, Jepang. Pada tanggal 5 Februari 1597 terjadi hukuman mati dengan cara disalibkan sebanyak 26 orang katolik di Nagasaki. Pelaksana hukuman mati adalah Terazawa Hazaburo atas perintah dari Toyotomi Hideyoshi Taikosoma yang tinggal di benteng Osaka. Paulus Miki sebelum disalibkan berseru: “Agama Kristen mengajarkan kita mengampuni musuh-musuh kita dan semua orang yang bersalah kepada kita. Oleh karena itu saya hendak mengatakan bahwa saya juga mengampuni Hideyosi Taikosama. Saya mendambakan semua orang Jepang menjadi kristen.” Selanjutnya Ia menyerahkan nyawanya dengan berkata: “Tuhan, ke dalam tanganMu kuserahkan nyawaku. Datang dan sambutlah aku ya para kudus di surga.” Para martir di Jepang ini dibeatifikasi pada tahun 1627 dan dikanonisasi pada tanggal 8 Juni 1862 oleh Paus Pius IX.
Kisah singkat para martir dari Nagazaki ini sangat menarik. Mereka menunjukkan satu bentuk kemartiran yang luar biasa. Artinya kemartiran bukan hanya sekedar menumpahkan darah karena mengimani Kristus tetapi menumpahkan darah karena menyerupai Kristus sendiri. Paul Miki menjadi serupa dengan Yesus Kristus karena masih sempat mengampuni para algojo. Ia menyerahkan nyawanya kepada Tuhan seperti ucapan Yesus di atas kayu salib. Dia yang menciptakan, Dia juga yang mengambil kembali manusia kepadaNya. Sikap Paul Miki dan teman-temannya ini juga dialami oleh banyak orang kristen dari dulu hingga sekarang. Pada saat ini ISIS di Irak dan Siria melakukan hal-hal yang mirip dengan sangat kejam bukan hanya kepada kaum Nazrani saja tetapi juga kepada orang bukan Nazrani. Yesus sendiri berkata: “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacitalah dan bergembiralah, karena upahmu besar di Sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Mat 5:11-12).
Dalam bacaan Injil hari ini, Markus menghadirkan kisah kemartiran Yohanes Pembaptis. Ketika itu nama Yesus sudah mulai dikenal di mana-mana dan Herodes juga mendengarNya. Banyak orang mengisahkan karya-karya agung yang dilakukan Yesus. Hal ini membuat Herodes mengingat kembali figur Yohanes Pembaptis yang sudah dipenggal kepalanya. Ada juga orang yang mengatakan bahwa Yesus itu Elia atau seorang nabi lain yang pernah hidup. Gara-gara nama Yesus maka Herodes merenung kembali perbuatan jahatnya terhadap Yohanes Pembaptis.
Mengapa Herodes melakukan hal yang jahat ini kepada sang pembuka jalan bagi Tuhan Yesus Kristus? Alkisah Herodes sudah menikah. Tetapi ia rela bercerai dan merebut Herodias istri dari Herodes Filipus saudaranya sendiri untuk menjadi istrinya. Tentu saja ini adalah sebuah skandal karena Herodes adalah seorang public figur dan pemimpin banyak orang di Galilea. Ia harus menunjukkan moralitas yang baik. Yohanes Pembaptis sebagai utusan Tuhan mempunyai tugas mulia untuk mengoreksinya dengan mengatakan bahwa tidak baik kalau ia mengambil Herodias, istri saudaranya menjadi istrinya sendiri. Herodes memang masih menghormati Yohanes tetapi Herodias luka bathin dan menaruh dendam terhadapnya. Ia ditangkap, dipenjarakan dan dipenggal kepalanya sebagai wujud janji Herodes kepada putri Herodias. Yohanes pembaptis adalah sosok orang yang memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Hanya orang sombong dan egois yang menutup telinganya atas teguran Tuhan melalui utusanNya.
Orang haruslah membuka dirinya kepada Tuhan. Mengapa? Karena Tuhan adalah terang dan keselamatanku! Ini adalah bunyi refrain dari Mazmur Tanggapan atas bacaan-bacaan Liturgi hari ini. Semangat Daud yang mendoakan Mazmur ini ikut menjiwai semangat kemartiran Yohanes Pembaptis, Paul Miki dan para martir dari Jepang.Ia berdoa: “Tuhan adalah terang dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? Tuhan adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gentar?” (Mzm 27:1). Dalam keadaan yang sulit orang harus selalu berpaling kepada Tuhan sebagai terang dan keselamatan. Dengan demikian tidak ada kata “takut” bagi orang percaya. Ia akan siap untuk memberi dirinya bagi Tuhan. Itulah kekuatan para martir yang menumpahkan darahnya bagi Tuhan. Tertulianus pernah berkata: “Darah para martir adalah benih yang subur bagi iman kristiani.”
Daud berkata kepada Tuhan dengan memohon keberanian untuk menghadapi para musuh. Dia berjanji kepada Tuhan untuk tidak takut, sekalipun para tentara berkemah dan mengepungnya, meskipun pecah perang melawannya. Ia mengaku bahwa dirinya akan tetap percaya kepada Tuhan. Mengapa? Karena Tuhan adalah pelindungnya. Tuhanlah yang selalu mencari dan menolongnya. Daud berdoa: “Sebab Ia melindungi aku dalam pondok-Nya pada waktu bahaya; Ia menyembunyikan aku dalam persembunyian di kemah-Nya, Ia mengangkat aku ke atas gunung batu. Hatiku mengikuti firman-Mu: “Carilah wajah-Ku”; maka wajah-Mu kucari, ya Tuhan. Janganlah menyembunyikan wajah-Mu kepadaku, janganlah menolak hamba-Mu ini dengan murka; Engkaulah pertolonganku, janganlah membuang aku dan janganlah meninggalkan aku, ya Allah penyelamatku!” (Mzm 27:6-9).
Penulis surat kepada umat Ibrani memberi nasihat-nasihat yang baik. Orang yang mengandalkan Tuhan sebagai terang dan keselamatan akan tetap memelihara kasih persaudaraan. Kita diingatkan untuk memberi tumpangan kepada orang lain, mengingat orang-orang hukuman, setia dalam perkawinan, tidak menjadi hamba uang dan mencukupkan diri dengan apa yang ada. Di samping itu perlu mentaati para pemimpin dan teguh dalam iman kepada Yesus Kristus. Ia tetap sama, baik kemarin, maupun hari ini dan sampai selama-lamanya (Ibr 10:8). Nasihat-nasihat yang diberikan ini membantu kita untuk mengerti rencana Tuhan bahwa Dialah satu-satunya terang dan keselamatan. PertolonganNya selalu tepat pada waktunya.
Tuhan tetaplah menjadi terang dan keselamatan bagi kita semua. Tuhan Yesus tidak berubah! Dia selamanya menjadi penyelamat kita. Mari kita memuji dan memuliakanNya.
PJSDB