Da Mihi Animas Cetera Tolle

Buah permenungan filsafat, teologi dan psikologi, juga berisi homili harian berdasarkan bacaan harian Liturgi Gereja Katolik

  • Home
  • Renungan
  • Bible
  • Teologi
  • Filsafat
  • Psikologi
  • Don Bosco
  • Spiritualitas Pria Katolik
  • Saint a Day

Archives for September 2016

Homili 28 September 2016

28/09/2016 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XXVI
Ayb 9:1-12.14-16
Mzm 88: 10bc-11.12-13.14-15
Luk 9:57-62

Apakah anda siap mewartakan Kerajaan Allah

imageSaya pernah berbincang-bincang dengan beberapa tokoh awam di sebuah paroki. Mereka sempat membagi pengalaman sederhana tentang kursus Kitab Suci yang sedang mereka ikuti. Mereka semua mempelajari latar belakang setiap buku dan melakukan tafsir Kitab Suci secara sederhana. Selanjutnya mereka mencoba untuk mewartakan Sabda kepada orang lain. Mereka mengaku bahwa pengalaman belajar mereka masih sangat terbatas dan sederhana namun mereka juga memiliki harapan besar supaya bisa ikut terlibat dalam karya evangelisasi dan ikut mewartakan Kerajaan Allah atau Kerajaan kasih kepada semua orang. Saya mendengar semua sharing ini dengan perasaan optimis. Saya yakin bahwa banyak orang katolik memiliki cita-cita dan kemauan yang besar untuk terlibat aktif dalam karya evangelisasi dan mewartakan Kerajaan Allah sampai ke ujung dunia.

Kita mendengar sebuah kisah Injil yang indah hari ini. Yesus dan para murid-Nya meninggalkan sebuah desa di Samaria dan melanjutkan perjalanan menuju ke Yerusalem. Perjalanan Yesus ke Yerusalem akan diwarnai dengan penderitaan namun Ia tetap teguh untuk mewujudkannya. Ketika itu ada tiga orang yang bercita-cita untuk mengikuti Yesus dari dekat dan terlibat dalam mewartakan Kerajaan Allah.

Orang pertama. Ia kelihatan sudah mengenal Yesus. Ia datang dan berkata: “Aku akan mengikuti Engkau, kemana pun Engkau pergi”. (Luk 9:57). Ini merupakan sebuah pernyataan yang mengatakan tentang keinginannya untuk mengikuti Yesus. Namun Yesus mengetahui motivasinya sehingga Ia berkata: “Serigala mempunyai liang, dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya” (Luk 9: 58). Perhatikanlah bahwa Lukas menyebut orang pertama ini sebagai “seorang”, tanpa ada identitas diri yang jelas, berniat untuk mengikuti Yesus. Ini kiranya mewakili kita semua. Namun Yesus meminta orang itu untuk merefleksikannya baik-baik keinginannya sebelum mengambil keputusan yang benar untuk mengikuti Yesus. Yesus mengingatkan orang pertama ini tentang adanya bahawa pola hidup gampang dan kelekatan terhadap harta duniawi. Yesus sendiri adalah Anak Allah yang rela menjadi miskin supayakita bermartabat sebagai anak Allah. Maka orang harus berani menyangkal diri supaya sepadan dengan Yesus.

Orang kedua. Lukas menyebutnya “orang lain”. Yesus sendiri memanggilnya dengan ajakan  yang sifatnya kategoris: “Ikutilah Aku” (Luk 9: 59). “Orang lain” itu berkata: “Izinkan aku pergi dahulu, menguburkan bapaku” (Luk 9:59). Yesus menjawabnya: “Biarlah orang mati menguburkan orang mati, tetapi engkau pergilah dan wartakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.” (Luk 9:60). Orang kedua ini memiliki keunikan yakni ia dipanggil langsung oleh Yesus. Yesus juga memberikan perintah langsung kepadanya untuk mewartakan Kerajaan Allah. Namun “orang lain” ini masih menyadari sebuah tugas pengabdian kepada orang tuanya yakni menguburkan mereka saat meninggal dunia. Ini adalah sebuah tugas suci seorang anak terhadap orang tuanya. Yesus memang tidak bermaksud menghapus perintah Allah yang keempat, namun Ia meminta “orang lain” itu untuk memprioritaskan Kerajaan Allah. Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai yang berkuasa untuk membangkitkan badan. Sebab itu manusia tidak perlu gelisah karena Tuhan Yesus adalah kebangkitan dan hidup. Orang itu harus menyadari tugasnya untuk mewartakan Kerajaan Allah dengan sukacita.

Orang ketiga. Ia berkata kepada Yesus: “Tuhan, aku akan mengikuti Engkau, tetapi izinkalah aku pamitan dahulu dengan keluargaku” (Luk 9: 61). Yesus menjawabnya: “Setiap orang yang siap untuk membajak, tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah” (Luk 9:62). Orang ketiga ini memiliki kemiripan dengan nabi Elisa yang meminta kepada Elia untuk pamitan dengan keluarganya (1Raj 19:19-20). Yesus menolak permintaan orang ketiga ini untuk berpamitan karena Ia menekankan urgensi Kerajaan Allah. Kerajaan Allah tidak boleh ditunda pewartaannya karena Yesus sedang dalam perjalanan ke Yerusalem untuk menggenapinya. Sebab itu orang harus berani memberi diri secara total demi Kerajaan Allah.

Ketiga orang yang mendapat panggilan untuk mengikuti Yesus ini mewakili kehidupan anda dan saya. Kita sebagai manusia perlu menyangkal diri dan bersikap radikal dalam mengikuti Yesus. Banyak di antara kita bersikap seperti orang pertama yang hatinya masih melekat pada harta dunia. Harta itu sudah menghalanginya untuk berjumpa dengan Yesus. Kita bisa menjadi orang kedua yang masih melekat dengan keluarga. Yesus meminta kita untuk memiliki skala prioritas, dan prioritas pertama adalah Kerajaan Allah. Kita bisa menjadi orang ketiga yang masih perlu berpamitan dengan keluarga, padahal Kerajaan Allah itu sangat mendesak untuk diwartakan kepada semua orang. Yesus hendak menggenapinya segera. Ketiga tipe ini menggambarkan hidup kita sebagai pengikut Kristus di dunia ini. Anda termasuk tipe yang mana?

Dalam bacaan pertama kita mendengar kelanjutan dari kisah hidup Ayub. Kali ini ia berkata kepada Bildad tentang kefanaan manusia di hadapan Tuhan Allah. Ia bertanya: “Masakan manusia benar di hadapan Allah?” (Ayb 9: 2). Ia perlahan-lahan mengakui kebesaran Allah dalam suasana kemalangannya. Ia mengakui bahwa Allah itu bijak dan kuat maka siapa yang dapat melawan Dia dan tetap selamat. Allah memiliki kuasa memindahkan gunung-gunung dan menjungkirbalikan dalam murka-Nya. Allah sungguh-sungguh berkuasa atas segalanya. Ayub mengalami penderitaan dan kemalangan namun Tuhan tetap menunjukkan kuat kuasa-Nya. Dia senantiasa melakukan perbuatan-perbuatan besar yang tidak terduga dan keajaiban-keajaiban yang tidak terbilang banyaknya. Semuanya ini menyadarkan Ayub untuk bertahan dalam setiap penderitaannya di hadirat Tuhan Allah.

Pada hari ini kita diajak oleh Tuhan untuk mengatakan dengan tegas sebuah kata yakni siap untuk terlibat aktif dalam mewartakan Kerajaan Allah. Mari kita menunjukkan kesetiaan sebagai orang yang dibaptis. Tugas kita adalah mewartakan Injil Kerajaan Allah kepada semua orang. Kita adalah misionaris yang siap memberi diri tanpa tuntutan apapun karena Yesus sudah lebih dahulu melayani dan mengasihi kita. Tugasmu adalah mewartakan Kerajaan Allah dengan sukacita!

PJSDB

Homili 27 September 2016

27/09/2016 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XXVI
Ayb 3: 1-3.11-17.20-23
Mzm 88: 2-3.4-5.6.7-8
Luk 9:51-56

Yesus mengarahkan pandangan ke Yerusalem

imageBeberapa hari yang lalu saya melihat sebuah spanduk yang dipegang oleh sekelompok anak muda. Spanduk itu bertuliskan kata-kata yang menarik: “Kami membutuhkan pemimpin yang visioner”. Rupa-rupanya mereka sedang bersiap untuk melakukan demonstrasi menyambut pendaftaran nama-nama calon kepala daerahnya di Komisi Pemilihan Umum Daerah tersebut. Hal yang menarik perhatianku adalah anak-anak muda berharap untuk mendapatkan seorang pemimpin yang visioner. Pemimpin yang memiliki visi ke depan untuk kebaikan dan kemajuan daerahnya. Pemimpin yang berani bermimpi, bercita-cita dan berusaha untuk mewujudkannya dalam semangat pengabdian kepada masyarakat. Pemimpin yang visioner pandai membaca tanda-tanda zaman.

Pada hari ini Penginjil Lukas mengisahkan perjalanan Yesus ke Yerusalem untuk mewujudkan keselamatan. Ia meninggalkan Galilea dan akan kembali setelah kebagkitan-Nya yang mulia (Mat 28:10). Lukas menulis: “Ketika hampir genap waktunya di angkat ke surga, Yesus mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem.” (Luk 9:51). Yesus sudah mengetahui apa yang akan terjadi bagi diri-Nya. Dia juga sudah berbicara dengan Musa dan Elia tentang tujuan kepergian-Nya yang akan digenapi-Nya di Yerusalem (Luk 9:31). Sebab itu Ia mengutus beberapa utusan mendahului-Nya di sebuah desa Samaria untuk mempersiapkan kedatangan-Nya. Tetapi orang-orang Samaria tidak mau menerima kedatangan Yesus karena Ia sedang menuju ke Yerusalem.

Pertanyaan kita, mengapa orang-orang Samaria tidak mau menerima kehadiran Yesus yang sedang menuju ke Yerusalem. Sistem sosial politik pada zaman Yesus terbagi atas tiga daerah penting yakni Galilea, Samaria dan Yudea di mana ada kota Yerusalem. Relasi antara Yudea dan Samaria tidak baik. Orang-orang Yudea menganggap orang-orang Samaria sebagai orang asing, bukan orang Yahudi. Sebab itu orang-orang Galilea yang hendak berziarah ke Yerusalem perlu melewati jalan-jalan alternatif, sekurang-kurangnya tidak melewati daerah Samaria. Semua ini karena fanatisme yang berlebihan dalam agama mereka.

Yesus memiliki misi yakni menyelamatkan semua orang. Keselamatan universal. Untuk itu Ia mengarahkan mata-Nya ke Yerusalem dan berniat untuk melewati Samaria supaya keselamatan juga dapat dirasakan oleh mereka. Tetapi orang-orang Samaria menutup hati karena sikap fanatisme juga ada di pihak mereka. Yakobus dan Yohanes sebagai kakak beradik juga merasa kesal dan meminta kepada Yesus kalau boleh mereka menurunkan api dari langit untuk membinasakan mereka. Yesus memandang mereka dan menegur mereka bahwa mereka tidak tahu apa yang mereka inginkan. Manusia lebih mudah terpancing secara emosional daan lupa akan belas kasih yang ada pada Tuhan sendiri. Yesus berkata: “Anak manusia datang bukan untuk membinasakan orang, melainkan untuk menyelamatkannya” (Luk 9:55). Hal lain yang menarik adalah meskipun di salah satu desa mereka dilarang masuk namun masih ada kesempatan lain, sebab itu mereka pergi ke desa yang lain.

Tuhan Yesus benar-benar berusaha untuk menggenapi semua perkataan-Nya: “Anak Manusia datang untuk melayani dan menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi semua orang.” Ia tidak memilih orang-orang khusus untuk menyelamatkannya tetapi semua orang. Ini adalah kasih Tuhan yang tiada batasnya bagi semua orang yang percaya kepada-Nya. Hanya saja manusia sering tidak menyadarinya. Manusia lebih cepat marah, emosi seperti Yakobus dan Yohanes, atau menutup diri dan tidak mau menerima orang lain seperti orang-orang dari sebuah desa Samaria. Yesus sebagai Anak Allah, yang menunjukkan wajah kerahiman Bapa menunjukkan wajah belas kasih Allah kepada semua orang. Sikap Yesus inilah yang patut kita ikuti. Kita mengakui diri sebagai pengikut Kristus maka kita perlu memberi diri kepada-Nya dan hidup serupa dengan-Nya, dengan berbelas kasih, memberi diri kepada semua orang.

Dalam bacaan pertama kita belajar banyak dari Ayub. Ia mengalami banyak kemalangan sehingga berani membuka mulut dan mengutuki hari kelahirannya. Ia berkata: “Biarlah hilang lenyap hari kelahiranku, dan malam yang mengatakan , ‘seorang anak laki-laki telah ada di dalam kandungan’. (Ayb 3:3). Ayub meratapi nasib hidupnya, penderitaan dan kemalangannya di hadirat Tuhan. Ia belum mengerti dengan baik rencana Tuhan di dalam hidupnya. Berbagai pertanyaan Ayub kepada Tuhan, adalah pertanyaan-pertanyaan kita semua yang masih mengembara di dunia ini. Masing-masing kita memiliki penderitaan dan kemalangan tersendiri. Namun satu hal yang indah dari hidup Ayub adalah, ia tetap berada di hadirat Allah dan berusaha untuk memahami rencana Allah dalam hidupnya.

Pada hari ini kita berusaha untuk menerima penderitaan dan kemalangan sebagai bagian dari hidup kita. Kita berusaha untuk mengikuti Kristus lebih dekat lagi dan berusaha untuk merasakan kasih-Nya.

PJSDB

Homili 26 September 2016

26/09/2016 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XXVI
Ayb 1:6-22
Mzm 17: 1.2-3.6-7
Luk 9: 46-50

Rendah hati itu perlu dan harus

imageSaya pernah mengikuti sebuah ibadat Oikumene. Ketika itu Pak Pendeta membawakan sebuah kotbah tentang kebajikan kerendahan hati. Ia mengilustrasikan kebajikan kerendahan hati dengan sebuah kisah tentang dua ekor kambing yang hendak melewati sebuah jurang yang sempit dan dalam dari arah berlawanan satu sama lain, di atas sebuah pohon yang tumbang.

Konon di sebuah pegunungan terdapat sebuah jurang yang sempit dan dalam. Di bawah jurang itu terdapat aliran sungai yang sangat deras. Tidak ada seorang manusia pun yang berani melewati jurang sempit itu. Pada suatu ketika ada sebatang pohon besar yang tumbang dan melintang dari atas bukit yang ada jurangnya ke bukit yang lain. Ini menjadi kesempatan bagi kambing-kambing yang berada di sebelah bukit untuk berpindah ke bukit yang satunya. Ketika itu ada dua ekor kambing yang tidak mau mengalah dari arah berlawanan untuk melewati pohon yang melintang itu. Mereka bertemu di tengah jurang dan situasinya tentu sangat menakutkan. Kalau mereka saling menyerunduk dengan tanduk kepalanya pasti ada satu yang tewas atau kedua-duanya tewas karena jatuh ke dalam jurang dan tenggelam di sungai yang deras. Namun hal yang menarik adalah salah seekor kambing rela merayap di atas batang kayu itu dan membiarkan kambing yang lain melewati tubuhnya dari atas. Mereka berdua masing-masing tiba dengan selamat di bukit yang dituju.

Ilustrasi ini memang sederhana untuk mengatakan bahwa kambing saja memiliki kesombongan dan berani mempertaruhkan harga dirinya. Tetapi di saat yang sulit itu mereka berani memilih untuk tetap bertahan dalam kesombongan sehingga membuahkan kematian atau berani mengalah, merendahkan diri supaya bisa hidup. Ternyata salah seekor kambing bisa merendahkan diri sehingga keduannya bisa hidup. Sekarang marilah kita pikirkan hidup kita masing-masing. Dalam sehari berapa sikap hidup, tutur kata yang menunjukkan bahwa kita adalah orang yang sombong karena mengesampingkan kebajikan kerendahan hati. Betapa sulitnya kita untuk melepaskan diri dari rasa gengsi yang besar, harga diri yang tinggi, popularitas, status sosial serta seribu satu ambisi lainnya. Ternyata kambing itu tidak jauh berbeda dengan manusia!

Pada hari ini kita mendengar sebuah kisah Injil tentang ambisi dan kesombongan di kalangan para murid Yesus yang sangat berlawanan dengan kebajikan kerendahan hati yang sedang ditunjukkan Yesus sendiri. Ketika itu timbul pertengkaran di antara mereka tentang siapakah yang terbesar di antara mereka. Lihatlah bahwa para murid Yesus ini, setiap hari tinggal bersama Yesus namun masih memiliki ambisi untuk berkuasa. Mereka masing-masing mempunyai gengsi besar dan ambisi terpendam untuk berkuasa. Tuhan Yesus mengetahui pikiran dan hati mereka sehingga Ia mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di samping-Nya. Ia meminta perhatian mereka dan berkata: “Barangsiapa menerima anak ini demi nama-Ku, dia menerima Aku. Dan barangsiapa menerima Aku, menerima Dia yang mengutus Aku. Sebab yang terkecil di antara kalian, dialah yang terbesar.” (Luk 9: 48).

Tuhan Yesus tidak memarahi para murid-Nya. Ini adalah kehebatan Tuhan kita. Ia malah mengambil contoh sederhana dengan kehadiran anak kecil di samping-Nya, supaya sambil mereka memandang anak kecil itu, mereka juga memandang Yesus yang lemah lembut dan rendah hati supaya menyerupai-Nya. Anak kecil adalah simbol orang yang polos, jujur, mengandalkan pertolongan dari orang dewasa. Demikianlah juga hidup kita di hadirat Tuhan. Kita perlu belajar untuk rendah hati dan mengandalkan Tuhan di dalam hidup kita seperti yang dilakukan anak kecil dengan orang tuanya. Kita juga memandang Yesus yang lemah lembut dan rendah hati untuk menyerupai-Nya.

St. Paulus berkata: “Yesus Kristus, walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Flp 2:6-8). Tuhan Yesus mengosongkan diri dan merendahkan diri-Nya. Ia tidak hanya berbicara tetapi menunjukkan diri-Nya sebagai pribadi yang lemah lembut dan rendah hati. Mari kita belajar dari Yesus sendiri, Anak Allah yang berkenosis, mengosongkan diri dan merendahkan diri-Nya.

Kerendahan hati juga nampak dalam cara kita menghargai sesama yang lain dan menerima mereka apa adanya. Yohanes dalam Injil mencegah seorang yang bukan murid Yesus mengusir setan dalam nama Yesus sendiri. Yesus mengingatkan Yohanes untuk tidak perlu mencegahnya karena orang itu tidak melawan melainkan memihak. Iman kita senantiasa diuji apakah benar-benar iman kristiani atau bukan kristiani. Iman kristiani berarti orang memilih untuk serupa dengan Yesus yang lemah lembut dan rendah hati dan menerima semua orang apa adanya.

Pada hari ini kita juga mendapat inspirasi dari kerendahan hati Ayub. Ia mengalami berbagai kemalangan dan penderitaan. Imannya kepada Tuhan benar-benar diuji. Namun dalam penderitaan dan kemalangannya yang datang silih berganti itu, ia tetap percaya kepada kuasa dan kehendak Tuhan. Ia masih memuji dan memuliakan Tuhan. Ini adalah tanda kerendahan hatinya di hadirat Tuhan. Apa yang Ayub lakukan saat itu? Ia mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah sambil berkata: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!” Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.” (Ayb 1:20-22).

Mari kita memandang Yesus dan belajar rendah hati daripada-Nya. Kita berdoa: “Hati Yesus yang lemah lembut dan rendah hati, jadikanlah hatiku seperti hati-Mu. Amen.” Mari kita memandang Ayub dan belajar menderita tetapi bertahan dalam iman kepada Tuhan. Kerendahan hati memang perlu dan harus dalam hidup kita.

PJSDB

Homili 22 September 2016

22/09/2016 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Kamis, Pekan Bisa ke-XXV
Pkh 1:2-11
Mzm 90: 3-6. 12-14.17
Luk 9: 7-9

Mengapa anda menjadi Kristen?

imageSeorang sahabat membagi pengalamannya setelah mengikuti sebuah seminar tentang hidup Kristiani. Ia mengatakan bahwa selama ini ia sangat bangga sebagai pengikut Kristus. Ia mengoleksi dan menggunakan berbagai attribut kristiani. Ia siap untuk membela imannya karena Kristus kapan dan di mana saja ia berada. Namun, setelah mengikuti seminar tentang hidup Kristiani, ia baru sadar bahwa niat baik untuk menjadi kristiani saja belum cukup. Ia harus berani berkorban untuk Kristus yang lebih dahulu berkurban bagi dirinya. Artinya, setiap hari orang harus berani memberi kesaksian bahwa dia adalah orang Kristen. Kata Kristen berarti Kristus kecil (little Christ), artinya Kristus harus menjadi segalanya, utama bukanlah sekunder. Orang Kristen dalam bahasa Inggris disebut CHRISTIAN. Kata ini apabila dipenggal akan menjadi CHRIST-IAN (Christ-I Am Nothing). Dengan demikian ia berjanji untuk memulai lagi, menata lagi hidupnya sebagai pengikut Kristus yang terbaik.

Banyak kali kita berhenti pada perasaan bangga sebagai pengikut Kristus saja. Kita berbangga karena dibaptis pada saat masih bayi, artinya sudah lama menjadi pengikut Kristus. Kita berbangga karena banyak anggota keluarga dan kerabat adalah pengikut Kristus yang setia menurut kategori manusiawi kita. Semua perasaan bangga itu baik adanya. Namun kita harus berusaha supaya kebanggaan kita itu benar-benar mendorong kita untuk menjadi umat Kristen yang baik. Tuhan Yesus Kristus harus menjadi pertama dan utama di dalam hidup kita. Sebab Ia sendiri pernah berkata “sine Me nihil potestis facere” artinya, terlepas dari Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa (Yoh 15:5). Kita harus berani berkata bahwa Yesus adalah pusat hidup kita sedangkan kita tidak dapat berbuat apa-apa (Christian: Christ, I am nothing).

Pada hari ini kita mendengar kisah Injil yang sangat menarik perhatian kita. Kisah tentang Herodes Antipas yang hatinya sedang gundah gulana karena mendengar karya-karya besar yang dilakukan Tuhan Yesus di hadapan orang banyak. Sayang sekali karena Herodes Antipas belum mengenal Yesus secara pribadi dan berkeinginan untuk menjumpai-Nya. Penginjil Lukas memberi satu catatan penting: “Herodes berusaha supaya dapat bertemu dengan Yesus” (Luk 9:9). Pada saat itu masih ada orang lain yang belum mengenal Yesus sehingga mereka menginformasikan hal yang keliru kepada Herodes Antipas. Mereka mengatakan bahwa Yohanes Pembaptis bangkit dari antara orang mati, Elia telah muncul kembali atau seorang nabi lain yang pernah ada zaman dahulu dan barusan bangkit lagi. Informasi ini sempat beredar dan sangat menghantui pikiran Herodes.

Apa yang terjadi dengan Herodes? Ia berada dalam posisi yang terjepit karena ia memang segan terhadap posisi Yohanes Pembaptis karena banayak orang menganggapnya sebagai orang kudus. Namun, Herodes juga sadar bahwa Yohanes sudah dibunuhnya dengan cara memenggal kepalanya. Para murid Yohanes sudah mengambil jenazah tanpa kepala dan menguburkannya. Meskipun Ia sadar telah melakukan tindakannya itu kepada Yohanes Pembaptis namun hati kecilnya tetap berada dalam pencarian: “Siapakah yang nama orang yang sedang tenar melebih semua orang di Palestina pada masa itu?” Ia hanya mendengar segala perbuatan Yesus tetapi tidak mengenal-Nya secara pribadi dan berniat untuk menjumpai-Nya.

Hal yang menarik perhatian kita adalah sikap ingin tahu dari raja Herodes. Ia tidak mengenal dan percaya kepada Yesus tetapi ketika mendengar tentang Yesus yang tidak dikenalnya itu, hatinya cemas, gundah gulana dan ingin bertemu secara langsung dengan-Nya. Di balik kelemahan manusiawi Herodes, karya-karya Allah dalam diri Yesus telah menggerakan hatinya untuk mengenal Yesus. Mungkin saja dia berkeinginan jahat terhadap Yesus karena nama-Nya sedang tenar melebihi Herodes sendiri. Tetapi aspek positif yang perlu kita perhatikan adalah Yesus adalah Tuhan yang mampu menggerakan hati semua orang yang baik dan jahat untuk berjumpa dengan-Nya. St. Paulus mengatakan: “…dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan” bagi kemuliaan Allah Bapa. (Flp 2:11).

Tantangan bagi kita pada masa ini adalah banyak orang hanya berhenti pada rasa bangga sebagai pengikut Kristus tetapi tidak berusaha untuk menyerupai-Nya. Banyak orang mendengar Yesus, dan merasa bangga karena sudah dibaptis, tetapi kurang berkomitmen untuk menyerupai Yesus dalam segala hal. Yesus belum menjadi model hidup bagi orang-orang tertentu. Padahal sebagaimana dikatakan oleh Paulus bahwa segala lidah akan mengakui bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Apakah anda dan saya sudah mengakui Yesus Kristus sebagai satu-satunya Tuhan dan Pengantara kita?

Mengapa orang masih merasa sulit untuk menyerupai Tuhan Yesus Kristus? Ini adalah sebuah pertanyaan yang menarik perhatian kita semua. Sebenarnya dengan menerima sakramen pembaptisan kita berusaha untuk menjadi orang Kristen sejati. Kita menjadi serupa dengan Yesus, mengikuti jejak-Nya. Satu hal yang mungkin masih menjadi kesulitan bagi kita semua adalah bagaimana kita bersikap terhadap harta kekayaan yang sedang kita miliki. Yesus berkata: “Di mana hartamu berada, di sana hatimu juga berada” (Mat 6:21). Orang lupa bahwa segala sesuatu yang ada di atas dunia ini hanya bersifat sementara saja. Tidak ada yang abadi di dunia ini. Hanya Tuhan saja yang abadi.

Kitab Pengkotbah, memberikan arahan bagi kita untuk hidup dengan baik sebagai anak-anak Tuhan. Ia membuka wawasan kita supaya memiliki kebijaksanaan yang tepat di hadapan Tuhan. Kata kunci yang dipakainya adalah kesia-siaan belaka dan bahwa segala sesuatu adalah sia-sia! Pengkotbah menghadirkan fenomena alamiah seperti kehidupan dan kematian manusia berlalu tetapi bumi dan matahari tetap ada. Matahari tetapi berotasi seperti biasa. Angin tetap berputar seperti biasa, semua sungai yang mengalir ke laut tetapi laut tidak pernah penuh. Segala sesuatu terjadi, berubah dan tidak berulang kembali. Semua fenomena ini mengantar kita kepada pribadi Tuhan sendiri. Dia adalah satu-satunya penyelenggara hidup kita. Kita berani berkata bersama Daud dalam Mazmur ini: “Tuhan, Engkaulah tempat perteduhan kami turun temurun.” (Mzm 90:1).

Sabda Tuhan pada hari ini membantu kita untuk memohon kepada Tuhan alasan mengapa kita menjadi Kristen. Mengapa kita mau menjadi Kristus kecil di atara banyak orang yang belum mengenal atau sedang mencari jalan untuk mengenal Yesus Kristus. Mari kita menunjukkan wajah Kristus dalam perkataan dan perbuatan kita masing-masing.

PJSDB

Food For Thought: Rendah hati, Lemah lembut dan Sabar

21/09/2016 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Rendah hati, Lemah lembut dan Sabar!

P. John SDBMengakhiri hari ini, saya merenung kembali sebuah pesan St. Paulus kepada jemaat di Efesus. Ia mengaku sebagai orang yang dipenjara karena Tuhan, menasihati jemaat untuk setia dalam panggilan sebagai murid Kristus: “Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar” (Ef 4:2).

Selalu rendah hati. Rendah hati adalah sebuah kebajikan yang sangat unik. Sebuah kebajikan yang hanya bisa dilakukan tanpa perlu dibicarakan sebab ketika membicarakannya maka orang itu berubah menjadi sombong. Kerendahan hati itu seperti humus tanah yang tidak kelihatan dengan mata tetapi memiliki daya yang luar biasa untuk menyuburkan tanaman. Kerendahan hati adalah gambaran wajah Tuhan sendiri. Ia merendahkan diri-Nya sama seperti manusia dalam segala hal kecuali dosa. Apakah anda selalu rendah hati?

Selalu lemah lembut. Orang yang lemah lembut itu berarti orang itu baik hati dan halus budi bahasanya. Tuhan Yesus mengakui diri-Nya lemah lembut dan rendah hati (Mat 11:29). Kita sering mendoakan doa ini: “Hati Yesus yang lemah lembut dan rendah hati, jadikanlah hatiku seperti hati-Mu”. Kelembutan hati membantu kita untuk hidup murni di hadirat Tuhan. Kelembutan hati membantu kita untuk menunjukkan wajah kerahiman Bapa kepada sesama.

Selalu sabar. Kita semua mengakui betapa sulitnya bertumbuh menjadi orang sabar. Kesabaran itu dimulai dari diri kita sendiri. Kita tidak bisa mengharapkan orang lain untuk bersabar kepada kita. Kitalah yang pertama-tama menunjukkan diri sebagai orang yang sabar. Helen Keller pernah berkata: “Kita tidak akan pernah belajar untuk menjadi berani dan bersabar, jika saja hanya ada kesenangan di dunia ini.” Apakah anda seorang yang sabar? Tuhan saja bersabar, mengapa kita tidak sabar?

PJSDB

Next Page »

Tentang Saya

Saya seorang hamba Tuhan yang melayaniNya siang dan malam, anggota Serikat Salesian Don Bosco yang bergabung sejak tahun 1989. Kini saya dipanggil Pater John dan melayani di Jakarta

Artikel Terbaru

  • Food For Thought: Kultur kehidupan bukan kematian 10/12/2019
  • Food For Thought: Menghibur dan Membahagiakan 10/12/2019
  • Food For Thought: Dari Kekosongan menuju Kepenuhan 09/12/2019
  • Homili Hari Minggu Adventus ke-II/A – 2019 08/12/2019
  • Food For Thought: Dari Maria Kita Belajar 07/12/2019

Situs Lainnya

  • Salesian Don Bosco
  • Vatican
  • Renungan Audio – Daily Fresh Juice
  • Renungan Pria Katolik

Arsip

  • December 2019 (10)
  • November 2019 (33)
  • October 2019 (28)
  • September 2019 (14)
  • August 2019 (23)
  • July 2019 (25)
  • June 2019 (22)
  • May 2019 (40)
  • April 2019 (24)
  • March 2019 (21)
  • February 2019 (24)
  • January 2019 (34)
  • December 2018 (32)
  • November 2018 (40)
  • October 2018 (26)
  • September 2018 (22)
  • August 2018 (41)
  • July 2018 (28)
  • June 2018 (17)
  • May 2018 (13)
  • April 2018 (17)
  • March 2018 (14)
  • February 2018 (8)
  • January 2018 (17)
  • December 2017 (23)
  • November 2017 (31)
  • October 2017 (29)
  • September 2017 (38)
  • August 2017 (28)
  • July 2017 (18)
  • June 2017 (24)
  • May 2017 (33)
  • April 2017 (18)
  • March 2017 (40)
  • February 2017 (23)
  • January 2017 (22)
  • December 2016 (23)
  • November 2016 (31)
  • October 2016 (24)
  • September 2016 (36)
  • August 2016 (36)
  • July 2016 (32)
  • June 2016 (27)
  • May 2016 (42)
  • April 2016 (25)
  • March 2016 (41)
  • February 2016 (45)
  • January 2016 (31)
  • December 2015 (26)
  • November 2015 (24)
  • October 2015 (60)
  • September 2015 (44)
  • August 2015 (49)
  • July 2015 (56)
  • June 2015 (56)
  • May 2015 (57)
  • April 2015 (46)
  • March 2015 (52)
  • February 2015 (51)
  • January 2015 (58)
  • December 2014 (46)
  • November 2014 (43)
  • October 2014 (49)
  • September 2014 (46)
  • August 2014 (42)
  • July 2014 (39)
  • June 2014 (39)
  • May 2014 (38)
  • April 2014 (44)
  • March 2014 (41)
  • February 2014 (46)
  • January 2014 (55)
  • December 2013 (43)
  • November 2013 (42)
  • October 2013 (46)
  • September 2013 (31)
  • August 2013 (33)
  • July 2013 (32)
  • June 2013 (36)
  • May 2013 (33)
  • April 2013 (34)
  • March 2013 (40)
  • February 2013 (33)
  • January 2013 (33)
  • December 2012 (36)
  • November 2012 (33)
  • October 2012 (50)
  • September 2012 (40)
  • August 2012 (41)
  • July 2012 (35)
  • June 2012 (30)
  • May 2012 (33)
  • April 2012 (36)
  • March 2012 (47)
  • February 2012 (42)
  • January 2012 (38)
  • December 2011 (35)
  • November 2011 (31)
  • October 2011 (2)

Bulan

  • December 2019
  • November 2019
  • October 2019
  • September 2019
  • August 2019
  • July 2019
  • June 2019
  • May 2019
  • April 2019
  • March 2019
  • February 2019
  • January 2019
  • December 2018
  • November 2018
  • October 2018
  • September 2018
  • August 2018
  • July 2018
  • June 2018
  • May 2018
  • April 2018
  • March 2018
  • February 2018
  • January 2018
  • December 2017
  • November 2017
  • October 2017
  • September 2017
  • August 2017
  • July 2017
  • June 2017
  • May 2017
  • April 2017
  • March 2017
  • February 2017
  • January 2017
  • December 2016
  • November 2016
  • October 2016
  • September 2016
  • August 2016
  • July 2016
  • June 2016
  • May 2016
  • April 2016
  • March 2016
  • February 2016
  • January 2016
  • December 2015
  • November 2015
  • October 2015
  • September 2015
  • August 2015
  • July 2015
  • June 2015
  • May 2015
  • April 2015
  • March 2015
  • February 2015
  • January 2015
  • December 2014
  • November 2014
  • October 2014
  • September 2014
  • August 2014
  • July 2014
  • June 2014
  • May 2014
  • April 2014
  • March 2014
  • February 2014
  • January 2014
  • December 2013
  • November 2013
  • October 2013
  • September 2013
  • August 2013
  • July 2013
  • June 2013
  • May 2013
  • April 2013
  • March 2013
  • February 2013
  • January 2013
  • December 2012
  • November 2012
  • October 2012
  • September 2012
  • August 2012
  • July 2012
  • June 2012
  • May 2012
  • April 2012
  • March 2012
  • February 2012
  • January 2012
  • December 2011
  • November 2011
  • October 2011

Copyright © 2019 · Beautiful Pro Theme on Genesis Framework · WordPress · Log in