Kasih sejati penuh pengurbanan!
Pada sore menjelang malam hari ini saya membaca beberapa catatan yang saya simpan di file laptopku beberapa tahun silam. Saya menemukan sebuah kutipan dari Dalai Lama. Inilah kutipan yang saya maksudkan: “Saya yakin bahwa tujuan paling utama dari hidup kita adalah mencari kebahagiaan. Itu jelas. Apakah seseorang meyakini agama atau tidak, apakah seseorang meyakini agama ini atau agama itu, kita semua sedang mencari sesuatu yang lebih baik dalam hidup. Maka saya pikir, gerakan paling dasar dari hidup kita adalah menuju kebahagiaan.”
Saya sepakat dengan Dalai Lama, bahwa kita semua memiliki satu tujuan yang sama dalam hidup yakni menjadi pribadi yang bahagia. Tujuan orang menikah adalah supaya menjadi pribadi yang bahagia. Tujuan orang membiara adalah supaya menjadi pribadi yang bahagia dengan Tuhan. Kebahagiaan itu sesuatu yang universal. Semua orang mencari hingga menemukannya. Sebab itu aneka perbedaan yang menghalangi kebahagiaan mesti disingkirkan dalam hidup pribadi kita.
Orang yang hidup bersama dalam keluarga mencari kebahagiaan dengan saling melayani dan mengasihi. Melayani sebagai pasangan hidup tanpa membuat perhitungan apapun, dalam hal ini siapa yang lebih besar pelayanannya atau siapa yang lebih banyak memiliki andil untuk melayani. Mengasihi dalam keluarga tanpa menghitung siapa yang lebih banyak berbuat kasih. Setiap orang pada dirinya sendiri memiliki tanggung jawab pribadi untuk melayani dan mengasihi.
Kasih sejati itu kita temukan di dalam diri Yesus Kristus. Kasih-Nya penuh dengan pengurbanan. Dialah Anak Allah yang tidak memandang ke-Allahan-Nya sebagai milik yang Ia pertahankan. Ia justru merendahkan diri, berkhenosis, setara dengan manusia dalam segala hal kecuali dosa. Ia menjadi taat sampai wafat di kayu salib. Meskipun sudah wafat di kayu salib masih ditikam sehingga mengalir darah dan air. Darah dan air adalah simbol sakramen-sakramen di dalam Gereja. Kasih Yesus penuh dengan pengurbanan. Ini adalah kasih sejati sebab Allah Bapa mengurbankan Putera-Nya sendiri. Sang Putera juga rela mengurbankan diri sebagai bentuk ketaatan. Kita belajar dari Tuhan Yesus untuk mengasihi dan mengurbankan diri bagi sesama yang lain.
Kasih sejati itu penuh dengan pengurbanan. Saya mengingat perkataan Tuhan Yesus ini: “Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia” (Yoh 16:21). Mari kita membayangkan penderitaan seorang perempuan yang kita sapa sebagai mama atau ibu saat mengandung dan melahirkan kita sebagai anaknya. Selama sembilan bulan sepuluh hari ibu berbagi segalanya dengan anak yang berada di dalam rahimnya. Semua makanan dan minuma, perasaan bathin dibagikannya kepada anak yang berada di dalam rahimnya. Pada saat melahirkan secara normal, sang ibu menderita kesakitan. Kalau melahirkan dengan operasi di rumah sakit juga penuh kesakitan. Tetapi ibu akan tetap bahagia menahan rasa sakitnya ketika melihat bayi, sang makhluk baru di hadapannya. Ini baru namanya kasih sejati dengan pengurbanan.
Kasih sejati bukan hanya basa basi “ILY” atau I Love You dan selesai. Kasih sejati bukan hanya dengan menggores simbol hati di mana-mana. Kasih sejati itu simbolnya salib sebab Dia yang tersalib, yang sudah menjadi jenazah namun masih ditikam tidak akan berhenti mengasihi. Dia sendiri adalah kasih sejati. Mari kita percaya kepada-Nya supaya memperoleh hidup abadi (Yoh 3:16-17).
PJ-SDB