Food For Thought: Keluarga dan badai

Keluarga di tengah badai

Saya sedang membaca buku ‘The Storm-Tossed Family’ Karya Russell Moore. Buku ini memang sangat menarik karena membahas hal-hal aktual yang sudah sedang dialami keluarga-keluarga masa kini. Saya tersenyum sendiri karena meskipun saya tidak berkeluarga tetapi saya mengingat keluarga, khususnya orang tua yang melahirkan dan membesarkanku. Russel mengawali buku ini dengan membahas tentang keluarga di tengah badai. Setelah menguraikan tentang badai dan kekuatannya, ia mengatakan bahwa keluarga masa kini juga berada di tengah badai.

Ia menulis: “Keluarga adalah sumber dari berkat yang memberi hidup dan juga kengerian yang besar, sering kali terjadi pada saat yang sama. Demikian juga dengan salib. Di salib kita melihat kutuk dosa yang mengerikan, penghakiman Allah, dan berkat Allah dalam menyelamatkan dunia (Gal 3:13-14). Di salib, Yesus menghadapi ‘sukacita yang disediakan bagi Dia’ di saat yang sama dengan ‘mengabaikan kehinaan’ (Ibr 12:2). Keluarga kita bisa penuh dengan sukacita, tetapi akan selalu membuat kita rentan dalam penderitaan. Suka cita dan penderitaan ini menunjukkan kepada kita tempat yang sama yaitu salib.” Keluarga menjadi kuat dalam kasih karena ada pengalaman salib. Dari pengalaman salib maka semua orang akan merasakan makna cinta kasih yang sebenarnya. Cinta menjadi kuat karena dilandasi oleh pengurbanan diri yang besar.

Russel juga mengatakan: “Bersama keluarga, seperti di tengah badai, kita pasti menyadari bahwa kita tidak berdaya melakukan apapun terhadap situasi buruk itu.” Pada akhirnya dia mengatakan: “Satu-satunya tempat yang aman bagi keluarga di tengah badai adalah keluarga yang memiliki tanda luka karena paku.” Pengurbanan mendapat tempat yang istimewa dalam keberlangsungan sebuah keluarga. Tanpa pengurbanan, keluarga itu hanya sebuah kos atau kontrakan saja.

Pernahkah anda memperhatikan bekas luka? Kalau belum pernah silakan perhatikan sekali lagi. Pada bekas luka itu anda mengerti dengan baik makna sebuah cinta dan pengorbanan diri. Pada bekas luka itu anda merajut sebuah cerita bermakna tentang hidupumu, keluargamu di hadapan Tuhan dan sesama.

Mari kita kembali ke dalam keluarga masing-masing. Tidak ada sebuah keluarga yang ideal. Keluarga itu kumpulan orang-orang sederhana, yang lemah dan dikuatkan Oleh Kristus sebagai kepala. Keluarga pasti diserang badai kapan saja. Tetapi Tuhan tidak pernah tidur. Doa adalah pintu Masuk, jalan untuk mempersatukan kita dengan Tuhan. Bahwa kalau ada badai, jangan pernah takut karena Dia beserta kita. Doaku untuk keluarga-keluarga. Terima kasih untuk kasih dan kemurahanmu bagiku.

P. John Laba, SDB