Homili 24 Februari 2021

Hari Rabu Pekan I Prapaskah
Yun. 3:1-10;
Mzm. 51:3-4,12-13,18-19;
Luk. 11:29-32

Namanya Yunus

Menyebut nama Yunus, pikiran kita langsung tertuju pada sosok nabi Yunus di dalam Kitab Perjanjian Lama. Dalam Bahasa Ibrani, nama יוֹנָה‎ (Yonā) atau Yunus berarti “merpati”. Beliau adalah putra Amitai (Yun 1:1). Beliau berasal dari Gat-Hefer, sebuah kota di perbatasan Zebulon dan Naftali dan bernubuat di Kerajaan Utara atau Kerajaan Israel pada abad VIII SM. Ia menubuatkan restorasi batas-batas Israel oleh Yerobeam II, raja Samaria (2Raj 14:23-25). Dalam kitab Yunus 1-2, dikisahkan bahwa ia dipanggil oleh Tuhan untuk pergi ke kota Niniwe. Tujuannya adalah menyampaikan kepada mereka akan semua kejahatan yang sudah dilakukan dan berharap supaya mereka dapat bertobat. Niniwe sendiri adalah ibu kota kerajaan Asyur, yang nantinya akan mengalahkan kerajaan Israel pada tahun 721/722 SM. Sayang sekali karena Yunus tidak patuh pada kehendak Tuhan. Dia membelot dengan menaiki kapal yang menuju Tarsis. Tuhan menurunkan angin ribut ke laut dan mengganggu perjalanan kapal yang dinaiki Yunus, bahkan hampir menghancurkan kapal itu. Pada akhirnya orang-orang di dalam kapal berdoa kepada dewa-dewi mereka namun tidak ada ada perubahan. Mereka membuang undi dan Yunuslah yang dikurbankan karena terkena undian. Mereka melampari Yunus ke dalam laut dan laut menjadi tenang. Yunus sendiri tinggal di dalam perut ikan selama tiga hari dan tiga malam.

Pengalaman adalah guru kehidupan. Yunus belajar dan siap untuk berubah di hadirat Tuhan. Pengalaman pertobatan pribadinya ini membantu dia untuk menyerukan pertobatan kepada orang-orang Niniwe sesuai kehendak Tuhan. Tuhan memintanya: “Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, dan sampaikanlah kepadanya seruan yang Kufirmankan kepadamu.” (Yun 3:2). Yunus patuh pada kehendak Tuhan, tidak seperti sebelumnya. Ia pergi ke Ninive, kota yang ditempuh tiga hari perjalanan luasnya. Dengan lantang Yunus berseru: “Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan.” (Yun 3:4). Seruan tobat ini mengubah kehidupan semua orang Niniwe. Mereka percaya kepada Tuhan dan siap menyatakan tobat mereka di hadapan Tuhan dengan berpuasa dan mengenakan kaun kabung. Raja sendiri turun dari takhtanya, menanggalkan jubahnya, mengenakan kain kabung dan duduk di atas abu. Manusia dan hewan ternak tidak makan dan minum dan tetap mengenakan kain kabung.

Seruan tobat Yunus, tanggapan Niniwe dengan bertobat secara radikal mengubah pikiran Allah. Dikatakan dalam Kitab Yunus: “Ketika Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Iapun tidak jadi melakukannya.” (Yun 3:10). Tuhan yang kita Imani adalah rahim. Dia tidak menghitung-hitung kesalahan kita. Dia bahkan menyesali setiap rancangan malapetaka yang hendak diberikan kepada manusia. Ia membatalkan malapetakan yang direncanakan-Nya. Kerahiman Allah sungguh besar dan kita semua merasakannya dalam hidup kita.

Dalam bacaan Injil, kita mendengar bahwa orang-orang meminta tanda. Yesus mengetahuinya dan berkata: “Angkatan ini adalah angkatan yang jahat. Mereka menghendaki suatu tanda, tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus.” (Luk 11:29). Tuhan Yesus mengingatkan mereka akan kisah Yusuf sebagamana disebutkan di atas bahwa ia tinggal di dalam perut ikan selama tiga hari dan tiga malam.Tanda Yunus ini nantinya menjadi bagian dari Yesus. Tuhan Yesus juga akan dikuburkan dan pada hari ketiga bangkit dengan mulia. Hanya di sini ada perbedaan. Yunus masuk ke dalam perut ikan, perut ikan itu kotor dan bau. Ini adalah pengalaman kelemahan kita ketika berada dalam dosa, yang ada adalah kotor dan bau. Tuhan Yesus berada di dalam perut bumi, gelap dan dingin. Ia mengalahkannya dengan bangkit mulia pada hari ketiga.

Tuhan Yesus menggunakan kesempatan emas ini untuk mengedukasi mereka. Pertama, Tuhan Yesus mewahyukan diri-Nya sebagai Dia yang lebih dari Salomo dan Yunus. Pikirkanlah, Salomo adalah raja yang diagungkan karena kebijaksanaannya. Orang-orang dari dalam dan luar negeri datang untuk mengakami kebijaksanaan Salomo, namun Yesus ternuata lebih dari Salomo. Yunus juha merupakan sosok yang penting namun Yesus juga lebih dari Yunus. Dia juga datang untuk menyerukan pertobatan kepada kita dan mewartakan Injilnya. Tuhan Yesus benar-benar menjadi tanda keselamatan bagi kita semua.

Dalam masa prapaskah ini, mari berusaha untuk membangun semangat pertobatan. Kita bertobat dan percaya kepada Injil. Kita belajar dari Yunus, sang merpati yang belajar dari kesalahannya di masa lalu, menghidupi semangat pertobatan pribadinya dan berhasil mempertobatkan sesama yang lain. Kalau saja kita bertobat maka pengalaman pertobatan ini akan mempertobatkan sesama. Kita berubah dan tentu perubahan pada diri kita ikut mengubah kehidupan orang lain. Mari kita menjadi Yunus lain yang memiliki masa lalu dan berubah menjadi pribadi baru karena Tuhan Yesus menjamah dan menyebuhkan serta menyelamatkan kita.

P. John Laba, SDB