Homili Hari Minggu Prapaskah ke-III/B – 2021

HARI MINGGU PRAPASKAH IIIB
Kel. 20:1-17;
Mzm. 19:8,9,10,11;
1Kor. 1:22-25;
Yoh. 2:13-25

Semakin Mengagumi dan mengimani Yesus

Kita memasuki pekan Prapaskah ke-III/B. Bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini mengarahkan kita untuk mengagumi dan mengimani Tuhan Yesus yang mengajar kita untuk menyapa Allah sebagai Bapa, seorang Bapa yang memberikan perintah-perintah-Nya kepada kita sebagai tanda kasih, dan Yesus sendiri juga yang mengurbankan diri sebagai Bait Allah yang hidup untuk kita. Masa prapaskah menjadi kesempatan bagi kita untuk semakin mengagumi dan mengimani Yesus. Apakah kita benar-benar siap untuk merayakan kemenangan Kristus pada Hari Raya Paskah? Apakah kita menjalankan doa-doa kita, puasa dan karya amal kasih dengan baik sebagai tanda persiapan kita untuk merayakan Hari Raya Paskah?

Tuhan menyiapkan kita untuk merayakan Paskah. Ia memberikan perintah-perintah-Nya untuk kita lakukan di dalam hidup ini. Tuhan Allah memberikan perintah-perintah-Nya kepada bangsa Israel melalui Musa dalam dua loh batu. Loh batu yang pertama merupakan ringkasan perintah kasih kepada Tuhan secara total. Loh batu kedua merupakan ringkasan perintah kasih kepada sesama secara total. Mari kita memperhatikan loh batu yang pertama: Tuhan mengingatkan Bangsa Israel sebagai Tuhan Allah bagi mereka. Dialah yang membawa bangsa ini keluar dari tanah Mesir, tempat perbudakan mereka. Tuhan juga mengingatkan mereka supaya mereka tidak memiliki Allah lain selain Dia. Mereka juga diharapkan untuk tidak menciptakan barang-barang untuk disembah. Bangsa Israel diharapkan supaya jangan menyebut nama Tuhan Allah tidak dengan rasa hormat. Mereka juga diharapkan untuk menguduskan hari Tuhan. Ketiga perintah yang dituliskan di dalam loh batu pertama menjadi wujud nyata perintah kasih kepada Allah yang lebih dahulu mengashi manusia.

Dalam loh batu kedua terdapat tujuh perintah yang merupakan gambaran perintah kasih Tuhan kepada manusia untuk mengasihi sesamanya. Kasih mulai dari orang yang terdekat yaitu orang tua diikuti sesama manusia secara umum. Inilah perkataan Tuhan: “Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu. Jangan membunuh. Jangan berzinah. Jangan mencuri. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu. Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu.” (Kel 20: 12-17).

Kita semua tentu mengetahui semua perintah Tuhan Allah dan berusaha untuk melakukannya di dalam hidup kita. Setiap kali kita mengaku dosa, kita juga menjadikan perintah-perintah Tuhan Allah ini sebagai acuan dalam memeriksa bathin kita. Apakah kita menyadari dan melakukan perintah-perintah Tuhan dalam hidup kita? Apakah kita mengimani Tuhan dan mengasihi-Nya dengan segenap akal budi, segenap hati dan segenap kekuatan kita? Apakah kita mengasihi sesama kita, mulai dari rasa hormat kepada orang tua, menghargai nilai hidup sesama, menghormati kesucian hidup perkawinan dan juga menghormati hak miliki orang lain? Pertanyaan-pertanyaan ini memang sederhana tetapi selalu berkaitan dengan relasi kasih kita kepada Tuhan dan sesama kita. Masa prapaskah menjadi kesempatan untuk melakukan transformasi radikal di dalam hidup pribadi kita.

Di samping perintah kasih kepada Tuhan dan sesama melalui usaha menghayati perintah-perintah Tuhan dalam Kitab Keluaran, St. Paulus dalam bacaan kedua kepada jemaat di Korintus membantu kita untuk merenung tentang sosok Yesus dan pengurbanan-Nya. Dia menyadari bahwa orang-orang di Korintus selalu meminta tanda untuk memperjelas pewartaan Injil kepada mereka. Sebab itu Paulus mengatakan: “Kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah.” (1Kor 1:23-24). Menjadi pewarta Injil masa kini, kita juga dituntut untuk mewartakan dengan hidup yang nyata. Kata-kata tentang Yesus belum cukup. Kesaksian hidup kita tentang Yesus yang kita imani lebih memiliki kekuatan dan mampu mengubah kehidupan kita secara pribadi dan sesama kita. Maka Paulus juga berkata: “Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia.” (1Kor 1:25).

Dalam bacaan Injil kita mendengar bahwa ‘Ketika sudah dekat Hari Raya Paskah orang Yahudi’ Yesus berangkat ke Yerusalem. Penginjil Yohanes menarik perhatian kita untuk lebih siap lagi dalam masa persiapan kita untuk merayakan Paskah. Apa yang menarik perhatian kita ketika Yesus berada di Yerusalem? Ia menyucikan bait Allah. Ketika itu orang menjadikan Bait Allah sebagai pasar dadakan. Mereka berjualan hewan-hewan kurban seperti lembu, kambing, domba dan merpati. Ada juga para penukar uang yang siap untuk membantu para peziarah yang datang ke Yerusalem. Tuhan Yesus menunjukkan kemanusiaan-Nya dengan membuat cambuk dan mengusir mereka semua dari dalam bait Allah. Tentu saja perbuatan Yesus ini mendapatkan perlawanan dari para ahli Taurat dan kaum Farisi. Namun, banyak orang akhirnya menjadi percaya karena perkataan dan perbuatan Yesus, terutama setelah Paskah-Nya sendiri.

Mengapa Yesus menyucikan Bait Allah? Yesus mau menunjukkan diri-Nya sebagai Bait Allah yang sebenar-Nya. Ia berkata: “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.” (Yoh 2:19). Penginjil Yohanes menjelaskan bahwa bait Allah adalah Tubuh Kristus sendiri (Yoh 2:21). Orang boleh membunuh tubuh-Nya namun Ia sendiri akan membangun tubuh yang baru yang tidak terikat waktu dan tempat sebagai tempat kediaman Allah. Tuhan Yesus di sini mau menunjukkan bahwa pada saatnya yang tepat orang tidak lagi yang menyembah Allah di Yerusalem tetapi mereka akan menyembah Allah dalam Roh dan Kebenaran (Yoh 4:21-24). Dari situ, hewan-hewan kurban tidak dibutuhkan lagi sebab Yesus mempersembahkan diri-Nya satu kali untuk selama-lamanya. Kita membaca di dalam Surat kepada umat Ibrani: “Dan karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus.” (Ibr 10:10). Maka Yesus mau menegaskan bahwa Ibadat Perjanjian Baru itu ibadat yang paling murah meriah, tidak memakan waktu dan tenaga karena Yesus sudah menggenapi semuanya.

Pada hari ini kita memandang dan mengimani Yesus yang mengasihi dengan membangun sebuah tubuh yang baru di mana kita menyembah Allah dalam Roh dan Kebenaran. Mari kita berusaha untuk menguduskan tubuh kita sebagai tempat tinggal Roh Kudus (1Kor 6:19). Dengan demikian kita akan layak merayakan Paskah kali kedua di masa pandemi dengan sukacita.

P. John Laba, SDB