Homili 22 April 2021

Hari Kamis Pekan III Paskah
Kis. 8:26-40;
Mzm. 66:8-9,16-17,20;
Yoh. 6:44-51

Mewartakan Roti Hidup

Saya selalu merasa senang ketika memperhatikan bagaimana para orang tua atau pendamping anak-anak temu Minggu di Stasi atau Paroki tertentu membantu anak-anak temu Minggu untuk berbaris dan dengan tertib mendapatkan berkat dari Romo yang merayakan Ekaristi kudus setelah komuni kudus para orang dewasa. Mereka semua diajarkan gesture tubuh yang tepat seperti posisi tangannya, cara berjalan di dalam gereja dan menjawab ‘amen’ kepada Romo setiap kali mendapatkan berkat. Hal-hal ini memang sangat sederhana tetapi sebenarnya sangat bernilai bagi seorang anak. Anak-anak sejak usia dini mendapat bekal istimewa untuk mengenal Allah dan tahu bersyukur atas segala rahmat dan berkat-Nya. Para orang tua dan pendamping anak-anak temu Minggu sendiri sebenarnya sedang mewartakan Tuhan Yesus sebagai Roti Hidup. Mereka semua berbaris dan menerima berkat dari Romo seperti sebuah ‘komuni batin’ bagi mereka.

Kita mendengar kisah lanjut diskursus Tuhan Yesus tentang Roti Hidup di dalam Injil Yohanes. Tuhan Yesus mengingatkan orang-orang di dalam Sinagoga bahwa mereka semua dapat berkumpul dan mendengar Yesus karena ‘ditarik’ oleh Bapa dan sebagai ganjarannya adalah kebangkitan dan kehidupan kekal bagi mereka. Ia berkata: “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman.” (Yoh 6:44). Selama hari-hari hidup kita sebagai pengikut Kristus, sebagai orang Kristen, apakah kita sempat berpikir untuk bersyukur karena Tuhan telah menggerakan hati orang tua, atau siapa saja yang memperkenalkan atau mempertemukan kita dengan Kristus? Tuhan sungguh bekerja di dalam hidup mereka dan merekalah yang mengantar kita kepada Yesus. Kita semua ‘ditarik’ oleh Bapa kepada Yesus Putera. Sepanjang hidup bahkan hingga saudara maut menjemput, kita senantiasa ditarik untuk bersatu dengan Yesus hingga merasakan sendiri kemuliaan kebangkitan dan hidup abadi. Persekutuan antara kita bersama Yesus terjadi karena sudah ada persekutuan antara Yesus sebagai Anak dengan Bapa dalam Roh Kudus.

Apa yang harus kita lakukan?

Sebelumnya Tuhan Yesus meminta kita untuk menyadari kehendak Allah Bapa yakni melihat dan percaya kepada Yesus sebagai Anak. Dengan melihat dan percaya maka kita akan memperoleh hidup abadi. Kali ini Tuhan Yesus menekankan aspek percaya. Iman dan kepercayaan adalah anugerah istimewa dari Allah Bapa kepada kita semua. Iman itu adalah anugerah cuma-cuma dari Tuhan bagi kita. Setiap orang mendapatkan meterai imannya di dalam hati sehingga dari semula ia memiliki kecenderungan kepada keilahian dan keabadian. Tentu saja semua ini karena anugerah Tuhan sendiri. Yesus berkata: “Sesungguhnya barangsiapa percaya, ia mempunyai hidup yang kekal.” (Yoh 6:47).

Kita semua percaya bahwa Yesus adalah Roti Hidup yang turun dari Surga sebagaimana dikatakan-Nya sendiri: “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.” (Yoh 6:51). Yesus mengharapkan dari kita iman dan kepercayaan bahwa Dialah Roti Hidup yang telah turun dari surga, makanan Rohani yang menguatkan kita untuk memperoleh hidup abadi.

Perkataan Yesus ini mengantar kita kepada Ekaristi yang kita rayakan setiap hari. Dari Ekaristi kita semua merasa disapa oleh Tuhan melalui Sabda yang kita dengar dan renungkan bersama. Tuhan menyapa kita sebagai tanda bahwa Dia sungguh mengasihi kita. Tuhan mewujudkan kasih-Nya dengan memberikan Tubuh dan Darah-Nya yang selalu kita terima dalam Ekaristi. Dalam masa pandemi ini, banyak di antara kita menerima komuni Bathin. Ini juga sama dengan kita menerima sakramen Mahakudus dalam Ekaristi. Kita menerima Yesus sebagai Allah yang tersamar, Allah yang sungguh hadir di dalam Ekaristi.

Di samping kita mengimani Yesus sebagai Roti Hidup, kita berusaha menjadi pribadi-pribadi Ekristis yang siap untuk bersaksi tentang Injil sebagai Kabar Gembira dan keagungungan Ekaristi Kudus. Kita menjadi misionaris-misionaris Ekaristi yang menghadirkan Yesus di dalam hidup sesama melalui kegiatan dan perilaku hidup kita. Dalam bacaan pertama kita menemukan sosok Filipus yang mendapat tugas dari Tuhan untuk membaptis sida-sida dari Etiopia. Dalam perjalanan ia membaca nas dari Kitab nabi Yesaya: “Seperti seekor domba Ia dibawa ke pembantaian; dan seperti anak domba yang kelu di depan orang yang menggunting bulunya, demikianlah Ia tidak membuka mulut-Nya.” (Kis 8:32). Dia mengalami kebingungan maka Tuhan menjadikan Filipus sebagai pendamping yang menerangkan Kitab Suci dan membaptisnya. Peristiwa ini menandakan bahwa kita harus selalu siap untuk menjadi saksi, siap untuk mewartakan Yesus sebagai Roti Hidup yang mencintai kita. Wujud cinta-Nya adalah dengan Paskah-Nya. Ekaristi atau Misa Kudus adalah kenangan akan Paskah Kristus.

Mari kita mendoakan doa Komuni Batin ini: “Yesusku, aku percaya, Engkau sungguh hadir dalam Sakramen Mahakudus. Aku mencintai-Mu lebih dari segalanya dan aku merindukan kehadiran-Mu dalam jiwaku. Karena sekarang aku tak dapat menyambut-Mu dalam Sakramen Ekaristi, datanglah sekurang-kurangnya secara rohani ke dalam hatiku. Seolah-olah Engkau telah datang. Aku memeluk-Mu dan mempersatukan diriku sepenuhnya kepada-Mu, jangan biarkan aku terpisah daripada-Mu. Amin”

P. John Laba, SDB